Putusan MK Larang Pungutan di Sekolah Dasar, SDN 8 Cibodas Masih Wajibkan Baju Batik Berbayar
Keterangan Foto : Ilustrasi Siswa sekolah dengan pakaian batik
Kota Tangerang, BeritaKilat.com – Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 3/PUU-XXII/2024 yang dibacakan pada 27 Mei 2025 menegaskan prinsip pendidikan dasar gratis dan melarang pungutan terselubung di sekolah dasar. Namun di SDN 8 Cibodas, Kota Tangerang, masih ditemukan praktik mewajibkan pembelian seragam batik yang dibebankan kepada wali murid.
Putusan MK tersebut menegaskan bahwa penyelenggaraan pendidikan dasar SD dan SMP, serta SMA/SMK Negeri, menjadi tanggung jawab penuh negara dan pemerintah daerah. Seluruh pembiayaan telah dijamin melalui APBN (BOS) dan APBD (BOSDA/Subsidi Biaya Pendidikan), sehingga sekolah dilarang memungut biaya apapun dari peserta didik.
Namun, di SDN 8 Cibodas, wali murid mengaku masih dibebani kewajiban membeli seragam batik sekolah melalui penyedia yang direkomendasikan pihak sekolah. Seragam batik ini diwajibkan dipakai pada hari tertentu, bukan sekadar pilihan.
Berdasarkan informasi yang dihimpun, pihak sekolah kerap beralasan bahwa seragam batik merupakan pakaian identitas sekolah dan pembeliannya adalah hasil “kesepakatan” rapat komite sekolah.
Padahal, Permendikbud No. 75 Tahun 2016 tentang Komite Sekolah tegas melarang komite melakukan pungutan atau sumbangan yang bersifat memaksa. Bahkan jika keputusan diambil lewat rapat, tetap tidak boleh memberatkan wali murid atau dijadikan syarat wajib bagi siswa.
Celah Pembenaran yang Tidak Sejalan dengan Putusan MK
Alasan bahwa batik tidak termasuk “seragam nasional” memang kerap digunakan sebagai pembenaran. Namun, jika penggunaannya diwajibkan oleh sekolah, maka pengadaan seragam tersebut masuk kategori biaya pendidikan yang seharusnya ditanggung negara, bukan orang tua siswa.
Praktik ini dinilai bertentangan dengan semangat Putusan MK No. 3/PUU-XXII/2024 yang memperluas makna pendidikan dasar gratis dan melarang semua bentuk pungutan terselubung.
Sejumlah wali murid mengaku keberatan, terutama bagi keluarga berpenghasilan rendah. “Kalau tidak beli di sekolah, anak tidak bisa pakai seragam yang sama, nanti dianggap melanggar aturan,” ungkap salah satu wali murid yang enggan disebutkan namanya.
Aktivis pendidikan menilai Pemkot Tangerang melalui Dinas Pendidikan perlu segera melakukan pengawasan. “Seragam batik yang diwajibkan dan dibebankan biayanya kepada orang tua itu bentuk pungutan terselubung. Ini jelas bertentangan dengan Putusan MK,” kata salah satu pemerhati pendidikan di Tangerang.
Dinas Pendidikan Kota Tangerang sebelumnya telah melarang praktik pungutan liar di sekolah negeri. Namun, kasus seperti di SDN 8 Cibodas membuktikan masih ada celah pembenaran yang digunakan pihak sekolah untuk mengutip biaya dari orang tua murid.
Pengamat hukum pendidikan menekankan perlunya mekanisme aduan publik yang cepat agar pelanggaran seperti ini bisa segera ditindak. “Putusan MK itu bersifat final dan mengikat, sehingga pemerintah daerah wajib memastikan tidak ada lagi pungutan, termasuk untuk seragam batik, di seluruh sekolah negeri,” tegasnya.
Putusan MK No. 3/PUU-XXII/2024 menjadi tonggak penting perlindungan hak siswa atas pendidikan gratis. Namun, tanpa pengawasan dan komitmen tegas, celah pembenaran seperti “seragam batik sekolah” akan terus menjadi jalan bagi pungutan terselubung. SDN 8 Cibodas hanyalah satu contoh dari persoalan yang bisa terjadi di banyak sekolah lain di Indonesia. (Jhon)
Posting Komentar