Mundurnya Kadis Indag Lebak — Isyarat Krisis atau Sekadar Pergeseran Biasa?
Oleh : Abdul Kabir Albantani
Pengunduran diri Orok Sukamana dari jabatan Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Indag) Kabupaten Lebak menghadirkan tanda tanya besar di tengah publik. Bukan hanya karena posisi itu strategis, tetapi karena momentum mundurnya bersamaan dengan beredarnya isu pergeseran besar-besaran pejabat eselon II di lingkungan Pemerintah Kabupaten Lebak. Situasi ini membuat publik bertanya: ada apa sebenarnya di balik layar birokrasi Lebak?
Di tubuh pemerintahan daerah, mundurnya pejabat eselon II jarang terjadi tanpa gejolak. Apalagi ketika tidak ada penjelasan resmi, tidak ada konferensi pers, dan tidak ada pernyataan yang mencoba meluruskan kabut opini publik. Keheningan semacam inilah yang justru memunculkan spekulasi: apakah pengunduran diri Orok adalah bentuk protes halus? Ataukah ini hanya bagian dari dinamika rotasi jabatan yang memang sudah lama disiapkan?
Jika dilihat dari konteks birokrasi, rotasi pejabat seharusnya menjadi hal biasa. Namun ketiadaan informasi membuat publik merasa sedang menyaksikan drama “pergeseran paksa” yang dibungkus dengan alasan administratif. Opini publik mengarah pada dugaan bahwa ada ketidakharmonisan di ruang kendali Pemkab Lebak. Apalagi selama ini isu evaluasi pejabat eselon II kerap mencuat, namun jarang dibarengi transparansi mengenai mekanisme maupun objektivitas penilaiannya.
Mundurnya seorang pejabat eselon II tidak bisa dipandang sebagai peristiwa administratif semata. Ia adalah sinyal. Dalam ilmu tata kelola pemerintahan, sebuah pengunduran diri biasanya merefleksikan kegaduhan di ruang yang tidak terlihat publik: ketidakcocokan visi, tekanan dari atas, konflik internal, atau bahkan dinamika politik lokal yang menghangat jelang agenda besar pemerintahan.
Pemerintah Kabupaten Lebak semestinya tidak membiarkan isu ini menggantung. Minimnya komunikasi justru memicu rumor yang lebih liar dibanding kenyataan sebenarnya. Ketika ruang informasi dibiarkan kosong, masyarakat akan mengisinya dengan tafsir masing-masing.
Pengunduran diri Orok Sukamana seharusnya menjadi momentum bagi Pemkab Lebak untuk memperkuat transparansi. Publik berhak mengetahui alasan resmi sebuah peristiwa yang menyangkut tata kelola pemerintahan. Bukan demi sensasi, tetapi demi menjaga kepercayaan terhadap birokrasi.
Pada akhirnya, apakah mundurnya Orok merupakan lonceng kecil yang mengabarkan adanya guncangan di tubuh pemerintahan? Atau hanya bagian dari mekanisme birokrasi yang tidak dikemas dengan baik oleh sistem komunikasi Pemkab?
Waktu yang akan menjawab. Namun yang pasti, setiap diamnya pemerintah selalu lebih gaduh daripada kata-kata yang seharusnya disampaikan.
Penulis adalah Ketua PPWI Kabupaten Lebak

Posting Komentar