Pentingnya Penerapan K3 di Lingkungan Industri Demi Melindungi Pekerja Sebagai Asset Perusahaan
Oleh : Abdul Kabir Albantani
Penerapan keselamatan dan
kesehatan kerja (K3) bertujuan untuk memberikan perlindungan kepada tenaga
kerja dan orang lain ditempat kerja. Melindungi aset perusahaan, melindungi
masyarakat dan lingkungan sebagaimana diamanatkan dalam peraturan perundang
undangan tentang keselamatan dan kesehatan kerja yakni Undang – undang nomor 1
tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja, diperkuat dengan peraturan presiden nomor
nomor 34 tahun 2014 tentang pengesahan konvensi ILO nomor 187 tahun 2006
tentang kerangka kerja peningkatan keselamatan dan kesehatan kerja sebagai
prinsip dan hak dasar ditempat kerja dalam pemenuhan hak asasi manusia.
Sesuai dengan undang - undang No.
1 Tahun 1970 dan mengacu pada Peraturan Presiden No. 34 Tahun 2014 tentang
Pengesahan Konvensi ILO No. 187 tahun 2006 mengenai Kerangka Kerja Peningkatan
Keselamatan dan Kesehatan Kerja dan Konvensi ILO No 155 tahun 1981 mengenai K3
(OSH). Perlindungan K3 merupakan hak semua orang yang dipekerjakan dalam suatu
organisasi, termasuk mereka yang bekerja di bawah kontrak dan merupakan hak
asasi manusia (HAM) atau human right. K3 juga merupakan bagian dari hak setiap
warga negara Indonesia untuk hidup dan kerja secara layak sebagaimana diamanatkan dalam Ayat 2 Pasal
27 UUD 1945, selaras dengan prinsip ILO tentang kerja layak atau decent work.
Menyadari sangat pentingnya K3
sekaligus untuk merespon tantangan global, pada International Labour Conference
(ILC) ke-110 Tahun 2022, telah diadopsi resolusi tentang K3 sebagai prinsip dan
hak dasar di tempat kerja (Occupational Safety and Health as fundamental
principles and right at work). Hal ini selaras dengan Deklarasi ILO Tahun 2019
tentang Peringatan Satu Abad ILO Untuk Masa Depan Dunia Kerja (ILO Centenary
Declaration for Future of Work) bahwa “Kondisi Kerja yang Selamat dan Sehat adalah
fundamental bagi pekerjaan yang layak (decent work)”. Deklarasi tersebut juga
diperkuat dengan kesadaran pentingnya K3 untuk menjawab tantangan perubahan
global yang disebabkan oleh perubahan inovasi teknologi, demografi, perubahan
iklim dan globalisasi termasuk Pandemi COVID-19 dan dampaknya yang mendalam dan
transformatif terhadap dunia kerja.
K3 juga merupakan salah satu
elemen penting dalam persaingan global, seiring dengan diberlakukannya
standar-standar internasional seperti Sistem Manajemen K3 (ISO 45000 Series),
Sistem Manajemen Mutu (ISO 9001 series),
Sistem Manajemen Lingkungan (ISO 14000 series) dan standar internasional
lainnya.
Di era globalisasi masyarakat
dunia juga makin menuntut proses produksi dan produk yang ramah lingkungan
(green productivity). Isu mengenai green productivity dan pemanasan global juga
erat kaitannya dengan K3. Pada tataran
global, program K3 merupakan bagian dari indikator Tujuan Pembangunan
Berkelanjutan (The Sustainable Development Goals/SDGs 2030). Membangun
kemitraan untuk pembangunan berkelanjutan (partnership for sustainable
development) yang telah menjadi kesepakatan dan komitmen negara-negara di
dunia.
Pekerja sebagai Sumber Daya
Manusia (SDM) produktif karena merupakan populasi yang aktif secara sosial
ekonomi merupakan modal utama (human capital asset) untuk mencapai tujuan
organisasi, memiliki peran sentral dan strategis dalam mencapai tujuan
pembangunan nasional untuk mewujudkan produktivitas dan kesejahteraan sehingga
harus dilindungi dalam aspek
keselamatan, kesehatan, dan jaminan sosialnya.6 Saat ini Indonesia sedang mendapatkan bonus
demografi, namun kasus KK dan PAK masih tinggi dan meningkat yang didominasi
oleh para pekerja muda, maka penerapan K3 merupakan kebutuhan sekaligus
investasi penting dan strategis bagi kemajuan dan daya saing Indonesia saat ini
dan ke depannya seiring menuju terwujudnya Indonesia Emas Tahun 2045. Selanjutnya K3 harus menjadi program main
stream dalam pembangunan nasional baik dalam aspek SDM, ekonomi, dan lingkungan
serta aspek pembangunan lainnya. Edukasi dan pembudayaan K3 pada kaum muda juga
harus menjadi perhatian penting dan lebih mendasar lagi. K3 juga sudah
seharusnya diperkenalkan sejak dini melalui dunia pendidikan formal maupun
informal dan secara berkelanjutan sesuai jenjang pendidikan, sebagai investasi
penting pada aspek SDM yang unggul. Perkembangan industri dan kemajuan teknologi-informasi serta berbagai
perubahan dan dinamika di era digitalisasi dan globalisasi berdampak positif
dalam meningkatkan pembangunan dan kesejahteraan manusia. Revolusi industri 4.0
dan kondisi Volatility, Uncertainty, Complexity, Ambiguity (VUCA) di mana
lingkungan berubah dan tidak dapat diprediksi sangat mempengaruhi dunia bisnis
dan berdampak pada semua aspek kehidupan manusia, termasuk pada bidang
ketenagakerjaan dan K3. Di sisi lain
berbagai perubahan dan dinamika tersebut berdampak pada adanya pola kerja dan
hubungan kerja baru, risiko kerja baru, dan mobilitas manusia yang semakin
tinggi sehingga berpotensi meningkatnya permasalahan dan risiko baru termasuk
adanya pandemi Covid-19. Di era digital, pekerja dapat melakukan pekerjaan di
luar tempat kerja termasuk di rumah dan di tempat umum. Hal ini juga harus
menjadi pertimbangan dalam pengembangan dan penerapan program K3. Pandemi COVID-19 mempengaruhi lebih dari 29
juta pekerja di Indonesia. Hasil survei angkatan kerja Agustus 2020
mengungkapkan bahwa 2,6 juta pekerja kehilangan pekerjaan karena pandemi, dan
sebanyak 24 juta pekerja mengalami pemotongan jam kerja dan upah. Di sisi lain, pandemi COVID-19 memberikan
tantangan tersendiri yaitu munculnya pola-pola kerja baru yang selama ini tidak
pernah dipikirkan seperti pola kerja jarak jauh (bekerja dari rumah) atau
pekerja/buruh tidak harus hadir di kantor, pekerjaan digital, perdagangan
elektronik dan waktu kerja yang fleksibel. Dampak positif lain adalah banyaknya
pekerjaan baru yang tumbuh. Ini juga memerlukan perhatian khusus dalam
pelaksanaan program K3 termasuk untuk disesuaikan terhadap metode pengawasan
ketenagakerjaan berdasarkan karakteristik pekerjaan yang ada sekarang ini.
Metode pengawasan ketenagakerjaan dan layanan K3 serta layanan ketenagakerjaan
lainnya yang selama ini dilakukan secara fisik atau turun ke lapangan perlu
dikombinasi dengan metode penggunaan teknologi informasi dan bahkan
memaksimalkan penggunaan media sosial dan sistem daring dalam memberikan
pelayanan publik. Pandemi Covid-19 juga
makin menyadarkan kita pentingnya penerapan K3 yang harus dilakukan secara
komprehensif tidak hanya berupa program keselamatan kerja (occupational safety
program) saja tetapi juga program kesehatan kerja (occupational health program)
dan program kesehatan umum pada pekerja (workers health program)7 serta program
jaminan sosial (social security) agar pekerja dapat bekerja dengan selamat,
sehat, aman, nyaman dan produktif sehingga pekerja dapat mencapai kesejahteraan
hidup di masa bekerja maupun pasca bekerja. Program Jaminan Kecelakaan Kerja
(JKK) sebagai bagian dari program Jamsostek sangat penting karena tidak semua
kecelakaan kerja dan penyakit akibat kerja dapat dicegah. Perlindungan K3 secara komprehensif tersebut
harus dipandang sebagai bagian dari pengelolaan SDM untuk melindungi dan
mengoptimalkan kontribusi pekerja sebagai aset sumber daya insani (human
capital asset) sehingga akan mendukung kemajuan, daya saing dan keberlanjutan
usaha/bisnis.
Dalam tataran nasional, Indonesia
telah memiliki instrumen hukum, sistem pengawasan, sumber daya organisasi, dan
sumber daya manusia yang cukup memadai dalam implementasi K3. Berbagai
kebijakan, program/kegiatan, telah dikeluarkan, dijalankan, dan dikembangkan
oleh berbagai pihak pemerintah maupun swasta. Namun demikian tingkat kejadian
KK, PAK, dan penyakit/gangguan kesehatan lainnya pada pekerja masih tinggi dan
cenderung meningkat. Kondisi ini tentunya menimbulkan kerugian yang besar bagi
dunia usaha dan dunia industri (DUDI) khususnya dan masyarakat serta bangsa dan
negara pada umumnya. Kecelakaan kerja
dan penyakit akibat kerja di Indonesia diindikasikan cenderung meningkat, namun
data kasus secara lengkap yang merepresentasikan angka nasional belum tersedia
sepenuhnya. Berdasarkan data jumlah pekerja yang mendapatkan manfaat program
Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS)
Ketenagakerjaan, dari tahun 2019 s.d. 2021 tercatat berturut-turut sebanyak
210.789 orang (4.007 orang fatal), 221.740 orang (3.410 orang fatal) dan
234.370 orang (6.552 orang fatal). Biaya kompensasi yang dikeluarkan
berturut-turut dari 2019 s.d. 2021 yaitu: Rp 1,58 T, 1,56 T, dan Rp. 1,79 T.
Data tersebut tentunya belum menggambarkan representasi nasional karena baru
berasal dari sejumlah 30,66 juta pekerja (yang menjadi peserta program BPJS
Ketenagakerjaan), dari sebanyak 126,51 juta pekerja di Indonesia. Berbagai permasalahan dan kondisi tersebut
di atas harus dijadikan tantangan sekaligus peluang untuk melakukan
pendekatan-pendekatan baru atau terobosan-terobosan yang kreatif dan inovatif,
agar kerja semakin efektif untuk mencapai kemajuan di bidang K3 yang selanjutnya
memberikan konstribusi yang makin besar dalam keberhasilan pembangunan yang
berkualitas dan mensejahterakan serta berkeberlanjutan. Penerapan K3 memerlukan peran multidisiplin
keilmuan sehingga penerapannya memerlukan peran multi profesi dan konstribusi
multi pihak/stakeholder serta masyarakat secara luas. Selama ini berbagai pihak
dari unsur pemerintah maupun swasta, perguruan tinggi, profesi dan komunitas
serta masyarakat telah berperan dalam pelaksanaan K3 di Indonesia.
Sumber : Kementerian
Ketenagakerjaan RI
Posting Komentar