Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

Seret Terduga Pelaku Penggelapan Uang UKW PWI ke Ranah Hukum

April 14, 2024

Oleh: Dr. Siprianus Edi Hardum, S.IP, S.H., M.H.

Jakarta, BeritaKilat.com - Sampai saat ini Pers masih sebagai kekuatan (pilar) keempat (fourth estate) dalam negara demokrasi, selain lembaga eksekutif, legislative dan yudikatif. Dalam era digital ini muncul pula kekuatan kelima dalam negara demokrasi yani media sosial. 

Pilar utama Pers dalam eksistensinya adalah wartawan (journalist). Karena itulah, siapa pun yang menjadi wartawan harus memenuhi kualifikasi yang bagus, seperti latar belakang pendidikan minimal S1, jujur dan berani. Sebuah perusahaan Pers yang berkualitas pasti diisi para wartawan yang berkualitas dan berintegritas.

Wartawan dalam menjalankan kegiatan jurnalismenya penuh dengan tantangan dan rintangan. Salah satu cara untuk mencegah dan mengatasi masalah yang dihadapi adalah para wartawan dari berbagai media Pers membentuk organisasi. Organisasi yang dimaksud sebagai wadah untuk menyelesaikan masalah bersama termasuk sebagai wadah untuk advokasi setiap masalah yang terjadi atau dialami wartawan dalam konteks kerjanya sebagai journalist. 

Salah satu organisasi wartawan tertua di Indonesia adalah Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). PWI saat ini, sedang  disoroti setelah ramainya pemberitaan terkait dugaan penyelewengan dana Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang diduga dilakukan beberapa oknum pengurus PWI Pusat dari dana bantuan Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebagai hibah dan/atau disalurkan melalui PWI.

Membersihkan PWI dari masalah korupsi yang diduga dilakukan pengurus terasnya adalah tugas yang tidak mudah, tetapi harus dilakukan. Sejumlah langkah yang perlu diambil untuk itu adalah, pertama, pembentukan komite independen, perlu disusun dengan cermat. Komite ini harus terdiri dari individu-individu yang terpecaya dan independen, yang memiliki integritas tinggi dalam menghadapi kasus korupsi.

Selain itu, komite ini perlu diberikan kebebasan penuh dalam melakukan penyelidikan, tanpa ada campur tangan dari pihak-pihak yang mungkin terlibat atau memiliki kepentingan tertentu.

Transparansi juga harus dijunjung tinggi, dengan semua proses penyelidikan dan hasilnya dibuka untuk publik.

Langkah kedua, mendesak pengurus teras PMI yang diduga terlibat untuk mengundurkan diri. Pengunduran diri para pengurus teras penting agar langkah hukum untuk mengusut dugaan penyelewenangan dana lebih mudah. 

Mengambil tindakan hukum atas dugaan penyelewengan uang organisasi, tidak hanya memberikan sinyal kuat tentang komitmen terhadap integritas organisasi, tetapi juga sebagai bentuk akuntabilitas terhadap tindakan korupsi.

Kerja sama dengan otoritas hukum, sebagai langkah ketiga, juga sangat penting. PWI harus bekerja sama dengan pihak berwenang untuk memastikan bahwa proses hukum terhadap pelaku korupsi dilakukan dengan adil dan sesuai dengan hukum yang berlaku.

Selain itu, kerja sama ini juga dapat membantu memperkuat citra PWI sebagai lembaga yang serius dalam menangani masalah korupsi dan berkomitmen untuk tidak mentolerirnya.

Komite Independen harus segera melaporkan dugaan penyelewengan dana yang dimaksud ke polisi atau ke Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kenapa harus ke KPK, karena uang tersebut berasal dari dana CSR BUMN. 

Terduga pelaku jelas dijerat dengan pasal penggelapan (predicate crime/pidana pokok) dan bisa di-juncto-kan ke Pasal Pencucian Uang (UU Tindak Pidana Pencucian Uang). 

Selanjutnya, dalam memulihkan citra dan kepercayaan publik terhadap PWI, organisasi ini perlu melakukan langkah-langkah komunikasi yang efektif.

Menyampaikan informasi secara terbuka kepada publik tentang tindakan yang diambil untuk menangani kasus korupsi ini, serta komitmen jangka panjang untuk mencegahnya di masa depan, dapat membantu memperbaiki citra organisasi.

Langkah terakhir namun tidak kalah penting adalah memperkuat tata kelola organisasi. PWI perlu melakukan evaluasi mendalam terhadap sistem dan prosedur internalnya, termasuk pengawasan dan kontrol keuangan, untuk mencegah terulangnya kasus korupsi di masa mendatang.

Dengan melakukan perubahan yang diperlukan dalam tata kelola organisasi, PWI dapat memastikan bahwa integritas dan transparansi tetap menjadi nilai inti dalam menjalankan misinya.

Dengan mengambil langkah-langkah ini secara serius dan berkomitmen untuk melakukan perubahan yang diperlukan, diharapkan PWI dapat pulih dari dampak korupsi dan kembali menjadi lembaga yang kuat dan dipercaya dalam mendukung profesi jurnalistik di Indonesia. (*)

Penulis adalah Advokat dan mantan redaktur Harian Umum Suara Pembaruan

Tanah Belum Bersertifikat Rentan Penyerobotan, Begini Cara Mengatasinya

Maret 08, 2024

 


Oleh : Abdul Kabir Albantani

Banten, BeritaKilat.Com – Tindakan penyerobotan tanah secara tidak sah merupakan perbuatan yang melawan hukum, yang dapat digolongkan sebagai suatu tindak pidana. Adanya perbuatan yang disengaja yang dilakukan oleh orang yang melakukan penyerobotan atas tanah milik orang diatur dalam Pasal 385 Ayat (4) KUHP: “Barang siapa dengan maksud yang sama, mengendalikan atau menyewakan tanah dengan hak tanah yang belum bersertifikat, padahal ia tahu bahwa orang lain yang mempunyai hak atau turut mempunyai hak atas tanah itu diancam dengan hukuman pidana penjara paling lama empat tahun”.

Bahwa pada Pasal 2 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 51 Tahun 1960 tentang Larangan Pemakaian Tanah Tanpa Izin Yang Berhak Atau Kuasanya, menentukan bahwa: “Dilarang memakai tanah tanpa izin yang berhak atau kuasanya yang sah”. Jika ketentuan ini dilanggar, maka dapat dipidana dengan hukuman kurungan selama-lamanya 3 (tiga) bulan dan/atau denda sebanyak-banyaknya Rp5.000,00 (lima ribu rupiah)”, sebagaimana dimaksud dalam ketentuan Pasal 6. Ketentuan Pasal 6 Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perpu) Nomor 51 Tahun 1960 juga berlaku untuk perbuatan:

1.       Mengganggu yang berhak atau kuasanya yang sah di dalam menggunakan haknya atas suatu bidang tanah;

2.       Menyuruh, mengajak, membujuk atau menganjurkan dengan lisan atau tulisan untuk melakukan perbuatan yang dimaksud pada huruf a dan b;

3.       Memberi bantuan dengan cara apapun juga untuk melakukan perbuatan tersebut pada Pasal 2 atau huruf b. 

Tanah merupakan salah satu unsur untuk memenuhi kebutuhan hidup manusia. Seseorang yang memiliki tanah, pasti memiliki alat bukti kepemilikan atas tanah. Sertifikat merupakan alat bukti hak atas tanah dan sebagai alat pembuktian yang kuat menurut ketentuan Pasal 19 ayat (2) huruf c UUPA dan Pasal 32 ayat (1) PP 24/1997 yang diterbitkan melalui pendaftaran tanah. 

Bagi seseorang yang dalam hal ini belum memiliki sertifikat hak atas tanah, maka perlu membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas tanah tersebut dengan alat-alat bukti lainnya selain sertifikat. Tanah yang belum memiliki sertifkat sangat rentan terjadi konflik atau sengketa dengan pihak lain. Oleh karena itu, ada 2 (dua) permasalahan dalam kasus ini, permasalahan pertama, yaitu apa alat bukti yang dapat dipakai oleh pemegang hak milik atas tanah yang belum bersertifikat dan yang kedua, yaitu bagaimana perlindungan hukum terhadap pemegang hak milik atas tanah yang belum bersertifikat.

Tujuan yang hendak diangkat dalam kasus ini oleh penulis, yaitu untuk mengetahui dan memahami tentang alat bukti yang dapat dipakai oleh pemegang hak milik atas tanah yang belum bersertifikat dan untuk mengetahui dan memahami perlindungan hukum terhadap pemegang hak milik atas tanah yang belum bersertifikat. Dasar yang dipakai oleh penulis adalah hasil penelitian hukum yang bersifat yuridis normatif dengan menggunakan pendekatan perundang-undangan (statue approach) dan pendekatan konseptual (conceptual approach).

Sumber bahan hukum meliputi, bahan hukum primer dan bahan hukum sekunder. Tinjauan pustaka penulis terdiri dari beberapa hal, antara lain : pengertian tanah, pengertian hak atas tanah, macam-macam hak atas tanah, pengertian penguasaan atas tanah, pengertian hak milik, subjek hak milik, terjadinya hak milik, pengertian alat bukti, macam-macam alat bukti, fungsi alat bukti hak atas tanah, pengertian perlindungan hukum dan sarana perlindungan hukum.

Hasil kajian dan kesimpulan penulis yaitu Pertama, mengenai Alat bukti yang dapat dipakai oleh pemegang hak milik atas tanah yang belum bersertifikat yang berkaitan dengan pendaftaran hak pada PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, dapat menggunakan alat bukti kepemilikan sebelum lahirnya UUPA sebagaimana diatu pada Pasal 24 ayat (1) PP 24/1997, berupa:

Grosse akta hak eigendom, Petuk pajak Bumi/Landrete, girik, pipil, ketitir, dan Verponding Indonesia sebelum berlakunya PP 10/1961, Surat keterangan riwayat tanah yang pernah dibuat oleh Kantor Pelayanan Pajak Bumi dan Bangunan, atau lain-lain bentuk alat pembuktian tertulis dengan nama apapun juga sebagaimana dimaksud Pasal II, Pasal VI, dan Pasal VII ketentuan-ketentuan Konversi UUPA, dan alat bukti kepemilikan hak atas tanah setelah berlakunya UUPA adalah sertifikat, tetapi terhadap pemegang hak milik atas tanah yang belum bersertifikat dapat dibuktikan dengan alat bukti kepemilikan hak atas tanah yang berkaitan dengan pendaftaran hak sebagaimana diatur pada Pasal 23 PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah, berupa Asli Akta PPAT.

Pertama, bentuk perlindungan hukum xiv terhadap pemegang hak atas tanah yang belum bersertifikat ada dua, yaitu pertama perlindungan hukum preventif adalah perlindungan hukum yang lebih mengarah untuk mencegah terjadinya sengketa. Perlindungan hukum preventif terhadap pemegang hak milik atas tanah yang belum bersertifikat adalah dengan melakukan pendaftaran tanah. Seseorang yang pendaftaran tanahnya akan menerbitkan surat tanda bukti hak berupa sertifikat yang diterbitkan oleh BPN. Dengan sertifikat tersebut, seseorang dapat membuktikan dirinya sebagai pemegang hak atas tanah yang sah dan dapat memberikan kepastian hukum serta perlindungan hukum bagi pemegang hak beserta tanahnya sebagaimana maksud dari tujuan pendaftaran tanah yang diatur pada Pasal 3 PP 24/1997 dan Pasal 2 ayat (2) Permen ART/BPN 6/2018 tentang Pendaftaran Tanah Sistematis Lengkap.

Kedua, Perlindungan hukum represif, yaitu bentuk perlindungan hukum yang arahnya lebih kepada upaya penyelesaian sengketa. Mengenai hak milik atas tanah yang belum bersertifikat tetap mendapatkan perlindungan hukum apabila memperoleh tanahnya dengan itikad baik. Maksud itikad baik adalah seseorang memperoleh tanahnya dengan itikad baik telah menguasai dan memanfaatkan serta mengolah tanah, berhak untuk memperoleh hak atas tanah. Perlindungan hukum terhadap pemegang hak milik atas tanah yang belum bersertifikat dengan itikad baik sebagaimana diatur pada Pasal 32 dan Pasal 27 PP 24/1997 tentang Pendaftaran Tanah yaitu dapat mengajukan pengaduan, keberatan dan gugatan melalui pengadilan untuk mencari kebenaran mengenai kepemilikan hak atas tanah yang sah.

Saran yang dapat diberikan oleh penulis adalah Pertama, mengingat pentingnya sertifikat sebagai alat bukti hak atas tanah yang sah dan sebagai alat pembuktian yang kuat, disarankan kepada masyarakat yang masih menggunakan alat bukti kepemilikan tanah yang bukan berupa sertifikat tanah untuk segera mendaftarkan tanahnya kepada pejabat yang berwenang untuk mendapatkan alat bukti hak atas tanah yang sah dan kuat menurut ketentuan UUPA dan PP 24/1997 yaitu sertifikat hak atas tanah dan Kedua, terkait perlindungan hukum kepada pemegang hak atas tanah yang belum bersertifikat pertama-tama memerlukan tersedianya perangkat hukum tertulis, jelas, dan lengkap, oleh karena itu diharapkan peraturan perundang-undangan di Indonesia dalam bidang pertanahan perlu direvisi kembali sesuai dengan keadaan sekarang. (*)

Penulis Adalah Aktivis Pembela Masarakat Malang yang kerap mendapingi warga yang menjadi korban para mafia tanah akibat tanah yang dimiliki warga banyak yang belum memiliki sertifikat atau surat kepemilikan tanah yang sah. 

Maling Uang Rakyat yang Ketahuan dan yang Tidak Ketahuan

Januari 22, 2024



Oleh: *Andre Vincent Wenas* 

Bagaimana Anda mesti bersikap manakala anggota parlemen yang mewakili Anda dalam perumusan kebijakan negara ternyata adalah maling uang rakyat?


Ada juga yang sewaktu jadi maling uang rakyat dan ketahuan lalu mengembalikan uang tersebut. Dan karena ia tidak diproses secara hukum sehingga ia merasa dirinya bersih, lalu seenaknya mencalonkan dirinya jadi wakil rakyat lagi. Dan parahnya, parpolnya pun merasa oke-oke saja.


Dan ini pernah terjadi dan sedang terjadi di Indonesia. Dalam pemilu 2024 kita sedang diuji kembali, apakah kita masih akan terus berkutat dengan jargon “lawan korupsi” tapi membiarkan para maling uang rakyat ini menyalonkan diri jadi representasi kita lewat pemilihan umum.


Ini yang disebut “lolos secara prosedur hukum”, namun secara etis sesungguhnya inilah yang disebut sebagai pelanggaran etika berat. Bandingkan dengan kejadian di MK kemarin itu yang esensinya adalah soal batasan umur calon presiden dan wakil presiden. Padahal dulunya pernah 35 tahun lalu diubah jadi 40 tahun. Itu yang diperdebatkan.


Baiklah kita kembali ke pokok masalah, yaitu soal para maling uang rakyat yang nyalon kembali dalam pemilu 2024.


Para maling ada sudah yang terbukti bersalah dan sudah menjalani hukuman penjara, ada pula yang “mengembalikan” uang curiannya dan lolos dari proses hukum.


Dan mungkin saja lebih banyak yang juga maling tapi sampai sekarang belum ketahuan publik, lantaran diantara sesama maling mereka kompak saling jaga “etika para maling” untuk tutup mulut.


Para maling atau mantan napi korupsi ini kaya secara ekonomi dan masih sangat kaya lantaran harta curiannya yang berhasil mereka sembunyikan masih sangat banyak. Uang haram inilah yang mereka pakai sebagai bekal di pemilu 2024.


Tingkah polah para maling ini tak terbendung. Undang-Undang Perampasan Aset para koruptor terus “dijegal” di parlemen oleh para sejawat koruptor itu sendiri. “Sesama koruptor dilarang saling mendahului”, begitu seloroh para tikus-tikus yang sedang menggerogoti harta rakyat.


Kabar dari Tulungagung dimana ada 38 anggota DPRD-nya yang mengembalikan uang korupsi Pokir lalu kembali jadi caleg menjadi berita yang cukup ramai diperbincangkan. Ternyata fenomena seperti ini tidak hanya terjadi disana. Belum lama di Kota Manado Sulawesi Utara, di Malang Jawa Timur dan banyak lagi juga tak kalah ramainya. Korupsinya terstruktur, sistematis dan massif (TSM).


Indonesia Corruption Watch (ICW) sudah mengeluarkan daftar para mantan napi korupsi yang ikut dalam pemilu 2024. Kali ini terdeteksi 49 caleg mantan napi korupsi yang masih nekad mencalonkan diri (dan dicalonkan oleh parpolnya). Ini tentu perlu terus diingatkan.


Baiklah kita catat parpol mana saja yang masih “tidak tahu diri” dengan membiarkan para mantan napi korupsi ini melenggang: Golkar (9 caleg), Nasdem (7 caleg), PKB (6 caleg), Hanura (6 caleg), Demokrat (5 caleg), PDIP (5 caleg), Perindo (4 caleg), PPP (4 caleg), PKS (1 caleg), PBB (1 caleg), Partai Buruh (1 caleg).


Nama-nama seperti Rokhmin Dahuri (PDIP) yang maju di dapil Cirebon-Indramayu, Susno Duadji (PKB) dan Nurdin Halid (Golkar) adalah beberapa saja dari nama-nama mantan napi korupsi yang pernah berkiprah di blantika perpolitikan nasional. Nama mereka sudah tercoreng tinta hitam, namun dengan muka tebal memajang diri lewat baliho dan spanduk besar di jalan-jalan raya nasional.


Rupanya mereka ini sedang mempertaruhkan kecerdasan publik dalam batu-uji di pemilu 2024. Akankah memilih para maling uang rakyat kembali jadi wakil mereka di parlemen?


Cirebon, Jumat 19 Januari 2024

*Andre Vincent Wenas*,MM,MBA., Direktur Eksekutif, Lembaga Kajian Strategis PERSPEKTIF (LKSP), Jakarta.

Tidak Memilih Penjahat Sebagai Presiden

Desember 26, 2023

 


Oleh :    Hasanuddin

              Ketua Umum PBHMI 2003-2005

BeritaKilat.Com – Lengsernya Suharto tahun 1998 itu puncak dari gerakan politik mahasiswa yang mulai turun ke jalan semenjak tahun 95-an. Setidaknya itu yang kami lakukan saat masih Mahasiswa di Makassar. Kami turun ke jalan saat itu karena menyaksikan berbagai aspek penyelenggaraan demokrasi dan pemerintahan mesti diperbarui, harus di reformasi. Pemilu tahun 1997 sudah kami prediksi hanya formalitas semata, hanya demokrasi prosedural saja untuk mendudukkan kembali Pak Harto kala itu sebagai Presiden. Meskipun perlu di catat bahwa pak Harto saat itu di depan elit Golkar sempat bertanya, "apa betul rakyat masih menginginkan saya" ? Yang dijawab oleh Pak Harmoko selaku Ketua Umum Golkar dan sekaligus Ketua MPR kala itu bahwa rakyat masih menginginkan. Singkat kata pak Harto lalu dilantik kembali sebagai Presiden untuk yang keenam kalinya.

 

Pemilu tahun 1997 itu seperti Pemilu-Pemilu sebelumnya, tanpa netralitas TNI-Polri, tanpa netralitas PNS/ASN, tanpa netralitas Pers (utamanya TVRI/RRI) dan tentu saja tanpa netralitas Kepala Daerah, Camat dan Kepala Desa/Lurah. Benar-benar dapat dipastikan bahwa hanya perlu satu putaran saja untuk mendudukkan kembali Pak Harto.

 

Ketidakpuasan mahasiswa khususnya dan kalangan civil society yang pro-demoktasi pada umumnya atas pelaksanaan demokrasi di Indonesia itu, membuat gelombang aksi massa yang turun ke jalan makin membesar, dan terus membesar. Kekerasan aparat terhadap para aktivis terjadi di setiap kali ada aksi yang dilakukan. Sejumlah Mahasiswa bahkan tewas berguguran misalnya Mahasiswa UMI Makassar yang kematiannya di peringati sebagai April Mob oleh Mahasiswa Makassar hingga beberapa tahun sesudah kejadian.

 

Sebulan setelah itu di Jakarta terjadi penembakan mahasiwa yang dikenang dengan peristiwa Semanggi 1 pada peristiwa ini seorang Mahasiswa dari Universitas Atma Jaya meregang nyawa setelah terkena timah panas aparat. Lalu ada peristiwa Semanggi 2, sejumlah mahasiswa dari Universitas Trisakti kali ini yang tumbang oleh sniper. Setelah itu berbagai aktifis di tangkap, di culik oleh pihak-pihak yang hingga hari ini masih banyak di antaranya yang belum jelas dimana jasadnya.

 

Terbunuhnya sejumlah mahasiswa, maupun masih raibnya sejumlah aktifis yang tidak jelas hingga saat ini di mana keberadaannya itu, adalah ekses dari tidak diselenggarakannya pemerintahan secara demokratis, tidak dijalankannya Pemilu berdasarkan azas Jujur dan Adil, Langsung, Umum, Bebas dan Rahasia.

 

Kami ingin agar para pembaca terutama Polisi, dan penyelenggara Pemilu menyadari betapa pentingnya penyelenggaraan Pemilu yang demokratis itu, dan betapa besar akibat kerugian yang kita peroleh sebagai suatu bangsa jika peristiwa tahun 1995-1998 itu terulang.

 

Kita mesti bersyukur karena gerakan reformasi tahun 1998 telah mendorong banyak kemajuan dalam pembangunan demokratisai kita. Kita jangan tidak pandai bersyukur dengan mengingkarinya, menghianati para pahlawan reformasi yang gugur pada masa itu, atau hianat dan tidak punya empati kepada aktifis  korban penculikan yang saat ini belum jelas di mana.

 

Kami telah menyimak pernyataan Jendral Wiranto perihal DKP yang memberhentikan Prabowo Subianto; kami pun telah testimoni Letjend Agum Gumelar, pernyataan Letjend Hendro Proyiyono, dan banyak lagi lainnya perihal keterlibatan Lejtend Prabowo Subianto dalam penculikan aktifis Mahasiswa itu.

 

Namun Kami belum melihat adanya rezim pemerintahan yang berkenan menegakkan keadilan terkait peristiwa kejahatan pelanggaran HAM ini.

 

Bahkan Jokowi selaku Presiden yang pernah berjanji akan menuntaskan kasus ini saat mau maju pada periode pertamanya sebagai Presiden dan di ulang lagi ketika mau maju pada periode keduanya sebagai Presiden, justru melakukan penghianatan terhadap para korban kejahatan HAM yang di sebut oleh banyak kalangan sebagai "melibatkan" Prabowo Subianto.

 

Bahkan Jokowi seperti sudah mengidap pengakit amnesti dengan janji-janji pemberantasan HAM itu, lalu merangkul terduga penjahat HAM ini masuk kabinet bahkan memberikan anak-nya untuk dipasangkan sebagai cawapres Prabowo dengan terlebih dahulu "memperkosa" Mahkamah Konstitusi.

 

Ironis sekali. Selaku salah satu aktifis gerakan reformasi, kami tidak pernah sekali pun memberikan dukungan kepada Prabowo. Tidak sekalipun. Berkali-kali Prabowo mencalonkan diri pada Pilpres, kami tidak pernah mendukung apalagi memilihnya. Kami tidak mau hianat kepada sesama aktifis gerakan reformasi itu.

 

Kami tidak memilih penjahat  sebagai Presiden.

Depok, 26 Desember 2023

Kefas Hervin Devananda STh : "Penampilan Mas Gibran Dalam Debat Kemarin Menjawab Keraguan Publik, Inilah Pemimpin Muda Masa Depan Indonesia"

Desember 24, 2023

 


Kota Bogor, BeritaKilat. Com - Debat Pemilihan Presiden (Pilpres) 2024 memasuki putaran kedua. Kali ini, debat yang berlangsung di Jakarta Convention Center (JCC), Senayan, Jakarta Pusat, Jumat (22/12/2023), hanya menampilkan para calon wakil presiden (cawapres).

Ketiga cawapres tersebut di antaranya Muhaimin Iskandar (Cak Imin), Gibran Rakabuming Raka, dan Mahfud MD.

Menurut Kefas Hervin Devananda,S.Th. Ketua Umum Forum Masyarakat Kristen Bekasi (Formaksi),Penampilan Mas Gibran saat Acara Debat Cawapres yang kita saksikan lewat media sosial dan Stasiun TV kemarin (22/12) sungguh luar biasa, yang pada awalnya publik meremehkan mas Gibran saat melawan Cak Imin dan Mahfud MD. Selain masih muda, Gibran juga dianggap tak banyak omong sehingga ada  underestimate publik  terhadap sosok Beliau, kata Pria yang di sapa Romo Kefas saat di wawancara media di Bogor, Sabtu 23/12/2023

Lebih lanjut, Romo Kefas dan ternyata publik Tak menyangka, karena dalam debat capres cawapres ini, Mas Gibran mampu menjawab keragu raguan publik terhadap dirinya, karena paparan Visi Misi dan Program - program yang dijelaskan oleh seorang mas Gibran begitu lugas dan jelas serta mewakili generasi muda dengan  gagasan - gagasan serta solusi - solusi  yang disampaikannya. bahkan mas Gibran berani menyentil cawapres lainnya, jelas Romo kefas

Meskipun Mas Gibran terbilang muda di bandingkan cawapres dari pasangan No.01 dan 03 akan tetapi dari penguasaan materi dan data mas Gibran lebih menguasai situasi di acara tersebut, artinya publik melihat harapan dan masa depan Indonesia di bawah kepemimpinan Prabowo - Gibran kelak, Pungkas Ayah dari satu Anak kepada media (Red)

Tramadol Dalam Pusaran Bisnis Petinggi Jaringan Obat Asal Aceh

September 05, 2023

Oleh : Atjeh Watch

ACEH, BeritaKilat.Com -Jalanan di pesisir Banda Aceh relative sepi Selasa malam, 30 Agustus 2023. Maklum, jam sudah menunjukan pukul 23.15 WIB.

Satu unit mobil merek Avanza menepi di dekat sebuah Warkop. Tiga pemuda turun dan melambai ke arah penulis.

Tiga pemuda ini berusia 20 hingga 40-an tahun. Postur tubuh mereka kurus. Mereka berjalan ke arah penulis sambil menoleh kiri kanan guna memastikan tak ada orang yang mengenali mereka. Sedangkan di Warkop, hanya ada penulis dan seorang pekerja.

“Meah trep neupreh. Janji jam 21.30 WIB, dan baroe trok poh dumnoe,” kata salah seorang di antara mereka sambil melihat jam tangan.

“Nyoe janji dilee. Jeut tuleh tapi bek neusebut nama beh dan hana foto (ini janji dulu. Bisa tulis dan tidak ada foto-red),” katanya lagi. Sebut saja, ia bernama Ridwan. Lelaki ini berusia hampir 40 tahun. Ia hijrah ke Jakarta beberapa tahun lalu dan dua tahun belakangan memutuskan untuk pulang ke Aceh karena satu dua alasan.

“Nyoe…(menyebutkan nama-red). Inisial AB. Pernah tinggal di Jakarta, kemudian pulang ke Aceh. Lebih dulu saya pulang sekitar 6 bulan dari dia. Sedangkan jih (pria lainnya-red) baru pulang sekitar beberapa bulan lalu. Pernah berkomunikasi dengan almarhum Imam (warga Aceh yang dibunuh di Jakarta-red),” ujar Ridwan (nama samara-red) dalam bahasa Aceh.

Ketiganya kemudian mencoba tersenyum tapi kecut. Mereka kemudian terdiam agak lama.

“Beutoi lagee droneuh peugah. Kasus almarhum adoe geutanyoe na hubungan dengan Tramadol,” ujar Ridwan.

Nama terakhir kini jadi istilah beken dan tak asing bagi warga baik di Aceh maupun Jakarta.

Dicari dari internet, Tramadol disebutkan adalah obat yang dapat digolongkan sebagai narkotika, bukan psikotropika. Alasannya, tramadol masuk dalam golongan opioid yang biasa diresepkan dokter sebagai analgesik atau pereda rasa sakit dan tidak memberikan perubahan perilaku penggunanya. Tramadol termasuk dalam kelas obat yang disebut agonis opioid.

Jenis obat ini bekerja dengan cara mengubah respons otak dalam merasakan sakit sehingga terjadi efek pereda nyeri. Tubuh manusia menghasilkan opioid yang dikenal dengan endorfin. Maka, dapat dikatakan tramadol mirip dengan zat di otak yang disebut endorfin, yaitu senyawa yang berikatan dengan reseptor (bagian sel yang menerima zat tertentu). Reseptor kemudian mengurangi pesan rasa sakit yang dikirim tubuh seseorang ke otak.

Menurut Ridwan (nama samara-red), mayoritas jaringan Tramadol di Jabodetabek sejak beberapa tahun lalu telah dikuasai oleh orang-orang yang merantau dari Aceh.

“Tidak semua ya. Tapi mayoritas ya, Aceh. Orang kita. Itu dari hulu ke hilir,” ujarnya lagi.

“Itu, perharinya, uang yang beredar miliaran. Bergoni-goni. Semua diservis,” kata Ridwan lagi.

Katanya, Tramadol yang dijual, selain oplosan juga tak memakai resep dokter. Hal inilah yang membuat kerja jaringan ini seringkali berurusan dengan aparat keamanan.

“Orang yang tinggal di Jakarta itu, mereka rata-rata bekerja di perusahaan besar. Berangkat pagi dan baru pulang sore. Itupun belum lagi macet berjam-jam di jalan. Sedangkan malamnya, mereka biasanya ke diskotik atau café-café bersama pasangannya. Secara otomatis jam tidur kurang. Makanya, agar tetap fit dan terlihat segar saat kerja besoknya lagi, mereka mencari obat. Salah satunya ya,…tramadol,” kata dia.

“Ini makanya tramadol laris manis,” kata dia lagi.

Sedangkan AB menambahkan bahwa dirinya sempat turun dalam bisnis ini beberapa bulan sebagai kurir.

“Jadi antar barangnya magrib ke toko-toko hingga pagi se-Jabodetabek. Itu sudah ada lokasi yang ditunjuk sebelum berangkat. Kurir atau driver saja bisa dapat ratusan ribu dalam semalam,” ujar AB.

“Peredaran uangnya mencapai miliaran dalam semalam. Saya pernah bawa sekitar dua goni uang dalam mobil saat pulang,” kata AB.

Untuk menjaga agar bisnis ini tetap aman, kata dia, maka petinggi jaringan bisnis, mematok iuran sebesar Rp10 juta perkios perbulan.

“Namanya uang keamanan. Bayangkan, ada ratusan kios di Jabodetabek. Katanya, uang ini untuk mengamankan bisnis ini. Jadi kios yang setor tak akan diganggu, baik preman maupun aparat keamanan,” ujar AB.

Menurutnya, bisnis ini baik-baik saja hingga akhirnya salah seorang petinggi di salah satu lembaga dibui karena kasus pembunuhan. Kondisi ini membuat jaringan tramadol panik. Apalagi razia dan pengerebekan kios tramadol terjadi di mana-mana.

“Saya pernah ditangkap. Untuk tebus, diminta 35 juta. Alhamdulillah ada uang, kemudian langsung pulang ke Aceh. Saya tobat,” ujar AB.

Karena banyaknya penangkapan, kata AB, kemudian menimbulkan perselisihan sesama petinggi bisnis tramadol.

“Sebahagian kecewa, karena sebelumnya sudah pungutan iuran Rp10 juta perbulan. Tapi saat ditangkap, harus bayar lagi Rp35 juta.”

“Istilahnya, kami sudah bayar uang keamanan Rp10 juta perbulan. Kenapa saat ditangkap harus keluari uang banyak lagi? Kenapa gak pakai uang tadi? Akhirnya pecah, mereka membuat jaringan baru,” kata AB.

“Ada yang cek ke pihak yang tangkapnya. Ternyata uang tebusan yang diminta tak sampai 20 juta. Berartikan ada permainan? Makin banyak yang marah-kan,” ujarnya lagi.

Kata dia, disinilah kemudian puncak persoalan terjadi. Banyak pemilik kios yang juga tramadol kemudian tak lagi menyetor uang bulanan.

“Jadi mereka buat jaringan sendiri. Termasuk cara agar tak tertangkap. Konflik ini sempat memanas dan salah satu korbannya adalah warga asal Sawang Aceh Utara beberapa waktu lalu, yang meninggal. Masih ingat?,” kata AB sambil mengingatkan penulis.

“Ada banyak kematian warga Aceh yang tak tercatat di Jakarta. Rata-rata karena hal ini,” ujarnya lagi.

Karena kondisi kian tak menentu, kata AB, dipakai lah cara-cara kekerasan.

“Jadi pemilik kios yang tak bergabung dan menyetor bulanan, ditakut-takuti. Diculik dan sebagainya. Pelakunya orang-orang kita juga, Aceh. Tujuannya, agar para pemilik kios ini kembali dalam satu barisan. Tapi nyatanya tidak bisa dan semakin parah konfliknya,” kata AB.

Sedangkan untuk kasus almarhum Imam Maskur, kata AB, dia baru 4 bulan membuka usaha sendiri.

“Saya menduga dia tidak masuk dalam kedua kelompok ini. Akhirnya jadi sasaran ditakut-takuti yang berujung dengan kematiaan,” kata AB.

“Terakhir saya komunikasi dengan almarhum sebelum lebaran kemarin. Dia bilang tidak takut. Nyatanya seperti sekarang,” ujar pria berinisial IR lainnya.

Kopi penulis terasa pahit mendengar cerita ketiganya. Nasib para perantau Aceh yang harus bertarungnya nyawa di ibukota.

Kami bubar Rabu dini hari. Jam menunjukan pukul 02.15 WIB. Suasana kian sepi saat itu. (*)



Jelang Evaluasi Pj Kepala Daerah, Mendagri Perlu Evaluasi Posisi Sekjen Kemendagri

Maret 17, 2023

 


Jakarta, BeritaKilat.Com - Praktisi hukum Ade Mardiansyah, S.H., M.H., berharap Mendagri Tito Karnavian mengevaluasi kembali posisi Suhajar Diantoro sebagai Sekjen Kemendagri, mengingat rekam jejaknya yang kurang baik saat dirinya menjabat Rektor IPDN. Hal itu, ujar advokat yang vokal ini, juga terkait dengan adanya proses evaluasi terhadap sejumlah Pj Kepala Daerah yang saat ini sudah menjabat hampir setahun.

Sebagaimana diketahui Sekjen Kemendagri termasuk anggota tim evaluasi Pj Kepala Daerah. Evaluasi ini akan menentukan apakah yang bersangkutan layak diperpanjang jabatannya atau tidak.

Menjelang masa evaluasi jabatan Pj Kepala Daerah ini, sejumlah pihak telah mengingatkan bahwa proses evaluasi ini rawan dengan kasus penyuapan. Sejumlah kalangan pun bahkan meminta KPK melakukan pengawasan ketat terkait proses evaluasi para Pj Kepala Daerah, untuk mencegah adanya tindak penyuapan.

"Pengawasan yang ketat ini untuk mencegah terjadinya tindak penyuapan," tandas Ade Mardiansyah, di Jakarta, Kamis (16/3/2023).

Masyarakat berharap proses evaluasi Pj Kepala Daerah ini benar-benar bersih dari praktek koruptif. Banyak pihak meragukan integritas Tim Evaluasi ini, karena ada oknum yang memiliki catatan (track record) yang kurang baik. Misalkan, Sekjen Kemendagri, Suhajar Diantoro.

Siapakah sosok Suhajar Diantoro? Dia adalah mantan Rektor Institut Pendidikan Dalam Negeri (IPDN). Dia dicopot sebagai Rektor IPDN oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo dari jabatannya, pada tahun 2015 lalu, karena diduga terlibat kasus suap.

Suhajar Diantoro sendiri dilantik menjadi Rektor IPDN pada tahun 2013, untuk periode hingga tahun 2017, oleh Menteri Dalam Negeri yang saat itu masih dijabat oleh Gamawan Fauzi. Namun pada tahun 2014, namanya sempat terseret kasus dugaan suap mahasiswa baru IPDN, yang membuat dia dipanggil oleh Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo.

Dalam pemberitaan kantor berita Antara, tertanggal 6 November 2014, Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo, disebutkan, memerintahkan Inspektorat Jenderal Kementerian Dalam Negeri untuk memanggil Rektor Institut Pemerintahan Dalam Negeri (IPDN) Suhajar Diantoro dalam dugaan kasus dugaan suap mahasiswa baru perguruan tinggi ini.

"Saya sudah menerima laporan terkait berbagai macam hal yang menyangkut Rektor IPDN kita. Tolong dipanggil rektor itu, (dan) siapa saja yang mengetahui (kasus tersebut). Sabtu (8/11/2014) atau Senin depan (10/11/2014) bisa tolong dipanggil Rektor IPDN," kata Tjahjo, seperti dikutip antaranews.com.

Usai dicopot dari jabatan Rektor IPDN, Suhajar Diantoro, lalu menjadi Staf Ahli Bidang Pemerintah Kemendagri. Kemudian saat Menteri Dalam Negeri (Mendagri) dijabat Tito Karnavian, Suhajar  dilantik sebagai Sekretaris Jenderal (Sekjen) definitif Kemendagri, pada 10 Maret 2022.

Kasus suap itu mencuat, ketika salah seorang orang tua siswa di Tanjungpinang, Kepri, Andi Cori Patahudin, membeberkan pemberian 10 ribu dolar AS kepada Suhajar yang saat itu Rektor IPDN sebagai jaminan untuk memuluskan anaknya masuk ke institut itu pada 2014 lalu. Andi Cori merasa ditipu dan dimanfaatkan Suhajar, yang memberikan janji-janji akan dapat memasukkan anaknya sebagai praja IPDN.

Dia mengaku, pemberian uang itu, dilakukan dirinya langsung kepada Suhajar di sebuah mall di Jakarta saat bertemu denganya pada Agustus 2014 lalu. Dan saat itu, Suhajar juga sempat menanyakan nilai rata-rata UN anaknya dan menganjurkan agar anaknya mengikuti psikotest sebagai persiapan masuk seleksi IPDN.

"Saya berbincang banyak dengan dia, dan saya bilang kalau nilai rata-rata anak saya 8,7, hingga dia mengiyakan dan saya serahkan uang 10 ribu dolar," ujar Andi Cori kepada wartawan.

Namun dalam Seleksi Penerimaan Mahasiswa IPDN 2014, dari 26 orang kuota yang ditetapkan untuk Kepri, ternyata anaknya tidak lolos. Terus terang, kata Andi Cori, dirinya sangat kesal dengan tidak lulusnya anaknya, dan ketika Rektor IPDN itu dihubungi, malah ponselnya tidak aktif.

Andi Cori mengatakan, jika dari keseluruhan soal yang diuji, dikatakan dapat diisi dan dijawab oleh anaknya. Hanya satu soal yang tidak bisa dijawab, hal itu juga menyangkut umur dirinya sebagai bapak dari calon mahasiswa.

"Mengenai pelaksanaan seleksi ini, juga pernah saya pertanyakan pada panitia pelaksana seleksi penerimaan. Namun jawaban mereka beralasan, jika penerimaan mahasiswa IPDN ini, sudah diawasi oleh KPK," ujarnya bercerita.

Selain itu, Andi Cori juga mengaku, sempat berusaha ke Kampus IPDN Jatinangor guna menemui Suhajar. Namun selama dua hari dirinya menginap di sana, Suhajar tidak dapat ditemui, dengan alasan sedang berada di luar daerah.

"Selanjutnya, setelah beberapa kali saya hubungi, Suhajar mengajak bertemu di Jakarta, berjanji akan meloloskan anak saya pada penerimaan IPDN berikutnya. Sedangkan masalah uang 10 ribu Dolar dijanjikan akan dikembalikan," ujarnya. (*)

LQ INDONESIA LAWFIRM: GAYA HEDON ANAK PEJABAT PAJAK, PATUT DIPERTANYAKAN KEMANA UANG PAJAK NEGARA?

Maret 02, 2023

 


Jakarta, BeritaKilat.Com - Kasus Mario Dandy Satrio mengegerkan masyarakat, bagaimana anak pejabat pajak bisa merasa super power dan menganiaya korban hingga koma, namun juga gaya hidup heson anak pejabat pajak yang tidak lazim. 


LQ Indonesia Lawfirm juga menyoroti gaya hidup hedon keluarga pegawai pajak. Kadiv Humas LQ Indonesia Lawfirm, Advokat Bambang Hartono, SH, MH dalam keterangan tertulisnya menyampaikan. 


Ternyata pejabat Ditjen Pajak yang memanjakan anak dan hidup hedon bukan cuma Rafael Alun saja. Adalah pasangan suami istri Arif Yanuar dan Daisy Indri,  dimana sang suami sekarang menjabat sebagai Kepala Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar. Memanjakan anak lelakinya hidup hedon dengan memberi fasilitas dan sarana mewah yaitu juga gemar mengendarai motor gede ( Moge). Salah satu intipan netizen terhadap hidup hedonnya adalah IG dari Daisy Indri istri dari Arif Yanuar Kepala Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar sempat berucap "First Sunmori in 2022 ( Sunday Morning Ride/Berkendara di Minggu Pagi)". Arif Yanuar diangkat Kepala Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar saat Suryo Utomo selaku Dirjen Pajak, Kantor Wilayah Wajib Pajak Besar adalah Kantor Pajak tempat terdaftarnya/ bersemayamnya para Wajib Pajak berskala besar dari seluruh Indonesia. Sudah bukan menjadi rahasia umum bahwa Arif dan beberapa kroninya masuk dalam gerbong Suryo sejak mereka berkarir. Gaya hidup Arif dan keluarga yang memamerkan kemawahan seharusnya tidak bisa dilakukan mengingat gaji dan  tunjangan Arif Yanuar sebagai ASN tidak mungkin mencukupi.


Ini LQ lampirkan beberapa foto yang sempat di ambil dari IG yang bersangkutan yang menunjukkan bagaimana para pejabat pajak pamer kekayaan, kemewahan dan prestige. Padahal Presiden Jokowi menyampaikan bahwa 2023 masa sulit bagi Ekonomi Indonesia. LQ Indonesia Lawfirm sangat prihaton sampai muncul di masyarakat tagline. "Jangan lupa bayar pajak, karena tidak semua anak pegawai pajak punya Motor gede dan mobil mewah." Timbul asumsi dan persepsi masyarakat bahwa uang bayar pajak ternyata mengalir ke kantong para oknum Petinggi pajak. Ini seharusnya menjadi wake up call betapa rusaknya penegakan hukum di Era Jokowi, dengan lemahnya KPK. 


KPK dan Kejagung yang seharusnya berani menindak dan memeriksa oknum Petinggi Pegawai pajak, justru menjadi macan ompong yang hanya banyak melakukan pencitraan. "Istilahnya NATO: No action Talk Only. Sangat menyedihkan dan miris negeri Indonesia ini. Menjadi PR bagi prmimpin megara selanjutnya untuk membenahi." Tutup Advokat Bambang Hartono, SH, MH. (*/red)

LQ Indonesia Lawfirm : Tuntutan Jaksa Pada Kasus Robot Trading Tidak Mencerminkan Nilai Keadilan

Desember 16, 2022

 


JAKARTA, BeritaKilat.Com - LQ Indonesia Lawfirm sebagai firma hukum terdepan dalam penanganan kasus Investasi Bodong mengeluarkan opini hukumnya dalam tuntutan Jaksa dalam Kasus Binomo Indra Kenz. "Tuntutan Jaksa terhadap Indra Kenz yang hanya 6 tahun penjara menimbulkan tandatanya besar, padahal korban masyarakat banyak. Bahkan Majelis hakim juga berpendapat tuntutan terlalu rendah sehingga vonis hakim 10 tahun penjara, jauh diatas tuntutan 6 tahun Jaksa. Kami menilai ada kejanggalan dalam rendahnya tuntutan jaksa dalam kasus Indra Kenz, apakah Jaksa tidak perduli korban masyarakat ataukah ada masuk angin sehingga tuntutan rendah. Sayangnya, LQ tidak ada kuasa dalam penanganan kasus Indra Kenz sehingga LQ tidak berwenang mendampingi." Ujar Kate Lim anak pendiri dan ketua LQ Indonesia Lawfirm. 


Kate Lim juga menyoroti kegagalan kejaksaan dalam kasus Donny Salamanan dimana tuntutan Jaksa justru sangat tinggi 13 tahun penjara dan jaksa meminta aset sitaan diberikan kepada korban, namun justru vonis hakim hanya 4 tahun penjara dan aset sitaan dikembalikan ke Terdakwa. "Kejaksaan dalam kasus Donny Salamanan GAGAL dalam membuktikan dakwaan TPPU dan menegakkan nilai keadilan bagi masyarakat. Para korban sangat kecewa. Sekali lagi dalam kasus Donny Salamanan, LQ Indonesia Lawfirm juga tidak ada kuasa pendampingan."


Kate menegaskan pentingnya pendampingan Lawfirm atau advokat yang berintegritas, vokal dan tidak maen dua kaki seperti LQ Indonesia Lawfirm. "Terbukti dalam kasus yang di dampingi oleh LQ Indonesia Lawfirm seperti Fahrenheit, aset dikembalikan ke para korban. Kasus Indosurya, Tersangka Henry Surya yang sempet lepas, berhasil di tangkap kembali dan disidangkan di pengadilan berkat pengawalan Advokat LQ Indonesia Lawfirm. Kasus Asuransi gagal bayar, hanya klien LQ Indonesia Lawfirm dapat aset settlement. Juga dalam kasus investasi gagal bayar lainnya dapat ganti rugi tanah di Bekasi. Korban yang ragu dan tidak mengunakan jasa lawyer justru tidak dapat apa-apa." 


LQ Indonesia Lawfirm juga menyayangkan lemahnya perlindungan konsumen oleh pemerintahan. Lembaga negara seperti OJK, LPSK dan BPSK namun tindakan mereka dalam melindungi konsumen sangat minim. "Pemerintah tidak pernah proactive memberikan perlindungan kepada konsumen yang dirugikan. Juga tidak pernah ada edukasi agar konsumen terhindar dari penipuan oknum. Korban Investasi bodong selalu berjatuhan, dengan iming-iming bunga tinggi. Seharusnya pemerintah proaktif dan tutup perusahaan yang menawarkan produk investasi yang tidak jelas. OJK punya penyidik tapi dalam kasus gagal bayar perusahaan keuangan, usaha mereka sangat minim. Hampir tidak ada penindakan, layaknya macan Ompong." Ujar Kate Lim. 


"Oleh karena itu, dihimbau agar masyarakat proaktif bertanya dan berkonsultasi dengan lawyer LQ sebelum berinvestasi dan apabila ada masalah hukum agar bisa dibantu pendampingan untuk memulihkan kerugian konsumen. LQ Indonesia Lawfirm adalah expert dalam bidang keuangan, hukum pidana dan perlindungan konsumen." ucap Kate Lim. 

LQ Indonesia Lawfirm terkenal vokal, berani dan sudah memiliki 4 cabang di Indonesia, Tangerang, Jakarta Pusat, Jakarta Barat dan Surabaya dengan kurang lebih 50 rekanan advokat yang siap melayani masyarakat. LQ dapat di hubungi di 0817-489-0999 Tangerang, 0818-0489-0999 Jakarta dan 0818-0454-4489 Surabaya. (*/Red)

Alvin Lim : Kalau Polisi Melakukan Tindak Pidana Lapornya Harus Ke Polisi, Mana Bisa !!

Agustus 16, 2022


Oleh : Dahlan Iskan

JAKARTA, BeritaKilat.Com - NAMA Alvin Lim mulai disejajarkan dengan Ahok. Sama-sama  Tionghoa. Sama-sama punya nasionalisme yang luar biasa. Setidaknya itulah komentar yang muncul di teks video ini. Yakni video yang diunggah oleh Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Galaruwa.


Misi Galaruwa jelas: membela orang miskin dan lemah. Kelihatannya ini kegiatan kemanusiaan dari kalangan gereja Kristen. Ada bagian di kelompok ini yang khusus membagi makanan bagi yang lapar. Ada lagi bagian yang memberikan bantuan hukum. Lalu ada yang khusus menjalankan misi Injil.


Di video itu Galaruwa mewawancarai Alvin Lim. Hampir satu jam. Secara daring. "Saya ini pengacara garis keras," ujar Alvin memperkenalkan diri.


Saya tidak kenal Alvin. Saya tertarik dengan topik yang ia angkat. Itu membuat saya teringat Adnan Buyung Nasution di masa mudanya. Saat si Abang –begitu teman-temannya memanggil Buyung– menjadi pendiri dan pengendali Lembaga Bantuan Hukum, LBH. Waktu itu, kalau bicara LBH, ya hanya satu itu: yang dipimpin si Abang. Beda dengan sekarang: LBH ada di mana-mana, dengan nama belakang yang berbeda-beda, dan dengan misi yang beraneka warna.


Alvin mendirikan kantor pengacara juga. Misinya sama dengan LBH di zaman si Abang. Membantu yang miskin, lemah, dan tertindas. Juga gratis. Namanya: LQ Law Firm. "Setahun saja klien saya sudah 5.000 orang lebih," ujar Alvin.


LQ Law Firm juga membuka cabang di mana-mana. Cabang kelima segera buka di Medan. Ciri khas pengacara di LQ adalah: mengenakan baju dengan desain khusus yang mencolok. Dari jauh pun sudah terlihat bahwa orang itu pengacara dari LQ.


Alvin awalnya bukan pengacara. Ia jauh dari dunia hukum. Sekolahnya ekonomi. SD-nya di Ambarawa, Jateng. Kuliahnya di Berkeley, California, yang kampusnya sekitar 1 jam dari San Francisco. Masternya di bidang perbankan. Di University of Colorado Boulder –yang kampusnya setengah jam dari Denver.


Alvin 10 tahun tinggal di Amerika. Bekerja pun di sana. Di bank. Dengan karir yang cemerlang. Jabatan terakhirnya vice president  di bank itu. Gajinya miliar untuk ukuran rupiah. Itu pengakuannya.


Ia juga mengaku tidak begitu paham dengan sistem hukum dan perilaku penegakan hukum di Indonesia. Saat kembali ke Indonesia Alvin masuk penjara. Ia dituduh mencuri anak kecil. Berumur 1 tahun. Alvin dijatuhi hukuman 6 bulan penjara.


Anak kecil itu adalah anaknya sendiri. Hasil perkawinan dengan sang istri –putri seorang pengusaha otomotif merek Honda. Ia bercerai dengan sang istri. Ia ingin merawat anak itu. Ia ambil si anak saat tidak ada ibunya.


Keluar penjara itu barulah Alvin belajar hukum. Ia kuliah di satu perguruan tinggi swasta –mungkin Anda pernah dengar namanya: STIH Gunung Jati, Tangerang. Lalu mendirikan kantor hukum itu.


Hasil pemikiran dan pengalaman hidupnya ia rumuskan secara sederhana: hukum di Indonesia itu ditentukan oleh dua hal. Yakni kekuasaan dan uang. Untuk menang dalam satu perkara, katanya, harus menggunakan kekuasaan atau uang. Atau dua-duanya.


Alvin akan melawan dua hal itu. Secara keras. Konsisten. Nyata.


Alvin mengandalkan unsur ketiga dalam memenangkan perkara: viralkan di media. Terutama di medsos. Kekuasaan dan kekayaan kini bisa dilawan dengan media baru: viral.


Itulah yang ia kerjakan. Alvin merekam apa pun saat bertemu penegak hukum. Kalau ada yang melanggar ia unggah ke medsos. Termasuk saat ada yang minta uang. Ia punya koleksi rekaman seperti itu. Ada yang minta Rp 500 juta.


Gaya bicara Alvin juga ceplas-ceplos. Marah-marah. Keras. Pakai istilah-istilah yang menyerempet kata penghinaan. Bahasanya bisa dibilang kasar bagi yang biasa halusan.


Kridonya: lawan.


Dan ia tidak mau menyogok. Klien yang mau menyogok tidak ia layani. "Kalau saya menyogok apa bedanya dengan koruptor," katanya.


Alvin pernah menerima nasihat begini: kamu kan cari uang di sini, kalau caramu seperti ini nanti kamu tidak punya teman. Dan tidak bisa dapat uang.


Alvin tidak peduli.


Alvin pun boleh dikata lebih banyak dibenci –jangan-jangan menandakan yang kotor memang lebih banyak.


Alvin diadukan oleh banyak sekali pihak. Ia pun sibuk melayani pemeriksaan polisi akibat pengaduan itu. "Sekarang ini ada lebih 20 orang yang mengadukan saya ke polisi," katanya.


Dan Alvin tidak risau.


Saya kembali ingat Buyung Nasution zaman itu. Juga ingat Munir di generasi berikutnya.


Bahkan Alvin kini lagi diadili lagi. Dengan tuduhan memalsukan surat. Tuntutannya 6 tahun penjara. Tinggal menunggu vonis hakim.


"Ini gila," katanya. "Perkara yang sudah diputuskan Mahkamah Agung, sudah inkracht, diajukan lagi ke pengadilan. Mana ada orang diadili lagi di perkara yang sama," katanya di video itu.


Alvin tidak merasa lelah. Ia mengutip beberapa ayat di Al Kitab tentang menegakkan kebenaran memang banyak tantangannya. Ia harus menjalankan misi Al Kitab itu. Tidak hanya bagi orang Kristen. Karena itu ia juga mempersoalkan penanganan peristiwa Jalan Tol Km50 yang menewaskan pengikut Habib Rizieq itu.


Alvin sendiri merasakan sedang dibenci. Waktu ditahan ia dijadikan satu dengan tahanan teroris. "Saya ditaruh di situ supaya digebuki tahanan lain," katanya. "Saya kan Tionghoa. Mereka kan Islam. Tapi tidak ada yang nggebuki saya. Mereka kelihatannya dapat instruksi dari pimpinan mereka: Alvin ini Tionghoa tapi jangan digebuki," ujarnya.


Alvin juga mengkritik habis Ferdy Sambo. "Saya tahu ia Kristen. Belakangan memang banyak Kristen yang masuk. Tapi kan banyak juga nabi palsu," katanya.


Alvin kenal Ferdy Sambo saat membela para nasabah investasi Indo Surya. "Awalnya WA saya tidak direspons. Telepon saya juga tidak diangkat. Saya kan tidak punya nama. Lalu saya viralkan soal keistimewaan perlakuan terhadap bos Indo Surya. Baru saya dihubungi," katanya.


Alvin mengeluhkan sistem hukum kita. "Kalau kita melihat seorang polisi melakukan tindak pidana, lapornya harus ke polisi juga. Mana bisa," katanya.


Saya ingin menghubungi Alvin Lim. Belum bisa. Belum mendapat nomor kontaknya. Ia merasa begitu banyak tahu soal Ferdy Sambo. Dengan segala jabatan khususnya. Dan yang terjadi di balik jabatan itu.


Mungkin ia belum tahu kalau Satgassus sudah dibubarkan oleh Kapolri. Jangan-jangan ia juga belum tahu kalau Ferdy Sambo sudah dijadikan tersangka. Dengan begitu banyak polisi yang bersamanya. Dan Sambo sudah mengakui semua perbuatannya. (*)

Catatan Alvin Lim : 77 Tahun Indonesia Merdeka Namun Mental dan Prilaku Koruptif Masih Terjajah

Agustus 13, 2022

 


JAKARTA, BeritaKilat.com - Tidak dapat dipungkiri bahwa Indonesia makin hari, makin rentan praktek korupsi, gratifikasi bahkan aparat penegak hukum di siang bolong berani terang-terangan minta uang kepada masyarakat. Pemerintahan Indonesia bukannya menindak korupsi, malahan diduga memperlemah KPK dengan menjadikan KPK sebagai Mabes Polri cabang Kuningan. Advokat Alvin Lim, SH, MH, BSc, MSc, CFP, CLA dengan vokal meneriakkan "Selama ketua KPK dari kepolisian tidak akan pernah ada OTT di kepolisian padahal setiap hari disiang bolong Oknum Polri meminta dan memeras masyarakat. Bukti rekaman LQ posting di Youtube channel dimana pencari keadilan di peras 500 juta untuk Sp3 oleh oknum Polda metro jaya, dan oknum Polres Jaktim minta uang untuk RJ. Lapor Propam juga percuma, puluhan Laporan Propam LQ hanya 1 yang ditindaklanjuti, itupun kasus 500 juta yang viral. Indonesia semakin terpuruk dalam jurang koruptif, dan Oknum Kepolisian berada di ujung tombak mengeruk uang-uang haram baik dari bandar judi maupun pihak berperkara. Masyarakat curiga polisi melindungi Pelaku Investasi bodong, karena kasus Investasi bodong mandek di Polda Metro Jaya seperti kasus Mahkota, OSO Sekuritas, Minnapadi, Narada. Kapolda Metro Jaya menolak menemui para korban Investasi bodong, namun gencar pencitraan peluk-peluk dan ciuman dengan Ferdy Sambo. Sungguh miris dan membuat hati masyarakat pencari keadilan kecewa." 


Alvin lim selaku ketua pengurus LQ Indonesia Lawfirm mengaku kawatir dengan super power Institusi Polri, hampir di tiap institusi pemerintah di pegang oleh Orang kepolisian: KPK oleh Irjen Pol Firly, BNPT oleh Irjen Pol Ronny Sompie, BNN oleh Komjen Pol Budi Gunawan, Kemendagri oleh Jend PolTito Karnavian, dan banyak instansi lainnya. "Berkaca dari kasus Ferdy Sambo, dimana pada awalnya, Fadil Imran memeluk Ferdy Sambo menunjukkan support tanpa terlebih dahulu memeriksa kebenaran perkara, kapolres Jaksel dan wadir krimum PMJ terseret dugaan rekayasa penyidikan. Disini bisa dilihat bagaimana bahayanya ketika 1 korsa, memegang semua lini pemerintahan, jika pimpinan kepolisian buruk, maka konsekuensinya seluruh lini pemerintah yang dipegang akan ikut busuk pula. Pemberian kewenangan dan kekuasaan yang berlebihan akan menimbulkan kesewenangan yang koruptif." 


Berkaca dari kasus Ferdy Sambo dimana terbukti ada rekayasa penyidikan, maka Alvin Lim meminta agar pemerintah mrmbentuk tim khusus untuk mengusut ulang kasus KM50 dan Kebakaran di Kejagung. 

"Kuat dugaan rekayasa yang kental karena kedua kasus itu memiliki ciri khas dan digital foodprint yang serupa dengan kasus Ferdy Sambo. Tim yang sama, serta kejanggalan yang sama seperti hilangnya CCTV dan luka tembak yang tidak sesuai keterangan. Apalagi kasus kebakaran gedung kejagung, yang diduga melibatkan oknum petinggi kejaksaan agung, disinilah dimana Oknum Kejagung "berhutang budi" kepada oknum Kepolisian. Sehingga nantinya para oknum penjahat berseragam akan bekerja sama yang pada akhirnya akan merusak pemerintahan dan merugikan masyarakat Indonesia. 


Sebagai Advokat yang tak ada urat takut, Alvin Lim menegaskan penegakkan hukum tidak boleh dikotori oleh politik dan konflik kepentingan tertentu. "Jika aparat penegak hukum, menembak warga negara Indonesia yang sudah menyerah, secara semena-mena, maka tidak ada bedanya Polisi dengan penjahat/pembunuh yang melanggar hukum. Tidak boleh aparat menegakkan hukum dengan cara yang melawan hukum. DPR harus adil, wajib di buat aturan yang memberikan sanksi pidana, bagi Aparat penegak hukum seperti polisi, jaksa dan hakim yang dengan sengaja melanggar aturan Pidana Formiil/acara pidana. Dengan adanya legalitas hukum, maka Aparat penegak hukum tidak akan semena-mena dalam menegakkan hukum. Permasalahan sering terjadi adalah rekayasa kasus dan proses penyidikan yang melanggar hukum, sehingga masyarakat dirugikan. Saat ini belum ada dasar hukum yang mempidanakan, aparat penegak hukum yang mrlanggar hukum acara/formiil." 


Melihat penuhnya penjara, Alvin Lim tidak heran, karena penjara menjadi tempat orang yang berbeda pandangan politik, agama dan penjara bagi orang "sakit" yang tercandu narkoba yang seharusnya masuk rehabilitasi  namun karena Oknum APH mau cari omset  makanya pecandu narkoba di pidana bukan di rehabilitasi. "Kurang lebih 75% isi penjara adalah pecandu narkoba, dimana dalam penjara, mereka malah bebas pake narkoba dan dugem di malam hari dan makin tercandu." 


"Pemerintah tahu, namun minim yang dilakukan, pemerintah Jokowi Fokus mengembangkan Infrastruktur dengan hutang, tanpa sadar resiko berhutang adalah secara perlahan membunuh ekonomi Indonesia. Apalagi ketidakpastian hukum, menjadi kendala bagi masuknya dana dan investasi asing. Semua ini akibat perilaku dan sistem Indonesia yang koruptif. Walau 77 tahun Indonesia merdeka dari jajahan bangsa asing, namun Indonesia masih terjajah perilaku koruptif." Tutup Alvin Lim dengan sedih. (*/Red)

Oknum Hiperseks Masrio Dinilai Berjaya Kendalikan Oligarki Hukum di Lampung Timur

Juli 07, 2022

 


Jakarta, BeritaKilat.Com - Sinyalemen Ketua Komite I DPD RI, Senator Fachrul Razi, S.I.P., M.I.P., tentang peran oligarki hukum di Lampung Timur dalam kasus kriminalisasi wartawan mulai menemukan kebenarannya. Parahnya, oligarki hukum yang melibatkan institusi Polres, Kejari, dan Pengadilan Negeri di kabupaten yang terkenal dengan Taman Nasional Way Kambas-nya itu ternyata bisa dikendalikan oleh seorang oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua bermental bandit dan hiperseks, bernama Masrio.

Oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua yang bergelar Rajo Puting Ratu itu dinilai sangat piawai dan berhasil mengatur ketiga institusi itu melalui oknum-oknum aparat oportunis untuk mewujudkan hasrat bejatnya, memenjarakan para wartawan. "Bayangkan saja, sekali mendayung, oknum peselingkuh yang hiperseks itu dapat memenjarakan 4 orang wartawan sekaligus. Tidak main-main, salah satu dari keempat wartawan itu adalah tokoh pers nasional dan pemimpin sebuah organisasi pers internasional, PPWI," ujar seorang warga Lampung Timur yang minta namanya disamarkan, Rabu, 6 Juli 2022.

Warga Lampung Timur, sebut saja namanya Budi Ulung, ini menyatakan keheranannya atas vonis hakim PN Sukadana yang di luar akal sehat manusia normal. "Mengherankan saja bagi saya, hanya merobohkan papan bunga yang isi tulisannya melecehkan wartawan dan layak dirobohkan, Wilson Lalengke bisa dihukum 9 bulan penjara. Logika hukum setan iblis saja tidak separah itu menghukum manusia," ujar Budi Ulung yang mengaku tinggal di Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung.

Dalam pernyataan persnya beberapa waktu lalu, Fachrul Razi mengatakan bahwa oligarki lokal telah melahirkan tatanan pelaksanaan sistem hukum di Lampung Timur yang buruk. Senator asal Aceh itu menyitir fakta penanganan hukum atas kasus Peristiwa Sebelas Maret 2022 atau dikenal dengan nama PERSEMAR-22 yang melibatkan Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, yang sangat kental dengan kepentingan non-hukum dari pihak tertentu.

Hal tersebut diperkuat dengan ditemukannya tidak kurang dari 71 kejanggalan, ketidaksesuaian, dan kebohongan keterangan saksi-saksi dan ahli dalam dokumen BAP yang dijadikan dasar penangkapan dan penahanan Wilson Lalengke dan dua rekannya, Edi Suryadi dan Sunarso. "Belum lagi soal penyidik siluman, polisi hello-kity, serta pemalsuan dokumen dan tanda tangan di berkas sumpah beberapa saksi," ujar Danny Siagian, Ketua II DPN PPWI yang saat ini menjalankan fungsi sebagai Ketua Harian Kepengurusan PPWI Nasional.

Ketua Tim Penasehat Hukum Wilson Lalengke, Advokat Ujang Kosasih, S.H. juga mempertanyakan pertimbangan Majelis Hakim PN Sukadana yang terkesan sesuka hati dalam memutuskan perkara. "Argumentasi hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim dalam memutuskan perkara Pasal 170 ayat (1) KUHPidana terkesan menyederhanakan masalah, tanpa menyentuh esensi persoalan hukum yang sebenarnya dari kasus tersebut," terang Ujang Kosasih, kepada media ini, Rabu, 6 Juli 2022.

Dalam salinan putusannya, sambung Ujang Kosasih, Majelis Hakim beralasan bahwa unsur tindak pidana Pasal 170 KUHPidana tentang kekerasan terhadap orang dan barang, sudah terpenuhi. "Argumentasi hakim hanya tentang dua unsur pidana, yakni 'barang siapa' dan 'dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang'. Padahal unsur pidana yang harus terpenuhi dalam Pasal 170 KUHPidana itu harus mencakup niat batin pelaku. Salah satu unsur yang dipersyaratkan dalam Pasal 170 itu adalah terganggunya kepentingan umum dan lebih spesifik lagi terganggunya sistem pemerintahan. Pada kasus ini tidak ada niat jahat klien kami untuk mengganggu kepentingan umum, apalagi mengganggu pemerintahan yang sah. Di negara Belanda, negeri asalnya Pasal 170 KUHPidana itu, pasal ini hanya digunakan untuk memproses para demonstran yang merusak fasilitas umum dan mengganggu ketertiban umum," beber advokat dari Baduy, Banten, ini panjang lebar.

Dari sisi kerusakan barang, kata Ujang Kosasih lagi, faktanya semua papan bunga itu masih utuh, tidak rusak, dan masih didirikan kembali. "Jadi, kesimpulan kami para PH, Majelis Hakim tidak fair dalam menilai fakta-fakta persidangan dalam kasus ini. Itulah sesungguhnya yang dimaksudkan oleh Menkopolhukam, Prof. Mahfud MD, tentang industri hukum. Kasus vonis 9 bulan untuk klien kami, Wilson Lalengke, adalah contoh industri hukum yang sangat buruk yang dilakukan dan dikendalikan oleh kepentingan tertentu," tegas Ujang Kosasih.

Sementara itu dari Rutan Polda Lampung, Wilson Lalengke, menyampaikan bahwa dirinya tidak terkejut dengan putusan hakim. Alasannya, dia sudah tahu sejak awal bahwa hakim pasti akan berupaya melakukan yang terbaik untuk sang pemesan dan pengendali kasus ini.

Dari proses penangkapan, demikian Wilson Lalengke, penahanan, pemindahan penahanan dari Polres Lampung Timur ke Rutan Polda Lampung, restorative justice yang gagal, persidangan-persidangan yang dikendalikan ketua majelis hakim secara sangat otoriter, penolakan penangguhan penahanan oleh hakim, pelarangan liputan wartawan di persidangan, adanya ancaman hakim terhadap wartawan dan media massa, dan pembelaan hakim terhadap saksi verbalisan dari penyidik Polres Lampung Timur, semuanya itu mengindikasikan bahwa hakim diduga kuat telah dibeli oleh oknum tertentu. Menurut Wilson Lalengke, oknumnya cukup banyak, antara lain oknum PWI, oknum Dewan pers Pecundang, oknum Polda Lampung, dan oknum polisi bejat yang selama ini dendam terhadap sepak-terjang PPWI bersama jaringan medianya.

"Dari beberapa informasi yang masuk ke saya, yang paling mungkin mengatur semua ini adalah oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua bermental mesum hiperseks Masrio yang bergelar Rajo Puting Ratu itu. Dia ngent*t sana-sini, istrinya mengadu ke wartawan Muhammad Indra, diberitakan, eh dia menyuap wartawan. Parahnya, Polres Lampung Timur putar-balik fakta, katanya wartawan memeras Masrio. Selanjutnya Kejari Lampung Timur aminkan, hakim vonis wartawan satu tahun. Sempurna sudah oknum hiperseks Masrio itu mengendalikan ketiga institusi tersebut melalui oknum-oknum aparatnya yang nir-moral," tutur lulusan pasca sarjana bidang Etika Terapan dari Universitas Utrecht, Belanda, dan Universitas Linkoping, Swedia, itu melalui Sekretariat PPWI Nasional, Rabu, 6 Juli 2022.

Mau bukti? Salah satu fakta adalah pernyataan oknum penyimbang adat Buay Beliuk Negeri Tua bernama Azzohirry, mantan ketua PWI Lampung Timur dua periode, yang mengaku bahwa dia kirim 300 nasi kotak ke Polres Lampung Timur pada acara press conference Kapolres pada hari Senin, 14 Maret 2022 lalu. "Belum terhitung uang saku para wartawan yang hadir meliput acara tersebut. Media Tribun TV yang menyiarkan acara itu secara live beberapa hari, dibayar berapa mereka itu? Siapa yang menyediakan dananya?

"Dari informasi rekan-rekan media di Lampung Timur, yang bersangkutan sampai jual tanah untuk membiayai saya dan kawan-kawan masuk penjara. Pertanyaannya, siapa-siapa yang dibayar oleh oknum itu? Ini harus ditelisik pihak terkait. Institusi pengawas instansi-instansi pelaksana hukum jangan berpangku tangan saja, harus proaktif menyelidiki hal ini. Wartawan sudah beri sinyalemen terkait kemungkinan adanya jual-beli kasus di Polres Lampung Timur, Kejari Lampung Timur, dan Pengadilan Negeri Sukadana," tambah Wilson Lalengke tanpa merinci sumber informasi yang diterimanya.

Contoh sederhana, kata alumni program persahabatan Indonesia Jepang Abad-21 itu, penitipan dirinya bersama dua rekannya di Rutan Polda Lampung adalah hal yang aneh. "Tapi dengan uang semua bisa jadi sesuatu yang lumrah. Emang kalian pikir kami bertiga dititipkan di Rutan Polda Lampung tidak pakai duit? Sekarang pertanyaannya duit siapa yang dipakai dan kepada siapa uang itu dibayarkan?" ungkap Wilson Lalengke mempertanyakan fenomena aneh ini. (TIM/Red)

Catatan Ramadan dan Lebaran dari Penjara

Mei 11, 2022

 


Oleh : Wilson Lalengke

Bandar Lampung, BeritaKilat.Com – Bulan Ramadan 1443 H (tahun 2022 Masehi-red) baru saja berlalu. Selama sebulan penuh kaum muslimin dan muslimat di seluruh dunia menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan tersebut. Setelah itu, Ramadan diakhiri dengan Idulfitri 1 Syawal 1443 H, yang dirayakan secara amat meriah di mana-mana.

Saya beruntung, pada tahun ini diberi kesempatan melewati dan menjalani saat-saat Ramadan dan berlebaran bersama puluhan penghuni Rumah Tahanan Negara (Rutan) Mapolda Lampung. Ramadan dan lebaran di penjara merupakan sesuatu yang unik, berbeda dengan suasana yang dialami oleh masyarakat kebanyakan di luar sana. 

Menjalankan ibadah puasa di penjara relatif lebih mudah, lebih nyaman dan aman, serta jauh berbagai gangguan maupun godaan yang dapat membatalkan ibadah puasa. Semua warga tahanan yang notabene berasal dari berbagai latar belakang agama, suku, daerah dan budaya “diwajibkan” untuk bangun makan sahur. Pembagian ransum (makanan-red) hanya dilakukan pada jam sahur dan saat menjelang berbuka puasa. Hal ini tentunya menciptakan suasana puasa terasa lebih khusuk dan nyaman bagi setiap tahanan, khususnya yang beragama Islam. 

Namun demikian, tidak dipungkiri ada saja warga tahanan yang bandel. Melalui aplikasi gojek dan go-food mereka memesan makanan dari luar atau restoran di luar Mapolda. Suatu hari, di minggu ke-3 Ramadan, tiga orang polisi yang sedang menjalani hukuman disiplin dan ditahan di Rutan Mapolda Lampung ini, memesan makanan di siang hari. 

Karena kebingungan di Komplek Mapolda yang cukup luas, driver go-food yang mengantarkan makanan tersesat (nyasar) masuk ke Gedung Propam Polda Lampung. Alhasil, seorang petugas Provost mengantarkan sang driver ke Gedung Rutan. Setiba di Rutan, sang Provost yang berbadan tinggi-besar itu memanggil ketiga polisi bandel pemesan makanan dan menghukum ketiganya. Sejak itu, semua berjalan aman dan terkendali.

Suasana kekeluargaan antar penghuni Rutan sangat kental. Hampir seluruh tahanan yang berjumlah 30-an orang di belasan kamar/sel yang ada di blok tempat saya ditahan, saling mengenal satu dengan lainnya. Selama Ramadan, seperti juga hari-hari lainnya, mereka saling berbagi makanan berbuka.

Selasa dan Jumat merupakan hari spesial yang selalu dibanjiri makanan berbuka. Pada kedua hari tersebut banyak keluarga tahanan datang membezuk. Kedatangan mereka ke Rutan tentu saja dilengkapi dengan membawa bekal makanan, minuman dan kebutuhan lainnya. Makanan bawaan para pem-bezuk itu, oleh yang di-bezuk, hampir pasti akan dibagikan ke tahanan lainnya. Suasana ini sungguh merupakan hal yang indah bagi saya selama di tahanan.

Lebaran 1 Syawal 1443 H, atau bertepatan dengan tanggal 2 Mei 2022 Masehi, tiba! Seperti hari-hari sebelumnya, seluruh penghuni rutan sudah bangun menjelang sholat Subuh. Seorang Polisi Baik, yang tengah menjalani hukuman akibat dikriminalisasi terkait illegal logging yang melibatkan oknum petinggi Polri, Polhut, dan TNI, bersama kami di Rutan ini, bermurah hati memesan nasi uduk untuk makan pagi semua penghuni Rutan. Alasannya sederhana. Selain untuk bersedekah, sang Polisi Baik itu tidak ingin melihat para tahanan kebingungan saat bangun subuh/pagi tidak mendapatkan makan pagi sebagaimana biasanya mendapat ransum untuk makan sahur.

Sholat Id dilaksanakan di koridor tengah ruang tahanan, Semua pintu kamar/sel dibuka agar seluruh tahanan dapat keluar sel dan berbaur menyatu di koridor tengah untuk mengikuti sholat Id. Sholat Idulfitri berlangsung dengan lancar dan hikmad dipimpin oleh seorang ustad, yang juga merupakan warga tahanan atas sangkaan pidana kasus narkoba.

Hal menarik lain dari Ramadan dan lebaran di Rutan Mapolda Lampung ini antara lain terkait pola pikir yang terbentuk di kalangan warga tahanan. Kesadaran setiap tahanan sebagai orang yang dipersalahkan dan tersalahkan membuat mereka mengerti benar tentang arti “saling memaafkan” dan pertobatan di hari raya Idulfitri. Setiap mereka tahu jenis dan bentuk kesalahan yang telah diperbuat, yang untuk itu perlu meminta maaf dan bertobat. 

Hal demikian biasanya sulit dijumpai pada mereka yang merayakan Idulfitri pada kondisi normal. Warga di luar sana juga saling bersilaturahmi dan bersalam-salaman saling memaafkan. Namun umumnya mereka tidak tahu tentang kesalahan dan/atau dosa apa yang telah dilakukan untuk kemudian perlu meminta dan/atau memberi maaf.

Kalimat ‘tidak ada gading yang retak, tidak ada manusia yang tak pernah melakukan kesalahan’ menjadi tema sentral di hampir setiap pesan agama yang dikhotbahkan. Tema tersebut cukup efektif dalam menumbuhkan kesadaran bermaaf-maafan dan membina pertobatan yang hakiki di antara para ‘tersalahkan’ atau para ‘pendosa’ di Rutan ini. Tema itu sekaligus menjadi penjaga semangat bagi para tahanan untuk tetap menghargai nilai hidup dan kehidupan yang dikaruniakan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa bagi mereka. 

Waktu yang berlimpah selama di tahanan memberi ruang yang amat luas bagi setiap penghuni Rutan untuk melakukan berbagai aktivitas keagamaan. Setiap warga dapat mengisi pundi-pundi pahala dengan melaksanakan ibadah-ibadah wajib dan sunah sebanyak mungkin. Berhubung tidak ada kegiatan lain selain makan, tidur, mandi, dan (maaf) buang hajat, lebih baik waktu yang ada digunakan semaksimal mungkin untuk beribadah, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri. (*/Red)

*) Penulis Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI)

Dewan Pers Jangan Coba-coba Kerdilkan Kemerdekaan Pers

Maret 29, 2022

 


Foto: Danny PH Siagian, SE., MM, Ketua II DPN PPWI

JAKARTA, BeritaKilat.Com - Makin seringnya Dewan Pers mempertontonkan arogansi dan diskriminasi terhadap puluhan Organisasi Media, ratusan Media, dan ribuan Insan Pers, justru cenderung mengkerdilkan kemerdekaan pers itu sendiri. 


Terkait perilaku arogansi dan diskriminasi Dewan Pers tersebut, Ketua II Dewan Pengurus Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPN PPWI), Danny PH Siagian, SE., MM mengatakan, jangan coba-coba kerdilkan kemerdekaan pers. 


"Dewan Pers jangan coba-coba kerdilkan kemerdekaan Pers. Itu justru kontraproduktif dengan perintah UU Pers No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, " ujar Danny Siagian kepada beberapa media di Jakarta Timur, Selasa (29/03/2022). 


Menurut Danny Siagian, fungsi Dewan Pers itu salah satunya adalah mengembangkan kemerdekaan Pers. 


"Di Pasal 15 ayat (1) UU Pers jelas dikatakan, “Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers Nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen”. Jadi, bukan justru mengkerdilkan atau menciutkan dan bahkan mengebiri kemerdekaan Pers di Indonesia, " tandasnya.


Sebab itu, lanjut Danny, Dewan Pers harus menunjukkan perannya dalam pengembangan kemerdekaan Pers. 


"Mana kinerja Dewan Pers yang menunjukkan kemerdekaan Pers yang Independen? Mereka itu digaji Negara. Habis-habisin uang Negara aja. Nggak tau apa hasilnya, " bebernya. 


Lebih jauh, Danny Siagian yang pernah sebagai Nara Sumber di beberapa Pelatihan Jurnalistik di Mabes TNI, Mako Paspampres dan Mabes Polri ini mengatakan, adanya ketentuan Dewan Pers yang mendiskriminasi media dan wartawan terverifikasi atau tidak, itu justru menyalahi aturan. 


"Darimana hak Dewan Pers mendiskriminasi media dan para wartawan dengan terverifikasi atau tidak? Itu justru menyalahi aturan, " sengitnya. 


Dijelaskan Danny yang juga Dosen di Jakarta ini, media itu memiliki Akte Pendirian Badan Hukum dari Notaris, dan Surat Keputusan Pendiriannya dari KemenhukHAM. Sedangkan wartawan, tunduk terhadap perusahaan medianya, Kode Etik Jurnalistik, serta Organisasinya. 


Jadi, sambung Danny, Dewan Pers jangan arogan dan diskriminatif, apalagi sering melakukan klaim yang bukan tupoksinya. 


"Jangan arogan dan diskriminatiflah. Media dan wartawan punya dasar keberadaannya masing-masing. Dewan Pers harus mencabut aturan soal verifikasi yang telah membuat gaduh jagad Pers di Negara ini, " pungkasnya.


Sementara itu, Kamis (24/03/2022) lalu, ratusan insan Pers dari berbagai media, organisasi kewartawanan dan perusahaan Pers yang tergabung dalam Koalisi Wartawan Indonesia Bersatoe menggelar aksi Intelektual dan berwawasan, di dua titik. Satu titik di depan Gedung Dewan Pers dan satu lagi ke Mabes Polri.


Tuntutan yang digaungkan oleh Koalisi Wartawan Indonesia Bersatu dipicu pernyataan Ketua Dewan Kehormatan PWI Lampung yang juga mengaku Ahli Pers Dewan Pers, serta Hendry Ch Bangun, Wakil Ketua Dewan Pers, yang dianggap mengaburkan kejelasan UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.


“Kami menuntut pertanggungjawaban Dewan Pers, yang kami anggap telah menyimpang dari amanah UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers,“ kata Munif, aktifis Pers Jawa Timur pasca orasinya di depan gedung Dewan Pers.


Adapun tuntutan Koalisi Wartawan Indonesia Bersatoe terdiri dari 4 (empat) butir yaitu:

1. Pidanakan Iskandar Zulkarnain Ketua Dewan Kehormatan PWI Lampung yang juga mengaku Ahli Pers Dewan Pers atas ucapannya yang viral telah melakukan pengaburan Konstitusi dari UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, sehingga menimbulkan provokasi serta kegaduhan dan mematik kemarahan insan pers Indonesia;

2. Menghapus aturan verifikasi media dan UKW Dewan Pers yang telah jelas keluar dari konstitusi amanah UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers;

3. Singkirkan para oknum pengurus Dewan Pers yang tak sejalan dengan Visi dan Misi dibentuknya Dewan Pers Independen.

4. Cabut SK Presiden, serta Nota Kesepahaman TNI/Polri, Pemerintah dengan Dewan Pers.


Kendati heboh aksi damai Koalisi Wartawan Indonesia Bersatu, namun dari pihak Dewan Pers tidak ada yang menemui mereka saat di depan Gedung Dewan Pers. Aksi dilanjutkan ke Mabes Polri, dan pihak Mabes Polri menerima beberapa perwakilan untuk mediasi. (*/Red)

Bukan Konstituen Meski Laksanakan UU Pokok Pers, Segala Cara Dihalalkan Dewan Pers Demi Tumbangnya Organisasi Pers Dan Media

Maret 25, 2022

 

TANGERANG, BeritaKilat.Com – Beberapa pekan ini ramai diberitakan diberbagai media yang inti beritanya tentang penangkapan Ketua Umum Organisasi Pers "Persatuan Pewarta Warga Indonesia" (PPWI) oleh Polres Lampung Timur dan Polda Lampung.

Dari pemberitaan yang beredar serta fakta lapangan, disebutkan bahwa kedatangan Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, dalam rangka menjenguk salah satu anggota PPWI yaitu seorang Pimpinan Redaksi Media Online serta menanyakan langsung kepada Kapolres Lampung Timur tentang proses perkara tersebut.

Setelah Ketum PPWI menunggu lama diruang tunggu Polres Lampung Timur tak kunjung juga ditemui oleh Kapolres sehingga terjadi perdebatan kecil antara Ketum PPWI dengan Kasat Reskrim Polres Lampung Timur dan beberapa anggotanya. 

Kesal kedatangan baiknya tak ditanggapi dengan baik, Ketum PPWI keluar Polres dan mendapati adanya karangan bunga terpampang berdiri di depan kantor Polres Lampung Timur dari yang mengatasnamakan adat dengan tulisan beruoa ucapan selamat untuk kepolisian karena telah berhasil menangkap oknum wartawan pemeras.

Mendapati hal itu, ketum PPWI merobohkan papan karangan bunga tersebut yang tak lama kemudian diberdirikan kembali oleh anghota kepolisian tanpa ada kerusakan apapun.

Sebelumnya, kedatangan ketum PPWI ke Polres Lampung Timur itu karena menganggap penangkapan salah satu anggota oleh pihak kepolisian polres lampung timur diluar prosedur. 

Hanya karena persoalan sepele yaitu merobohkan papan karangan bunga yang langsung diberdirikan kembali oleh anggota kepolisian tanpa ada kerusakan sedikitpun, Ketum PPWI, Wilson Lalengke, Spd, Msc, MA ditangkap dengan proses penangkapan layaknya seorang teroris berbahaya dengan tangan diborgol dan dikawal oleh gabungan anggota kepolisian dari Polda Lampung dan Polres Lampung Timur, serta mendapatkan hujatan , cacian, makian, atas dasar adanya laporan polisi yang dibuat oleh orang yang memberikan papan karangan bunga tersebut.

Tak hanya itu, Ketum PPWI Wilson Lalengke yang merupakan tokoh Nasional , alumni Lemhanas RI, seorang Pimpinan Redaksi dan dikenal karena gerakannya yang selalu membela kebenaran dari setiap orang yang mengganggu kemerdekaan pers serta mengkriminalisasi para pekerja pers ini langsung dilakukan penahanan dan dipercepat proses hukumnya agar bisa langsung dilimpahkan kepada pihak kejaksaan, ada apa dibalik ini semua?

Dewan Pers yang seharusnya mengayomi para pekerja pers justru seringkali bolak balik ke Polda Lampung terutama sekali ke Polres Lampung Timur untuk memberikan dukungannya kepada pihak Kepolisian yang telah menangkap dan memproses hukum ketua umum PPWI beserta beberapa anggotanya itu. 

Seringkali terjadi kriminalisasi terhadap para pekerja pers dan seringkali arahan dewan pers kepada pihak kepolisian untuk diproses hukum bagi para jurnalis , media maupun organisasi pers yang bukan konstituen dewan pers.

Pada perkara ketum PPWI ini bahkan terlihat sekali kegembiraan Dewan Pers serta untuk memperkuat dukungan Dewan Pers berbicara sembarangan yang jelas-jelas mengangkangi Undang Undang Pokok Pers itu sendiri apalagi yang berbicara adalah seorang yang dijuluki ahli pers dewan pers yang mengatakan bahwa PPWI bukan Organisasi Pers karena bukan Konstituen Dewan Pers dan wartawan yang belum Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang dilaksanakan dewan pers maupun konstituennya bukanlah seorang wartawan.

Dalam undang undang pokok pers nomor 40 tahun 1999 itu sendiri, verifikasi media maupun UKW bukanlah termasuk Produk dari UU Pokok Pers.

Ucapan yang sembarangan ini jelas dapat diduga merupakan penghalalan segala cara oleh dewan pers untuk mematikan wartawan, media dan organisasi pers yang bukan merupakan konstituen dewan pers 

Atas hal ini, Kamis 24/03/2022, persatuan jurnalis, media dan organisasi pers lakukan aksi demo di depan kantor dewan pers, anehnya tidak ada satupun dari oengurus dewan pers yang keluar untuk menemui para pendemo yang sejatinya merupakan para jurnalis, setelah ada kesempatan perwakilan pendemo diperbolehkan masuk ke gedung dewan pers, yang menemui hanyalan oara ASN Kominfo yang ditugaskan di dewan pers, kemana para pengurus dewan pers yang katanya ahli ahli dibidang pers ini???, Kenapa tak berani beradu pendapat???.. 

Para pendemo sendiri akhirnya melanjutkan demo damai ke Mabes Polri dan sedikit terobati atas jawaban dari pihak Mabes Polri dalam hal ini Kasubag Yanduan yang mengatakan bahwa pihaknya baru mengetahui bahwa UKW dan Verifikasi media bukanlah Produk Undang Undang Pokok Pers Nomor 40 tahun 1999 dan menyesali atas terjadinya penangkapan ketua umum PPWI serta akan segera menindak lanjutinya

"Inilah yang menjadi tanda tanya besar, ada apa dibalik penangkapan ketua umum PPWI yang begitu cepat bahkan diperlakukan bagaikan seorang teroris, ada apa pula dengan dewan pers yang sepertinya senang dengan ditangkap dan diproses hukumnya ketum kami dengan bolak balik ke polres lamptim untuk memberikan dukungan kepada pihak kepolisian, sudah terlihat dari dulu kesewenang wenangan dewan pers dalam membuat aturan dan sentimen yang teramat sangat dewan oers kepada seluruh organisasi pers, media dan wartawan yang bukan konstituennya, sepertinya segala cara dihalalkan dewan pers demi tumbangnya mereka yang bukan konstituennya dewan pers" ujar Advokat Teuku Luqmanul Hakim, SE, SH, MH, yang merupakan salah satu anggota tim Penasehat Hukum DPN PPWI (*/Red)

Surat Terbuka untuk Komisi Yudisial

Maret 10, 2022


Manado – Pertama, saya Stanly Monoarfa bersama keluarga mengucapkan terima kasih kepada Komisi Yudisial yang sudah mau menerima aduan dan atau laporan saya, yang saat ini sedang ditindak-lanjuti oleh para Komisioner Yang Mulia. Pengaduan saya pada intinya berkaitan dengan keadaan saya dan keluarga yang selama ini tidak mendapatkan keadilan sesuai dengan hukum yang berlaku di negara kita tercinta, khususnya berkaitan dengan hasil putusan majelis hakim PN Manado baru-baru ini atas perkara saya sebagai korban fitnahan dengan nomor perkara: 152/Pid.Sus/2021/PN.Mnd.


Sebagai korban fitnah yang dilakukan oleh pelaku, saat ini secara jujur saya yang bekerja sebagai dosen Bahasa Jepang di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sam Ratulangi (FIB Unstrat) Manado mengalami tekanan, diskriminasi, dan intimidasi yang luar biasa. Bahkan, hak-hak saya dan keluarga tidak diberikan sebagaimana mestinya. Dengan adanya putusan bebas terhadap terdakwa yang merupakan sesama kolega dosen di FIB Unstrat, saat ini di tempat kerja saya dianggap tidak becus dan tidak pantas menjadi dosen PNS. Institusi dan teman-teman kerja percaya mentah-mentah fitnahan atau tuduhan terdakwa terhadap saya. Saya dianggap tukang tipu dan telah memalsukan dokumen-dokumen yang saya hasilkan sebagai pengajar/dosen.


Tuduhan yang bersifat fitnahan dari pelaku yang saya laporkan dan menjadi terdakwa di PN Manado (Mariam L. M. Pandean – red) dianggap benar hanya karena hakim memutus bebas terdakwa tersebut. Walaupun saat ini Kejaksaan Negeri Manado yang menangani kasus saya ini mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan majelis hakim yang dinilai tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan, namun pimpinan dan kolega kerja di FIB Unstrat telah memvonis saya sebagaimana saya sebutkan di atas tadi.


Putusan majelis hakim yang tidak adil tersebut sangat berdampak pada karir, prestasi dan hak-hak saya di tempat kerja. Sejak kasus fitnahan kolega saya itu dilaporkan ke aparat penegak hukum, saya dikucilkan dan dianggap suka mempermainkan dokumen untuk menipu negara sebagaimana fitnahan terdakwa yang tidak dapat dibuktikan di persidangan.


Saya benar-benar tidak berdaya menghadapi perlakuan diskriminatif di tempat kerja. Terutama karena para pimpinan, baik FIB Unstrat (Ketua Jurusan dan Dekan – red) maupun di tingkat Universitas Sam Ratulangi (Pembantu Rektor dan Rektor – red), terkesan memback-up pelaku fitnahan terhadap saya. Hak-hak saya dirampas. Bahkan tunjangan kinerja dosen yang disediakan negara untuk saya dan keluarga tidak diberikan sejak semester ganjil 2020 (sudah 4 semester – red).


Kondisi ini secara langsung berdampak kepada karir, prestasi kerja, dan kesempatan-kesempatan dalam mendapatkan hak-hak saya sebagai dosen dan Pegawai Negeri Sipil. Saya tidak bisa naik pangkat. Saya tidak bisa berprestasi. Kesempatan melakukan kerja-kerja akademik terkendala. Apalagi kesempatan saya menjadi pimpinan di tempat tugas, juga dihambat. Bahkan, di semester genap 2022 ini pimpinan FIB Ustrat tidak memberikan jam mengajar kepada saya, dan ini merupakan semester yang keempat saya tidak diberikan hak mengajar sesuai penugasan negara kepada saya sebagai Dosen Bahasa Jepang di FIB Unstrat.


Padahal saya sudah bekerja untuk negara dengan baik dan benar. Saya tidak pernah melakukan pelanggaran sebagaimana dituduhkan/difitnahkan kepada saya oleh pelaku/terdakwa. Saya pernah meminta kepada Pimpinan FIB Unstrat agar menindak saya secara hukum dan membuktikan di depan hukum bahwa benar saya telah memalsukan dokumen dan/atau menggunakan dokumen berkali-kali yang membuat negara dirugikan. Saya siap dihukum. Jangankan dipenjara, dihukum mati sekalipun saya siap jika tuduhan tersebut bisa dibuktikan oleh terdakwa dan dekan.


Yang Mulia Para Komisioner Komisi Yudisial…


Saya mengadu ke Komisi Yudisial bukan untuk mengemis. Namun saya minta tolong agar hak-hak dan harga diri saya yang selama ini dizolimi dapat dikembalikan seperti semula. Lebih daripada itu, kiranya Komisi Yudisial berkenan meluruskan perkara ini, bahwa selama ini apa yang dituduhkan/difitnahkan kepada saya adalah tidak benar. Saya percaya bahwa Komisi Yudisial dapat membantu memulihkan harga diri saya, memproses penyimpangan-penyimpangan yang banyak termuat dalam putusan majelis hakim PN Manado yang menyidangkan perkara nomor: 152/Pid.Sus/2021/PN.Mnd tersebut.


Sekarang saya betul-betul kehilangan masa depan dalam berkarir, berprestasi dan bekerja untuk negara saya tercinta. Saya bersumpah, saya tidak pernah menipu negara saya dengan dokumen-dokumen yang selama ini dituduhkan ke saya. Saya diperlakukan tidak manusiawi di tempat kerja dan segala hak saya dipersulit. Sudah 4 semester (2 tahun) uang tunjangan kinerja dosen yang disediakan negara kepada saya ditahan atau tidak dibayarkan oleh pimpinan yang diputuskan secara sepihak karena adanya tuduhan/fitnahan oleh terdakwa yang dianggap benar adanya hingga detik ini.


Harapan saya semoga laporan dan pengaduan saya ke Komisi Yudisial Republik Indonesia di Jakarta dapat ditindak-lanjuti sesegera mungkin sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, dan saya bisa mendapatkan keadilan serta pemulihan harga diri saya yang selama ini dilecehkan oleh oknum-oknum di FIB Unstrat Manado. Atas perhatian dan kepedulian Yang Mulia Para Komisioner Komisi Yudisial, saya ucapkan terima kasih.


Salam hormat saya,


Stanly Monoarfa

Dosen FIB Unstrat Manado

Translate