Sistem Pemberkasan Inspektorat Dinilai Jadi Celah Hilangnya Temuan Dana Desa
Tanggamus,BeritaKilat.com – Polemik dugaan penyimpangan dana desa di Pekon Suka Agung Barat, Kecamatan Bulok, makin menguat setelah terungkap adanya celah dalam sistem pemberkasan Inspektorat Kabupaten Tanggamus, Jum’at (26/9/2025)
Berdasarkan informasi yang dihimpun, alur pengawasan dana desa umumnya dimulai dari tingkat pekon. Kepala pekon menyusun laporan administrasi penggunaan dana desa setiap tahun, kemudian diserahkan ke kecamatan. Dari kecamatan, laporan tersebut diteruskan ke Inspektorat untuk diverifikasi.
Di tingkat kecamatan, hampir setiap tahun ditemukan adanya kekurangan pembangunan fisik, mulai dari proyek tidak selesai hingga kegiatan yang tidak berjalan.
Namun, ketika laporan tersebut naik ke Inspektorat, hasil akhirnya justru berbeda, seluruh administrasi pekon dinyatakan selesai dan tidak ada masalah berarti.
Seorang pejabat kecamatan yang enggan disebutkan namanya mengungkapkan, sistem pemberkasan di Inspektorat lebih menitik beratkan pada kelengkapan dokumen dibandingkan pemeriksaan lapangan.
dan tanda tangan, dianggap selesai. Padahal di lapangan fisiknya banyak yang tidak ada,”Ujarnya.
Ketua DPD LSM Penjara Indonesia Lampung, Mahmuddin, menegaskan pola ini menjadi akar lemahnya pengawasan dana desa.
“Inspektorat seakan hanya memeriksa berkas di atas meja. Padahal, dokumen bisa dimanipulasi. Inilah yang membuat temuan kecamatan hilang saat laporan sampai di Inspektorat,”Katanya.
Menurutnya, praktik tersebut tidak hanya menutup-nutupi masalah, tapi juga berpotensi melanggar prinsip akuntabilitas sebagaimana diatur dalam UU Nomor 6 Tahun 2014 tentang Desa.
“Kalau sistem pemberkasan seperti ini dibiarkan, maka kepala pekon dengan mudah bisa menyulap laporan fiktif menjadi seolah-olah sah secara hukum,”Tambah Mahmuddin.
LSM Penjara Indonesia mendesak agar Inspektorat mengubah sistem pengawasan dengan mewajibkan pemeriksaan lapangan dan audit fisik, bukan hanya mengandalkan dokumen administrasi.
“Kalau hanya berkas, hasilnya akan selalu mulus. Tapi rakyat di bawah tetap tidak mendapat pembangunan yang layak,”Pungkasnya.
Praktik pemberkasan yang hanya menekankan kelengkapan dokumen tanpa validasi lapangan jelas mencederai semangat pengawasan.
Inspektorat sebagai garda terdepan pengawasan internal seharusnya mampu menjadi benteng akuntabilitas, bukan justru menjadi pintu lolosnya laporan fiktif.
Jika sistem ini terus dipertahankan, maka setiap kepala pekon berpotensi menggunakan dokumen sebagai tameng untuk menutupi penyimpangan. Dalam jangka panjang, kepercayaan masyarakat terhadap pengelolaan dana desa akan runtuh.
Oleh karena itu, perombakan pola pengawasan mutlak dilakukan: pemberkasan harus diimbangi audit lapangan, transparansi hasil pemeriksaan, serta keterlibatan masyarakat dalam memantau anggaran.
Tanpa itu, dana desa hanya akan berhenti di kertas, sementara pembangunan nyata tetap tidak hadir di tengah rakyat. (zaini)
Posting Komentar