Tidak Ada yang Kebal Hukum: Proyek RTLH Baznas di Pagintungan Diduga Sarat Penyimpangan, Kades dan Suami Terancam Diperiksa Inspektorat & Kejaksaan
Serang, BeritaKilat.com – Prinsip dasar hukum menegaskan bahwa tidak ada satu pun warga negara yang kebal hukum, siapa pun yang melakukan tindakan melawan ketentuan peraturan perundang-undangan wajib diproses secara objektif. Prinsip ini juga berlaku bagi Kepala Desa Pagintungan, Kecamatan Jawilan, yang kini terseret dugaan penyimpangan dalam proyek Rumah Tidak Layak Huni (RTLH) bersumber dari dana umat Baznas Kabupaten Serang.
Informasi yang dihimpun menyebutkan, proyek RTLH senilai Rp500 juta tersebut—yang sejatinya diperuntukkan bagi masyarakat miskin—diduga diintervensi secara penuh oleh suami Kepala Desa Pagintungan, yakni Darja alias Rombeng. Intervensi tersebut disinyalir mengarah pada praktik mark-up anggaran, penunjukan pihak tertentu tanpa prosedur, hingga dugaan proyek dikendalikan sebagai kepentingan pribadi.
Dugaan tersebut semakin menguat setelah muncul kesaksian sejumlah warga yang mengatakan bahwa pekerjaan di lapangan banyak dikondisikan oleh suami kades, bukan oleh perangkat desa atau tim pelaksana yang seharusnya berwenang. Kondisi ini menimbulkan kecurigaan bahwa terjadi penyimpangan alur kewenangan, yang dapat berimplikasi pada tindak pidana korupsi.
Ketika dikonfirmasi wartawan terkait adanya intervensi suami dan indikasi penyimpangan anggaran, Kepala Desa Pagintungan, Hj. Sumyanah, memilih enggan memberikan penjelasan. Ia hanya membalas salam tanpa memberikan klarifikasi lebih jauh.
Indikasi Tindak Pidana yang Berpotensi Menjerat Kepala Desa dan Suaminya
Berdasarkan uraian kejadian dan pola dugaan penyimpangan, terdapat sejumlah potensi tindak pidana yang dapat dikenakan, di antaranya:
1. Penyalahgunaan Wewenang (Pasal 3 UU Tipikor)
Jika terbukti Kepala Desa memberi akses atau kuasa kepada suaminya untuk mengatur program RTLH, maka itu termasuk penyalahgunaan kewenangan yang merugikan keuangan negara.
Ancaman pidana: penjara maksimal 20 tahun.
2. Perbuatan Melawan Hukum yang Merugikan Keuangan Negara (Pasal 2 UU Tipikor)
Indikasi mark-up anggaran atau pengalihan manfaat kepada pihak tertentu dapat memenuhi unsur ini.
Ancaman pidana: penjara minimal 4 tahun.
3. Kolusi, Korupsi, dan Nepotisme (UU No. 28/1999 tentang Anti KKN)
Intervensi suami yang bukan aparatur desa, apalagi jika mengendalikan pelaksanaan proyek, termasuk bentuk nepotisme dan kolusi yang dilarang.
4. Dugaan Penunjukan Langsung Tidak Sah / Pengkondisian Penyedia
Jika pengerjaan proyek diarahkan kepada pihak tertentu atas dasar kedekatan atau hubungan keluarga, maka itu merupakan pelanggaran terhadap prinsip pengadaan barang/jasa dan dapat diproses secara hukum.
5. Dugaan Pemalsuan Dokumen Pertanggungjawaban
Dalam beberapa kasus RTLH, mark-up biasanya diiringi dengan laporan fiktif atau bukti pengeluaran yang tidak sesuai realisasi. Jika itu terjadi, dapat dijerat Pasal 263 KUHP.
Arah Kasus: Inspektorat & Kejaksaan Mulai Memantau
Sumber internal menyebutkan bahwa Inspektorat Kabupaten Serang telah menerima informasi awal dan tengah melakukan pengumpulan bahan keterangan. Apabila ditemukan cukup alasan, kasus akan diteruskan ke Kejaksaan Negeri Serang untuk penyelidikan lebih lanjut.
Jika dugaan bahwa suami kepala desa mengendalikan proyek benar adanya, maka Hj. Sumyanah sebagai pemegang jabatan publik dianggap lalai dan memberi peluang penyalahgunaan wewenang, sehingga dapat dimintai pertanggungjawaban secara hukum. (Red)



Posting Komentar