Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Opini. Tampilkan semua postingan

Oknum Hiperseks Masrio Dinilai Berjaya Kendalikan Oligarki Hukum di Lampung Timur

Juli 07, 2022

 


Jakarta, BeritaKilat.Com - Sinyalemen Ketua Komite I DPD RI, Senator Fachrul Razi, S.I.P., M.I.P., tentang peran oligarki hukum di Lampung Timur dalam kasus kriminalisasi wartawan mulai menemukan kebenarannya. Parahnya, oligarki hukum yang melibatkan institusi Polres, Kejari, dan Pengadilan Negeri di kabupaten yang terkenal dengan Taman Nasional Way Kambas-nya itu ternyata bisa dikendalikan oleh seorang oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua bermental bandit dan hiperseks, bernama Masrio.

Oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua yang bergelar Rajo Puting Ratu itu dinilai sangat piawai dan berhasil mengatur ketiga institusi itu melalui oknum-oknum aparat oportunis untuk mewujudkan hasrat bejatnya, memenjarakan para wartawan. "Bayangkan saja, sekali mendayung, oknum peselingkuh yang hiperseks itu dapat memenjarakan 4 orang wartawan sekaligus. Tidak main-main, salah satu dari keempat wartawan itu adalah tokoh pers nasional dan pemimpin sebuah organisasi pers internasional, PPWI," ujar seorang warga Lampung Timur yang minta namanya disamarkan, Rabu, 6 Juli 2022.

Warga Lampung Timur, sebut saja namanya Budi Ulung, ini menyatakan keheranannya atas vonis hakim PN Sukadana yang di luar akal sehat manusia normal. "Mengherankan saja bagi saya, hanya merobohkan papan bunga yang isi tulisannya melecehkan wartawan dan layak dirobohkan, Wilson Lalengke bisa dihukum 9 bulan penjara. Logika hukum setan iblis saja tidak separah itu menghukum manusia," ujar Budi Ulung yang mengaku tinggal di Kecamatan Way Jepara, Kabupaten Lampung Timur, Provinsi Lampung.

Dalam pernyataan persnya beberapa waktu lalu, Fachrul Razi mengatakan bahwa oligarki lokal telah melahirkan tatanan pelaksanaan sistem hukum di Lampung Timur yang buruk. Senator asal Aceh itu menyitir fakta penanganan hukum atas kasus Peristiwa Sebelas Maret 2022 atau dikenal dengan nama PERSEMAR-22 yang melibatkan Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, S.Pd, M.Sc, MA, yang sangat kental dengan kepentingan non-hukum dari pihak tertentu.

Hal tersebut diperkuat dengan ditemukannya tidak kurang dari 71 kejanggalan, ketidaksesuaian, dan kebohongan keterangan saksi-saksi dan ahli dalam dokumen BAP yang dijadikan dasar penangkapan dan penahanan Wilson Lalengke dan dua rekannya, Edi Suryadi dan Sunarso. "Belum lagi soal penyidik siluman, polisi hello-kity, serta pemalsuan dokumen dan tanda tangan di berkas sumpah beberapa saksi," ujar Danny Siagian, Ketua II DPN PPWI yang saat ini menjalankan fungsi sebagai Ketua Harian Kepengurusan PPWI Nasional.

Ketua Tim Penasehat Hukum Wilson Lalengke, Advokat Ujang Kosasih, S.H. juga mempertanyakan pertimbangan Majelis Hakim PN Sukadana yang terkesan sesuka hati dalam memutuskan perkara. "Argumentasi hukum yang digunakan oleh Majelis Hakim dalam memutuskan perkara Pasal 170 ayat (1) KUHPidana terkesan menyederhanakan masalah, tanpa menyentuh esensi persoalan hukum yang sebenarnya dari kasus tersebut," terang Ujang Kosasih, kepada media ini, Rabu, 6 Juli 2022.

Dalam salinan putusannya, sambung Ujang Kosasih, Majelis Hakim beralasan bahwa unsur tindak pidana Pasal 170 KUHPidana tentang kekerasan terhadap orang dan barang, sudah terpenuhi. "Argumentasi hakim hanya tentang dua unsur pidana, yakni 'barang siapa' dan 'dengan terang-terangan dan dengan tenaga bersama melakukan kekerasan terhadap orang atau barang'. Padahal unsur pidana yang harus terpenuhi dalam Pasal 170 KUHPidana itu harus mencakup niat batin pelaku. Salah satu unsur yang dipersyaratkan dalam Pasal 170 itu adalah terganggunya kepentingan umum dan lebih spesifik lagi terganggunya sistem pemerintahan. Pada kasus ini tidak ada niat jahat klien kami untuk mengganggu kepentingan umum, apalagi mengganggu pemerintahan yang sah. Di negara Belanda, negeri asalnya Pasal 170 KUHPidana itu, pasal ini hanya digunakan untuk memproses para demonstran yang merusak fasilitas umum dan mengganggu ketertiban umum," beber advokat dari Baduy, Banten, ini panjang lebar.

Dari sisi kerusakan barang, kata Ujang Kosasih lagi, faktanya semua papan bunga itu masih utuh, tidak rusak, dan masih didirikan kembali. "Jadi, kesimpulan kami para PH, Majelis Hakim tidak fair dalam menilai fakta-fakta persidangan dalam kasus ini. Itulah sesungguhnya yang dimaksudkan oleh Menkopolhukam, Prof. Mahfud MD, tentang industri hukum. Kasus vonis 9 bulan untuk klien kami, Wilson Lalengke, adalah contoh industri hukum yang sangat buruk yang dilakukan dan dikendalikan oleh kepentingan tertentu," tegas Ujang Kosasih.

Sementara itu dari Rutan Polda Lampung, Wilson Lalengke, menyampaikan bahwa dirinya tidak terkejut dengan putusan hakim. Alasannya, dia sudah tahu sejak awal bahwa hakim pasti akan berupaya melakukan yang terbaik untuk sang pemesan dan pengendali kasus ini.

Dari proses penangkapan, demikian Wilson Lalengke, penahanan, pemindahan penahanan dari Polres Lampung Timur ke Rutan Polda Lampung, restorative justice yang gagal, persidangan-persidangan yang dikendalikan ketua majelis hakim secara sangat otoriter, penolakan penangguhan penahanan oleh hakim, pelarangan liputan wartawan di persidangan, adanya ancaman hakim terhadap wartawan dan media massa, dan pembelaan hakim terhadap saksi verbalisan dari penyidik Polres Lampung Timur, semuanya itu mengindikasikan bahwa hakim diduga kuat telah dibeli oleh oknum tertentu. Menurut Wilson Lalengke, oknumnya cukup banyak, antara lain oknum PWI, oknum Dewan pers Pecundang, oknum Polda Lampung, dan oknum polisi bejat yang selama ini dendam terhadap sepak-terjang PPWI bersama jaringan medianya.

"Dari beberapa informasi yang masuk ke saya, yang paling mungkin mengatur semua ini adalah oknum tokoh adat Buay Beliuk Negeri Tua bermental mesum hiperseks Masrio yang bergelar Rajo Puting Ratu itu. Dia ngent*t sana-sini, istrinya mengadu ke wartawan Muhammad Indra, diberitakan, eh dia menyuap wartawan. Parahnya, Polres Lampung Timur putar-balik fakta, katanya wartawan memeras Masrio. Selanjutnya Kejari Lampung Timur aminkan, hakim vonis wartawan satu tahun. Sempurna sudah oknum hiperseks Masrio itu mengendalikan ketiga institusi tersebut melalui oknum-oknum aparatnya yang nir-moral," tutur lulusan pasca sarjana bidang Etika Terapan dari Universitas Utrecht, Belanda, dan Universitas Linkoping, Swedia, itu melalui Sekretariat PPWI Nasional, Rabu, 6 Juli 2022.

Mau bukti? Salah satu fakta adalah pernyataan oknum penyimbang adat Buay Beliuk Negeri Tua bernama Azzohirry, mantan ketua PWI Lampung Timur dua periode, yang mengaku bahwa dia kirim 300 nasi kotak ke Polres Lampung Timur pada acara press conference Kapolres pada hari Senin, 14 Maret 2022 lalu. "Belum terhitung uang saku para wartawan yang hadir meliput acara tersebut. Media Tribun TV yang menyiarkan acara itu secara live beberapa hari, dibayar berapa mereka itu? Siapa yang menyediakan dananya?

"Dari informasi rekan-rekan media di Lampung Timur, yang bersangkutan sampai jual tanah untuk membiayai saya dan kawan-kawan masuk penjara. Pertanyaannya, siapa-siapa yang dibayar oleh oknum itu? Ini harus ditelisik pihak terkait. Institusi pengawas instansi-instansi pelaksana hukum jangan berpangku tangan saja, harus proaktif menyelidiki hal ini. Wartawan sudah beri sinyalemen terkait kemungkinan adanya jual-beli kasus di Polres Lampung Timur, Kejari Lampung Timur, dan Pengadilan Negeri Sukadana," tambah Wilson Lalengke tanpa merinci sumber informasi yang diterimanya.

Contoh sederhana, kata alumni program persahabatan Indonesia Jepang Abad-21 itu, penitipan dirinya bersama dua rekannya di Rutan Polda Lampung adalah hal yang aneh. "Tapi dengan uang semua bisa jadi sesuatu yang lumrah. Emang kalian pikir kami bertiga dititipkan di Rutan Polda Lampung tidak pakai duit? Sekarang pertanyaannya duit siapa yang dipakai dan kepada siapa uang itu dibayarkan?" ungkap Wilson Lalengke mempertanyakan fenomena aneh ini. (TIM/Red)

Catatan Ramadan dan Lebaran dari Penjara

Mei 11, 2022

 


Oleh : Wilson Lalengke

Bandar Lampung, BeritaKilat.Com – Bulan Ramadan 1443 H (tahun 2022 Masehi-red) baru saja berlalu. Selama sebulan penuh kaum muslimin dan muslimat di seluruh dunia menunaikan ibadah puasa di bulan Ramadan tersebut. Setelah itu, Ramadan diakhiri dengan Idulfitri 1 Syawal 1443 H, yang dirayakan secara amat meriah di mana-mana.

Saya beruntung, pada tahun ini diberi kesempatan melewati dan menjalani saat-saat Ramadan dan berlebaran bersama puluhan penghuni Rumah Tahanan Negara (Rutan) Mapolda Lampung. Ramadan dan lebaran di penjara merupakan sesuatu yang unik, berbeda dengan suasana yang dialami oleh masyarakat kebanyakan di luar sana. 

Menjalankan ibadah puasa di penjara relatif lebih mudah, lebih nyaman dan aman, serta jauh berbagai gangguan maupun godaan yang dapat membatalkan ibadah puasa. Semua warga tahanan yang notabene berasal dari berbagai latar belakang agama, suku, daerah dan budaya “diwajibkan” untuk bangun makan sahur. Pembagian ransum (makanan-red) hanya dilakukan pada jam sahur dan saat menjelang berbuka puasa. Hal ini tentunya menciptakan suasana puasa terasa lebih khusuk dan nyaman bagi setiap tahanan, khususnya yang beragama Islam. 

Namun demikian, tidak dipungkiri ada saja warga tahanan yang bandel. Melalui aplikasi gojek dan go-food mereka memesan makanan dari luar atau restoran di luar Mapolda. Suatu hari, di minggu ke-3 Ramadan, tiga orang polisi yang sedang menjalani hukuman disiplin dan ditahan di Rutan Mapolda Lampung ini, memesan makanan di siang hari. 

Karena kebingungan di Komplek Mapolda yang cukup luas, driver go-food yang mengantarkan makanan tersesat (nyasar) masuk ke Gedung Propam Polda Lampung. Alhasil, seorang petugas Provost mengantarkan sang driver ke Gedung Rutan. Setiba di Rutan, sang Provost yang berbadan tinggi-besar itu memanggil ketiga polisi bandel pemesan makanan dan menghukum ketiganya. Sejak itu, semua berjalan aman dan terkendali.

Suasana kekeluargaan antar penghuni Rutan sangat kental. Hampir seluruh tahanan yang berjumlah 30-an orang di belasan kamar/sel yang ada di blok tempat saya ditahan, saling mengenal satu dengan lainnya. Selama Ramadan, seperti juga hari-hari lainnya, mereka saling berbagi makanan berbuka.

Selasa dan Jumat merupakan hari spesial yang selalu dibanjiri makanan berbuka. Pada kedua hari tersebut banyak keluarga tahanan datang membezuk. Kedatangan mereka ke Rutan tentu saja dilengkapi dengan membawa bekal makanan, minuman dan kebutuhan lainnya. Makanan bawaan para pem-bezuk itu, oleh yang di-bezuk, hampir pasti akan dibagikan ke tahanan lainnya. Suasana ini sungguh merupakan hal yang indah bagi saya selama di tahanan.

Lebaran 1 Syawal 1443 H, atau bertepatan dengan tanggal 2 Mei 2022 Masehi, tiba! Seperti hari-hari sebelumnya, seluruh penghuni rutan sudah bangun menjelang sholat Subuh. Seorang Polisi Baik, yang tengah menjalani hukuman akibat dikriminalisasi terkait illegal logging yang melibatkan oknum petinggi Polri, Polhut, dan TNI, bersama kami di Rutan ini, bermurah hati memesan nasi uduk untuk makan pagi semua penghuni Rutan. Alasannya sederhana. Selain untuk bersedekah, sang Polisi Baik itu tidak ingin melihat para tahanan kebingungan saat bangun subuh/pagi tidak mendapatkan makan pagi sebagaimana biasanya mendapat ransum untuk makan sahur.

Sholat Id dilaksanakan di koridor tengah ruang tahanan, Semua pintu kamar/sel dibuka agar seluruh tahanan dapat keluar sel dan berbaur menyatu di koridor tengah untuk mengikuti sholat Id. Sholat Idulfitri berlangsung dengan lancar dan hikmad dipimpin oleh seorang ustad, yang juga merupakan warga tahanan atas sangkaan pidana kasus narkoba.

Hal menarik lain dari Ramadan dan lebaran di Rutan Mapolda Lampung ini antara lain terkait pola pikir yang terbentuk di kalangan warga tahanan. Kesadaran setiap tahanan sebagai orang yang dipersalahkan dan tersalahkan membuat mereka mengerti benar tentang arti “saling memaafkan” dan pertobatan di hari raya Idulfitri. Setiap mereka tahu jenis dan bentuk kesalahan yang telah diperbuat, yang untuk itu perlu meminta maaf dan bertobat. 

Hal demikian biasanya sulit dijumpai pada mereka yang merayakan Idulfitri pada kondisi normal. Warga di luar sana juga saling bersilaturahmi dan bersalam-salaman saling memaafkan. Namun umumnya mereka tidak tahu tentang kesalahan dan/atau dosa apa yang telah dilakukan untuk kemudian perlu meminta dan/atau memberi maaf.

Kalimat ‘tidak ada gading yang retak, tidak ada manusia yang tak pernah melakukan kesalahan’ menjadi tema sentral di hampir setiap pesan agama yang dikhotbahkan. Tema tersebut cukup efektif dalam menumbuhkan kesadaran bermaaf-maafan dan membina pertobatan yang hakiki di antara para ‘tersalahkan’ atau para ‘pendosa’ di Rutan ini. Tema itu sekaligus menjadi penjaga semangat bagi para tahanan untuk tetap menghargai nilai hidup dan kehidupan yang dikaruniakan Allah SWT, Tuhan Yang Maha Esa bagi mereka. 

Waktu yang berlimpah selama di tahanan memberi ruang yang amat luas bagi setiap penghuni Rutan untuk melakukan berbagai aktivitas keagamaan. Setiap warga dapat mengisi pundi-pundi pahala dengan melaksanakan ibadah-ibadah wajib dan sunah sebanyak mungkin. Berhubung tidak ada kegiatan lain selain makan, tidur, mandi, dan (maaf) buang hajat, lebih baik waktu yang ada digunakan semaksimal mungkin untuk beribadah, baik secara bersama-sama maupun sendiri-sendiri. (*/Red)

*) Penulis Ketua Umum Persatuan Pewarta Warga Indonesia (PPWI)

Dewan Pers Jangan Coba-coba Kerdilkan Kemerdekaan Pers

Maret 29, 2022

 


Foto: Danny PH Siagian, SE., MM, Ketua II DPN PPWI

JAKARTA, BeritaKilat.Com - Makin seringnya Dewan Pers mempertontonkan arogansi dan diskriminasi terhadap puluhan Organisasi Media, ratusan Media, dan ribuan Insan Pers, justru cenderung mengkerdilkan kemerdekaan pers itu sendiri. 


Terkait perilaku arogansi dan diskriminasi Dewan Pers tersebut, Ketua II Dewan Pengurus Nasional Persatuan Pewarta Warga Indonesia (DPN PPWI), Danny PH Siagian, SE., MM mengatakan, jangan coba-coba kerdilkan kemerdekaan pers. 


"Dewan Pers jangan coba-coba kerdilkan kemerdekaan Pers. Itu justru kontraproduktif dengan perintah UU Pers No. 40 Tahun 1999 tentang Pers, " ujar Danny Siagian kepada beberapa media di Jakarta Timur, Selasa (29/03/2022). 


Menurut Danny Siagian, fungsi Dewan Pers itu salah satunya adalah mengembangkan kemerdekaan Pers. 


"Di Pasal 15 ayat (1) UU Pers jelas dikatakan, “Dalam upaya mengembangkan kemerdekaan pers dan meningkatkan kehidupan pers Nasional, dibentuk Dewan Pers yang independen”. Jadi, bukan justru mengkerdilkan atau menciutkan dan bahkan mengebiri kemerdekaan Pers di Indonesia, " tandasnya.


Sebab itu, lanjut Danny, Dewan Pers harus menunjukkan perannya dalam pengembangan kemerdekaan Pers. 


"Mana kinerja Dewan Pers yang menunjukkan kemerdekaan Pers yang Independen? Mereka itu digaji Negara. Habis-habisin uang Negara aja. Nggak tau apa hasilnya, " bebernya. 


Lebih jauh, Danny Siagian yang pernah sebagai Nara Sumber di beberapa Pelatihan Jurnalistik di Mabes TNI, Mako Paspampres dan Mabes Polri ini mengatakan, adanya ketentuan Dewan Pers yang mendiskriminasi media dan wartawan terverifikasi atau tidak, itu justru menyalahi aturan. 


"Darimana hak Dewan Pers mendiskriminasi media dan para wartawan dengan terverifikasi atau tidak? Itu justru menyalahi aturan, " sengitnya. 


Dijelaskan Danny yang juga Dosen di Jakarta ini, media itu memiliki Akte Pendirian Badan Hukum dari Notaris, dan Surat Keputusan Pendiriannya dari KemenhukHAM. Sedangkan wartawan, tunduk terhadap perusahaan medianya, Kode Etik Jurnalistik, serta Organisasinya. 


Jadi, sambung Danny, Dewan Pers jangan arogan dan diskriminatif, apalagi sering melakukan klaim yang bukan tupoksinya. 


"Jangan arogan dan diskriminatiflah. Media dan wartawan punya dasar keberadaannya masing-masing. Dewan Pers harus mencabut aturan soal verifikasi yang telah membuat gaduh jagad Pers di Negara ini, " pungkasnya.


Sementara itu, Kamis (24/03/2022) lalu, ratusan insan Pers dari berbagai media, organisasi kewartawanan dan perusahaan Pers yang tergabung dalam Koalisi Wartawan Indonesia Bersatoe menggelar aksi Intelektual dan berwawasan, di dua titik. Satu titik di depan Gedung Dewan Pers dan satu lagi ke Mabes Polri.


Tuntutan yang digaungkan oleh Koalisi Wartawan Indonesia Bersatu dipicu pernyataan Ketua Dewan Kehormatan PWI Lampung yang juga mengaku Ahli Pers Dewan Pers, serta Hendry Ch Bangun, Wakil Ketua Dewan Pers, yang dianggap mengaburkan kejelasan UU No. 40 tahun 1999 tentang Pers.


“Kami menuntut pertanggungjawaban Dewan Pers, yang kami anggap telah menyimpang dari amanah UU No.40 Tahun 1999 Tentang Pers,“ kata Munif, aktifis Pers Jawa Timur pasca orasinya di depan gedung Dewan Pers.


Adapun tuntutan Koalisi Wartawan Indonesia Bersatoe terdiri dari 4 (empat) butir yaitu:

1. Pidanakan Iskandar Zulkarnain Ketua Dewan Kehormatan PWI Lampung yang juga mengaku Ahli Pers Dewan Pers atas ucapannya yang viral telah melakukan pengaburan Konstitusi dari UU No. 40 Tahun 1999 Tentang Pers, sehingga menimbulkan provokasi serta kegaduhan dan mematik kemarahan insan pers Indonesia;

2. Menghapus aturan verifikasi media dan UKW Dewan Pers yang telah jelas keluar dari konstitusi amanah UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers;

3. Singkirkan para oknum pengurus Dewan Pers yang tak sejalan dengan Visi dan Misi dibentuknya Dewan Pers Independen.

4. Cabut SK Presiden, serta Nota Kesepahaman TNI/Polri, Pemerintah dengan Dewan Pers.


Kendati heboh aksi damai Koalisi Wartawan Indonesia Bersatu, namun dari pihak Dewan Pers tidak ada yang menemui mereka saat di depan Gedung Dewan Pers. Aksi dilanjutkan ke Mabes Polri, dan pihak Mabes Polri menerima beberapa perwakilan untuk mediasi. (*/Red)

Bukan Konstituen Meski Laksanakan UU Pokok Pers, Segala Cara Dihalalkan Dewan Pers Demi Tumbangnya Organisasi Pers Dan Media

Maret 25, 2022

 

TANGERANG, BeritaKilat.Com – Beberapa pekan ini ramai diberitakan diberbagai media yang inti beritanya tentang penangkapan Ketua Umum Organisasi Pers "Persatuan Pewarta Warga Indonesia" (PPWI) oleh Polres Lampung Timur dan Polda Lampung.

Dari pemberitaan yang beredar serta fakta lapangan, disebutkan bahwa kedatangan Ketua Umum PPWI, Wilson Lalengke, dalam rangka menjenguk salah satu anggota PPWI yaitu seorang Pimpinan Redaksi Media Online serta menanyakan langsung kepada Kapolres Lampung Timur tentang proses perkara tersebut.

Setelah Ketum PPWI menunggu lama diruang tunggu Polres Lampung Timur tak kunjung juga ditemui oleh Kapolres sehingga terjadi perdebatan kecil antara Ketum PPWI dengan Kasat Reskrim Polres Lampung Timur dan beberapa anggotanya. 

Kesal kedatangan baiknya tak ditanggapi dengan baik, Ketum PPWI keluar Polres dan mendapati adanya karangan bunga terpampang berdiri di depan kantor Polres Lampung Timur dari yang mengatasnamakan adat dengan tulisan beruoa ucapan selamat untuk kepolisian karena telah berhasil menangkap oknum wartawan pemeras.

Mendapati hal itu, ketum PPWI merobohkan papan karangan bunga tersebut yang tak lama kemudian diberdirikan kembali oleh anghota kepolisian tanpa ada kerusakan apapun.

Sebelumnya, kedatangan ketum PPWI ke Polres Lampung Timur itu karena menganggap penangkapan salah satu anggota oleh pihak kepolisian polres lampung timur diluar prosedur. 

Hanya karena persoalan sepele yaitu merobohkan papan karangan bunga yang langsung diberdirikan kembali oleh anggota kepolisian tanpa ada kerusakan sedikitpun, Ketum PPWI, Wilson Lalengke, Spd, Msc, MA ditangkap dengan proses penangkapan layaknya seorang teroris berbahaya dengan tangan diborgol dan dikawal oleh gabungan anggota kepolisian dari Polda Lampung dan Polres Lampung Timur, serta mendapatkan hujatan , cacian, makian, atas dasar adanya laporan polisi yang dibuat oleh orang yang memberikan papan karangan bunga tersebut.

Tak hanya itu, Ketum PPWI Wilson Lalengke yang merupakan tokoh Nasional , alumni Lemhanas RI, seorang Pimpinan Redaksi dan dikenal karena gerakannya yang selalu membela kebenaran dari setiap orang yang mengganggu kemerdekaan pers serta mengkriminalisasi para pekerja pers ini langsung dilakukan penahanan dan dipercepat proses hukumnya agar bisa langsung dilimpahkan kepada pihak kejaksaan, ada apa dibalik ini semua?

Dewan Pers yang seharusnya mengayomi para pekerja pers justru seringkali bolak balik ke Polda Lampung terutama sekali ke Polres Lampung Timur untuk memberikan dukungannya kepada pihak Kepolisian yang telah menangkap dan memproses hukum ketua umum PPWI beserta beberapa anggotanya itu. 

Seringkali terjadi kriminalisasi terhadap para pekerja pers dan seringkali arahan dewan pers kepada pihak kepolisian untuk diproses hukum bagi para jurnalis , media maupun organisasi pers yang bukan konstituen dewan pers.

Pada perkara ketum PPWI ini bahkan terlihat sekali kegembiraan Dewan Pers serta untuk memperkuat dukungan Dewan Pers berbicara sembarangan yang jelas-jelas mengangkangi Undang Undang Pokok Pers itu sendiri apalagi yang berbicara adalah seorang yang dijuluki ahli pers dewan pers yang mengatakan bahwa PPWI bukan Organisasi Pers karena bukan Konstituen Dewan Pers dan wartawan yang belum Uji Kompetensi Wartawan (UKW) yang dilaksanakan dewan pers maupun konstituennya bukanlah seorang wartawan.

Dalam undang undang pokok pers nomor 40 tahun 1999 itu sendiri, verifikasi media maupun UKW bukanlah termasuk Produk dari UU Pokok Pers.

Ucapan yang sembarangan ini jelas dapat diduga merupakan penghalalan segala cara oleh dewan pers untuk mematikan wartawan, media dan organisasi pers yang bukan merupakan konstituen dewan pers 

Atas hal ini, Kamis 24/03/2022, persatuan jurnalis, media dan organisasi pers lakukan aksi demo di depan kantor dewan pers, anehnya tidak ada satupun dari oengurus dewan pers yang keluar untuk menemui para pendemo yang sejatinya merupakan para jurnalis, setelah ada kesempatan perwakilan pendemo diperbolehkan masuk ke gedung dewan pers, yang menemui hanyalan oara ASN Kominfo yang ditugaskan di dewan pers, kemana para pengurus dewan pers yang katanya ahli ahli dibidang pers ini???, Kenapa tak berani beradu pendapat???.. 

Para pendemo sendiri akhirnya melanjutkan demo damai ke Mabes Polri dan sedikit terobati atas jawaban dari pihak Mabes Polri dalam hal ini Kasubag Yanduan yang mengatakan bahwa pihaknya baru mengetahui bahwa UKW dan Verifikasi media bukanlah Produk Undang Undang Pokok Pers Nomor 40 tahun 1999 dan menyesali atas terjadinya penangkapan ketua umum PPWI serta akan segera menindak lanjutinya

"Inilah yang menjadi tanda tanya besar, ada apa dibalik penangkapan ketua umum PPWI yang begitu cepat bahkan diperlakukan bagaikan seorang teroris, ada apa pula dengan dewan pers yang sepertinya senang dengan ditangkap dan diproses hukumnya ketum kami dengan bolak balik ke polres lamptim untuk memberikan dukungan kepada pihak kepolisian, sudah terlihat dari dulu kesewenang wenangan dewan pers dalam membuat aturan dan sentimen yang teramat sangat dewan oers kepada seluruh organisasi pers, media dan wartawan yang bukan konstituennya, sepertinya segala cara dihalalkan dewan pers demi tumbangnya mereka yang bukan konstituennya dewan pers" ujar Advokat Teuku Luqmanul Hakim, SE, SH, MH, yang merupakan salah satu anggota tim Penasehat Hukum DPN PPWI (*/Red)

Surat Terbuka untuk Komisi Yudisial

Maret 10, 2022


Manado – Pertama, saya Stanly Monoarfa bersama keluarga mengucapkan terima kasih kepada Komisi Yudisial yang sudah mau menerima aduan dan atau laporan saya, yang saat ini sedang ditindak-lanjuti oleh para Komisioner Yang Mulia. Pengaduan saya pada intinya berkaitan dengan keadaan saya dan keluarga yang selama ini tidak mendapatkan keadilan sesuai dengan hukum yang berlaku di negara kita tercinta, khususnya berkaitan dengan hasil putusan majelis hakim PN Manado baru-baru ini atas perkara saya sebagai korban fitnahan dengan nomor perkara: 152/Pid.Sus/2021/PN.Mnd.


Sebagai korban fitnah yang dilakukan oleh pelaku, saat ini secara jujur saya yang bekerja sebagai dosen Bahasa Jepang di Fakultas Ilmu Budaya Universitas Sam Ratulangi (FIB Unstrat) Manado mengalami tekanan, diskriminasi, dan intimidasi yang luar biasa. Bahkan, hak-hak saya dan keluarga tidak diberikan sebagaimana mestinya. Dengan adanya putusan bebas terhadap terdakwa yang merupakan sesama kolega dosen di FIB Unstrat, saat ini di tempat kerja saya dianggap tidak becus dan tidak pantas menjadi dosen PNS. Institusi dan teman-teman kerja percaya mentah-mentah fitnahan atau tuduhan terdakwa terhadap saya. Saya dianggap tukang tipu dan telah memalsukan dokumen-dokumen yang saya hasilkan sebagai pengajar/dosen.


Tuduhan yang bersifat fitnahan dari pelaku yang saya laporkan dan menjadi terdakwa di PN Manado (Mariam L. M. Pandean – red) dianggap benar hanya karena hakim memutus bebas terdakwa tersebut. Walaupun saat ini Kejaksaan Negeri Manado yang menangani kasus saya ini mengajukan permohonan kasasi ke Mahkamah Agung atas putusan majelis hakim yang dinilai tidak mempertimbangkan fakta-fakta persidangan, namun pimpinan dan kolega kerja di FIB Unstrat telah memvonis saya sebagaimana saya sebutkan di atas tadi.


Putusan majelis hakim yang tidak adil tersebut sangat berdampak pada karir, prestasi dan hak-hak saya di tempat kerja. Sejak kasus fitnahan kolega saya itu dilaporkan ke aparat penegak hukum, saya dikucilkan dan dianggap suka mempermainkan dokumen untuk menipu negara sebagaimana fitnahan terdakwa yang tidak dapat dibuktikan di persidangan.


Saya benar-benar tidak berdaya menghadapi perlakuan diskriminatif di tempat kerja. Terutama karena para pimpinan, baik FIB Unstrat (Ketua Jurusan dan Dekan – red) maupun di tingkat Universitas Sam Ratulangi (Pembantu Rektor dan Rektor – red), terkesan memback-up pelaku fitnahan terhadap saya. Hak-hak saya dirampas. Bahkan tunjangan kinerja dosen yang disediakan negara untuk saya dan keluarga tidak diberikan sejak semester ganjil 2020 (sudah 4 semester – red).


Kondisi ini secara langsung berdampak kepada karir, prestasi kerja, dan kesempatan-kesempatan dalam mendapatkan hak-hak saya sebagai dosen dan Pegawai Negeri Sipil. Saya tidak bisa naik pangkat. Saya tidak bisa berprestasi. Kesempatan melakukan kerja-kerja akademik terkendala. Apalagi kesempatan saya menjadi pimpinan di tempat tugas, juga dihambat. Bahkan, di semester genap 2022 ini pimpinan FIB Ustrat tidak memberikan jam mengajar kepada saya, dan ini merupakan semester yang keempat saya tidak diberikan hak mengajar sesuai penugasan negara kepada saya sebagai Dosen Bahasa Jepang di FIB Unstrat.


Padahal saya sudah bekerja untuk negara dengan baik dan benar. Saya tidak pernah melakukan pelanggaran sebagaimana dituduhkan/difitnahkan kepada saya oleh pelaku/terdakwa. Saya pernah meminta kepada Pimpinan FIB Unstrat agar menindak saya secara hukum dan membuktikan di depan hukum bahwa benar saya telah memalsukan dokumen dan/atau menggunakan dokumen berkali-kali yang membuat negara dirugikan. Saya siap dihukum. Jangankan dipenjara, dihukum mati sekalipun saya siap jika tuduhan tersebut bisa dibuktikan oleh terdakwa dan dekan.


Yang Mulia Para Komisioner Komisi Yudisial…


Saya mengadu ke Komisi Yudisial bukan untuk mengemis. Namun saya minta tolong agar hak-hak dan harga diri saya yang selama ini dizolimi dapat dikembalikan seperti semula. Lebih daripada itu, kiranya Komisi Yudisial berkenan meluruskan perkara ini, bahwa selama ini apa yang dituduhkan/difitnahkan kepada saya adalah tidak benar. Saya percaya bahwa Komisi Yudisial dapat membantu memulihkan harga diri saya, memproses penyimpangan-penyimpangan yang banyak termuat dalam putusan majelis hakim PN Manado yang menyidangkan perkara nomor: 152/Pid.Sus/2021/PN.Mnd tersebut.


Sekarang saya betul-betul kehilangan masa depan dalam berkarir, berprestasi dan bekerja untuk negara saya tercinta. Saya bersumpah, saya tidak pernah menipu negara saya dengan dokumen-dokumen yang selama ini dituduhkan ke saya. Saya diperlakukan tidak manusiawi di tempat kerja dan segala hak saya dipersulit. Sudah 4 semester (2 tahun) uang tunjangan kinerja dosen yang disediakan negara kepada saya ditahan atau tidak dibayarkan oleh pimpinan yang diputuskan secara sepihak karena adanya tuduhan/fitnahan oleh terdakwa yang dianggap benar adanya hingga detik ini.


Harapan saya semoga laporan dan pengaduan saya ke Komisi Yudisial Republik Indonesia di Jakarta dapat ditindak-lanjuti sesegera mungkin sesuai ketentuan perundangan yang berlaku, dan saya bisa mendapatkan keadilan serta pemulihan harga diri saya yang selama ini dilecehkan oleh oknum-oknum di FIB Unstrat Manado. Atas perhatian dan kepedulian Yang Mulia Para Komisioner Komisi Yudisial, saya ucapkan terima kasih.


Salam hormat saya,


Stanly Monoarfa

Dosen FIB Unstrat Manado

Tragedi Junior Tumilaar: Potret Ketidakberdayaan Rakyat

Februari 24, 2022


_Oleh Wilson Lalengke_

Jakarta, BeritaKilat.Com – Penahanan Brigjen TNI Junior Tumilaar oleh Denpom TNI-AD, dengan dalih yang bersangkutan melakukan kegiatan di luar kewenangan dan perintah pimpinan, merupakan cermin ketidak-berdayaan rakyat Indonesia di depan korporasi di negeri ini [1]. Bahkan, di saat jenderal bintang satu itu merintih meminta ampun dan mohon dievakuasi dari kerangkeng militer ke rumah sakit akibat ‘siksaan’ yang dideritanya, para punggawa di kesatuannya tak bergeming untuk sekedar memberikan secuil harapan bagi tentara asal Sulawesi Utara itu [2]. Miris memang. Tapi itulah Indonesia.


Setidaknya ada tiga pendekatan pemikiran yang bisa kita gunakan dalam menelaah fenomena yang sedang mendera Junior Tumilaar. Pertama, bahwa penguasaan tanah air beta di negeri ini oleh negara melalui tangan-tangan korporasi berbasis kapital mulai menunjukan hasilnya. Pada poin ini, sesungguhnya Pasal 33 ayat (3) Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 sudah mencapai sasarannya, khususnya pada frasa ‘Bumi dan air dan kekayaan alam yang terkandung didalamnya dikuasai oleh Negara’ [3].


Bagaimana tidak, rakyat yang diagung-agungkan sebagai pewaris dan pemilik negeri leluhur ini ternyata dikalahkan hanya oleh lembaran surat yang disebut sertifikat. Keberadaan mereka yang dikodratkan lahir dari rahim-rahim perempuan Indonesia tidak diakui sebagai pemilik tanah tempat darah ketubannya tertumpah menyatu dengan buminya. Mereka dengan mudah terusir seperti puing tersapu bandang oleh alat-alat berat para komprador korporasi yang dikawal aparat negara bertameng sertifikat yang dikeluarkan negara.


Pasal 33 ayat (3) UUD NRI 1945 yang hakekatnya adalah penjabaran dari Alinea ke-4 Pembukaan UUD tersebut ternyata tidak mencapai maksud dan tujuannya. ‘Pembentukan Pemerintah Negara Indonesia yang melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia dan untuk memajukan kesejahteraan umum, dan mencerdaskan kehidupan bangsa’, hanyalah sebuah utopia belaka. Pasal 33 ayat (3) itu tidak lebih dari sekadar sebuah untaian kalimat indah penghibur rakyat yang sedang terkulai terkapar ditelan kekuasaan.


Berdasarkan kondisi faktual tersebut di atas, pertanyaan yang mestinya muncul adalah apa yang mesti dilakukan agar keadaan boleh kembali membaik? Salah satu jawabannya adalah penguatan kapasitas rakyat itu sendiri dalam mempertahankan hak pewarisannya atas negeri nusantara ini. Peningkatan kemampuan berpikir dan berargumentasi di atas landasan filosofis, sosiologis, dan hukum positif, menjadi hal yang mutlak, mendasar, dan bersifat sangat segera.


Kedua, bahwa Karakter Prajurit TNI Angkatan Darat sebagai pembela rakyat yang secara rinci tertuang dalam doktrin Delapan Wajib TNI semakin tergeser oleh perubahan paradigma yang dianut para borju militer Indonesia [4]. Jiwa konglomerasi di tubuh TNI yang muncul sejak tumbangnya orde lama, yang kemudian tumbuh subur di masa orde baru di bawah komando penguasa militer Jenderal Soeharto, lambat laun sukses menjauhkan para anggota TNI dari fitrahnya sebagai tentara rakyat.


Keberadaan para pengusaha yang terlipat-kelindan dengan penguasa telah menyeret TNI –termasuk Polri– kita ke dalam pragmatisme hidup materialistik yang hampir tidak ditemukan di negara-negara maju di dunia ini. Penguasaan lebih dari 70 persen sumber daya ekonomi oleh 10 persen penduduk Indonesia sesungguhnya merupakan kecelakaan pengelolaan pemerintahan negara yang cukup parah [5]. Dalam posisi 90 persen rakyat Indonesia memperebutkan 30 persen sumber daya di sekitarnya, mereka pun masih harus sibuk berhadapan dengan popor dan moncong senjata untuk dapat bertahan hidup.


Dari analisa singkat di atas, satu hal penting yang dapat dilakukan adalah melanjutkan proses reformasi di tubuh TNI yang diarahkan untuk benar-benar berfungsi sebagai tentara rakyat, bukan tentara para korporat. Terlepas dari berbagai aturan disiplin di internal TNI, yang diharapkan oleh masyarakat adalah kehadiran militer rakyat yang menjadi pelindung mereka, yang menyelamatkan hidup, dan yang menjadi pembela di saat mereka terkapar oleh goncangan zaman dan peradaban. Lain tidak.


Ketiga, bahwa _welfare state_ (negara kesejahteraan) yang dianut oleh konstitusi Indonesia hampir mustahil dapat diwujudkan jika kondisi seperti ini dibiarkan. Salah satu kendala utamanya adalah karena negara seakan tak berdaya dalam mengimbangi kekuatan internal dan eksternal yang menerpa bangsa ini. Banyak kalangan melihat bahwa ketidak-mampuan itu disebabkan oleh lemahnya kendali pemerintahan sipil Indonesia atas para borju pro kemapanan yang bercokol di institusi bersenjata seperti TNI dan Polri [6].


Masuknya para perwira tinggi TNI –juga Polri– ke dalam struktur korporasi sebagai dewan komisaris di perusahaan-perusahaan selepas dari masa dinasnya di institusi tersebut membawa dampak yang cukup serius bagi pelemahan kekuatan rakyat dalam mempertahankan hak-haknya. Ribuan purnawirawan yang masuk ke jajaran komisaris korporasi di seantero negeri ini, termasuk di BUMN [7], sedikit banyak telah berperan menjadikan korporasi yang ditunjang oleh keuangan yang maha besar untuk menjadi ‘monster’ bagi warga masyarakat di wilayah operasional perusahaan.


Pada kasus yang melibatkan Brigjen Junior Tumilaar misalnya, Jenderal kebanggaan masyarakat Sulawesi Utara itu terpanggil untuk membela bawahannya, seorang Babinsa, yang coba dikriminalisasi Polres Manado akibat sang Babinsa memberi pembelaan kepada rakyat di tempat tugasnya, Ari Tahiru (67), yang mempertahankan tanah warisannya dari caplokan korporasi PT. Ciputra Internasional [8]. Dalam kasus Ciputra versus Ari Tahiru di Manado ini, Junior Tumilaar masih beruntung karena isu yang muncul ke permukaan adalah persaingan dua kubu koersif (bersenjata): TNI versus Polri.


Lain Ciputra Manado lain Sentul City Bogor. Dalam kasus pembelaan Junior Tumilaar terhadap warga masyarakat Bojong Koneng, Bogor, yang mempertahankan lahannya dari serbuan perusahaan PT. Sentul City, perjuangan Junior Tumilaar harus berakhir di jeruji Denpom. Dugaan keterlibatan seorang oknum anggota TNI aktif dari kesatuan Badan Intelijen Strategis (BAIS), sebagaimana yang disebutkan Junior Tumilaar, dalam insiden di Bojong Koneng menjadi indikasi kuat bahwa perusahaan itu ‘mempekerjakan’ oknum militer dan di-back-up para preman dalam melancarkan usahanya [9].


Walau beda warga dan beda lokasi, namun kasus Manado dan Bogor memiliki sesamaan yang signifikan. Pertama, melibatkan korporasi berhadapan dengan warga masyarakat lemah. Kedua, obyek kasus sama-sama tentang sengketa lahan. Ketiga, keduanya mengharapkan pembelaan dari kekuatan-kekuatan tertentu, terutama dari pemegang otoritas dan kewenangan di wilayahnya. Keempat, hingga saat jenderal pembela mereka Junior Tumilaar mendekam di sel Denpom, kasusnya belum selesai, bahkan mungkin bertambah rumit.


Jika akhirnya sang Jenderal itu harus dibungkam mati tersebab membela warga, itulah potret ketidak-berdayaan rakyat Indonesia. Namun, ibarat pepatah ‘Patah tumbuh hilang berganti, mati satu tumbuh seribu’, maka keadaan itu harus dijawab dengan semboyan perjuangan ‘Hari ini seorang Patimura mati, esok ribuan Patimura, Diponegoro, Daan Mogot muda bangkit melawan!’. (*)


*Catatan:*


[1] Brigjen Junior Tumilaar Ditahan di Rutan Militer, Ini Penjelasan KSAD Dudung; https://nasional.tempo.co/read/1563444/brigjen-junior-tumilaar-ditahan-di-rutan-militer-ini-penjelasan-ksad-dudung


[2] Jawaban Tegas TNI AD ke Brigjen Tumilaar yang Minta Pengampunan; https://news.detik.com/berita/d-5954631/jawaban-tegas-tni-ad-ke-brigjen-tumilaar-yang-minta-pengampunan


[3] Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945; https://www.dpr.go.id/jdih/uu1945


[4] DOKTRIN TNI AD KARTIKA EKA PAKSI; https://manajemenhan.akmil.ac.id/wp-content/uploads/2021/12/Doktrin-TNI-AD-KEP.pdf


[5] Aset Nasional Indonesia Dikuasai Segelintir Orang Kaya, Pak Jokowi Harus Turun Tangan; https://www.jpnn.com/news/aset-nasional-indonesia-dikuasai-segelintir-orang-kaya-pak-jokowi-harus-turun-tangan


[6] Kontrol Sipil Terhadap Militer Masih Lemah; https://www.hukumonline.com/berita/a/kontrol-sipil-terhadap-militer-masih-lemah-lt506da3721a165


[7] Daftar Mantan Jenderal yang Punya Bisnis & Jadi Komisaris di Perusahaan Mentereng; https://kabar24.bisnis.com/read/20211005/16/1450489/daftar-mantan-jenderal-yang-punya-bisnis-jadi-komisaris-di-perusahaan-mentereng


[8] Kriminalisasi Babinsa, Kapolresta Manado Seharusnya Segera Dicopot; https://pewarta-indonesia.com/2021/09/kriminalisasi-babinsa-kapolresta-manado-seharusnya-segera-dicopot/


[9] Ngamuk! Brigjen Junior Tumilaar Ajak Ribut Oknum yang Bekingi Sentul City: Mana Brigjen Rio Pengkhianat Bangsa Kau!; https://makassar.terkini.id/ngamuk-brigjen-junior-tumilaarajak-ribut-oknum-yang-bekingi-sentul-city-mana-brigjen-rio-pengkhianatbangsa-kau/

Hanya Pemimpin Spiritual Yang Mampu Memperbaiki Kebobrokan Politik, Ekonomi & Budaya Bangsa Yang Terancam Ambruk

Februari 17, 2022


Oleh : Jacob Ereste

JAKARTA, BeritaKilat.Com — Tak ada jalan lain untuk membenahi carut marut negeri kita — Indonedia —  kecuali mengajak semua warga bangsa Indonesia meniti jalan  sufi. Karena jalan sufi itu harus dilakukan dengan hati yang bersih dan jujur serta tulus dan ikhlas, juga tak suka bersikap mewah. Hingga pola hidup sederhana menjadi bagian dari pilihan sikap kaum sufi. Cara hidup ini sudah bisa mengerem birahi kemaruk dan kalap untuk mengumpulkan harta benda tanpa cara yang halal.

 

Laku spiritual yang sederhana itu seperti yang sudah dipertunjukkan oleh para Bhikhu mulai dari cara berpakaian hingga makan. Umumnya para Bikhu yang melakoni ajaran  tuntunan Budha memiliki pola makan hanya sekali sehari sampai pada jam 12.00 siang. Selebihnya para Bhiku itu baru makan kemudian pada jam 12.00 siang esok hari berikutnya. Jadi cara makan seperti itu cukup mampu menjadi kendali atas rasa tamak dan rakus untuk hal-hal yang lebih luas sifatnya.

 

Masalah duniawi, materialisme, konsumeristik yang marak menandai sikap dan perilaku yang dianggap jamak. Perbuatan atau keganderungan menumpuk harta benda seakan-akan bisa dibawa mati. Padahal saat mati pun — dalam tata cara  Islam — yang disertakan dalam kubur itu hanya sebatas kain kafan semata.

 

Untuk membenahi carut marut negeri kita — Indonesia  — utamanya dalam tatanan budaya harus menukik pada etika dan moral. Sebab orang yang pintar di Indonesia  cukup banyak. Tapi yang tidak beretika dan tidak bermoral jauh lebih banyak. Akibatnya pun ikut mempengaruhi mereka yang kuat memegang etika dan moral. Hingga akibatnya semakin menambah jumlah mereka yang  terkontaminasi etika dan moral serta akhlak yang digrogoti oleh pilihan sikap hidup dan kehidupan dalam berbangsa dan bernegara serta bermasyarakat.

 

Jadi dengan sadar atau tidak sadar, secara diam-diam atau dengan sembunyi-sembunyi banyak orang semakin abai pada etika, moral dan akhlak. Maka itu masalah seks bebas pun telah diwacakan legalitasnya di negeri kita.

 

Nyaris tak lagi ada yang tabu. Semua terbuka bebas, seolah segalanya boleh telanjang, tanpa rasa risi. Apalagi pamali. Sehingga mulai dari bilik ekonomi makin marak tipu daya, korupsi, pengemplangan atau bahkan perampokan dengan cara terang-terangan, semacam cara perselingkuhan yang dilegalkan.

 

Keambrukan etika dan moral hingga akhlak manusia di Indonesia telah melampaui titik nadir. Mungkinkah  bisa kembali atau tinggal menunggu waktunya terkapar tak berdaya guna menata hidup dan kehidupan baru yang lebih baik dan lebih beradab pada masa depan. Maka atas dasar rasa keprihatinan inilah GMRI (Gerakan Moral Rekonsiliasi Indonesia) mengambil peran bersama Forum Lintas Agama giat membangun dan mengobarkan gerakan kebangkitan kesadaran spiritual anak bangsa Indonesia, karena perubahan menuju perbaikan etika, moral serta akhkak yang telah ambruk hanya bisa dilakukan oleh pemimpin yang berbasis spiritual, bukan pemimpin politik, apalagi pemimpin dari bilik ekonomi yang cenderung mengandalkan nilai-nilai ekonomi (materi) yang selalu berhitung tentang untung dan rugi dalam kalkulasi ekonomi atau nilai-nilai materi yang didapatkan.

 

GMRI dan Forum Lintas Agama di Indonesia, kata Eko Sriyanto Galgendu telah mewakafkan diri bersama segenap relawan demi dan untuk pergerakan  kebangkitan kesadaran spiritual melalui lintas agama, lintas suku serta lintas profesi dan lintas keilmuan apapun tanpa sekat untuk bisa mendekat kepada Tuhan Yang Maha Esa, seperti yang telah menjadi komitmen dan kesepakan bagi segenap warga bangsa Indonesia yang termaktub dalam sila-sila Pancasila dan preambule UUD 1945 yang asli dan otentik.

 

TMII, 12 November 2021

Pemilu 2024, Pesta Demokrasi di Hari Kasih Sayang dengan Biaya Politik yang Mahal

Februari 16, 2022


Oleh: Amsar Calvalera

SERANG, BeritaKilat.Com - Dalam pelaksanaannya Pemilihan Umum (Pemilu) dipastikan akan menghabiskan biaya yang cukup fantastis. Mahalnya biaya politik yang harus dikeluarkan dalam Pemilu, seperti Pemilihan Presiden (Pilpres), Pemilu Legislatif (Pileg), dan Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), telah menjadi bumerang bagi keberlangsungan sistem demokrasi dan keberadaan Partai Politik (Parpol) di Indonesia.


Sejatinya Pemilu merupakan arena pesta demokrasi yang sehat dan setara, karena masyarakat sudah memiliki mekanisme sendiri untuk menentukan pilihannya.


*Hakikat Pemilu*


Pemilu pada hakekatnya adalah kesempatan untuk memilih para wakil rakyat yang akan duduk di parlemen entah sebagai DPR RI, DPRD I (Propinsi) atau DPRD II (Kabupaten/Kota). Pemilu itu melibatkan partai politik sebagai pelakunya. Karenanya Pemilu menjadi pesta demokrasi atau ajang demokrasi.


Tentu kita masih ingat apa yang pernah dikatakan salah satu tokoh pada masa Orde Baru bahwa Pemilu merupakan sarana yang tersedia bagi rakyat untuk menjalankan kedaulatannya dan merupakan lembaga demokrasi (Ali Moertopo).


Pemilu juga menjadi ajang kompetisi di antara para anak bangsa melalui partai-partai politik.  Setiap partai mengusung visi, misi dan programnya masing-masing. Tentu saja semuanya bertujuan untuk pembangunan bangsa, namun dengan berbagai macam tawaran.


Tidak bisa dipungkiri bahwa proses itu antara pribadi atau calon yang satu dengan calon yang lain berseberangan visi dan misinya, antara partai yang satu dengan partai yang lain pun demikian.


Juga tidak bisa dipungkiri, bisa terjadi saling sikut menyikut, menyakitkan dan bahkan mematikan. Itulah proses demokrasi. Padahal tujuan dari Pemilu sesungguhnya adalah untuk memperjuangkan kepentingan umum (bonum comunne) [1].


*Biaya Politik*


Komisi Pemilihan (KPU) telah mengusulkan anggaran sebesar Rp86 triliun untuk Pemilu nasional, dan Rp26 triliun untuk Pilkada [2]. Biaya politik yang cukup fantastis alias sangat besar sekali untuk sebuah pesta demokrasi.


Belum lagi para peserta Pemilunya, yakni partai politik yang saat ini sudah mulai mengeluarkan kocek untuk “mencuri star”.


Tak heran apabila ketika para politisi atau pejabat terpilih dalam jabatan tertentu, maka yang terpikir pertama kali adalah bagaimana mengembalikan biaya politik yang telah dikeluarkan agar "balik modal".


Pejabat yang langsung dipilih rakyat, mestinya lebih amanah. Bukan menggunakan kekuasaannya, mengelabui rakyat untuk memperkaya diri sendiri (Harmoko).

 

Biaya politik mahal, tidak terbantahkan lagi. Bahkan, untuk menjadi kontestan dalam Pilkada pun perlu dana besar, sedikitnya Rp30 miliar untuk maju sebagai Calon Bupati. Calon Gubernur, perlu menyiapkan Rp100 miliar [3].


Angka tersebut minimal untuk memenuhi kebutuhan dasar (biaya resmi) seperti kampanye, kebutuhan logistik penunjang kampanye, dan saksi. Belum lagi biaya tidak resmi seperti mahar politik dan money politik yang jumlahnya relatif variatif.


Mengutip pernyataan Fahri Hamzah, biaya politik yang mahal tersebut dikhawatirkan melahirkan praktik-praktik korup yang dilakukan para politisi atau pejabat yang terpilih [4].


“Karena keterpilihan mereka tidak ditentukan kualitas dan kapabilitasnya, tapi 'isi tas' atau besaran dana politik yang bersumber dari kantong pribadi atau dari penyandang dana,” kata Fahri Hamzah.


Menurutnya, perlu adanya pembenahan agar Parpol dan sistem demokrasinya sehat.


“Parpol itu sebenarnya lembaga pemikiran untuk mengintroduksi cara berpikir dalam penyelenggaraan negara, namun sekarang justru menjelma menjadi mesin kekuasaan,” pungkasnya.


*Ajang Politik Kasih Sayang*


KPU telah menetapkan 14 Februari 2024 sebagai hari dan tanggal untuk pemungutan suara Pemilu Serentak 2024. Penetapan hari dan tanggal pemungutan suara Pemilu 2024 itu tertuang dalam Keputusan KPU RI Nomor 21 Tahun 2022 [5].


Seperti diketahui, tanggal 14 Februari dirayakan sebagai Hari Kasih Sayang. Pada hari ini biasanya banyak orang memanfaatkan momen hari Valentine  untuk merayakan bersama orang-orang tercinta dengan tukar kado dan mengirimkan kartu ucapan.  


Tanggal 14 Februari 2024 mendatang ada dua peristiwa penting yang terjadi pada waktu yang sama, yaitu Pemilu dan Kasih Sayang. Pesan atau makna dari masing-masing peristiwa tentu saja berbeda, tetapi apabila kita mencoba menyatukannya, niscaya dapat menemukan benang merah di antara keduanya.


Bukan kebetulan DPR, Pemerintah dan KPU menetapkan tanggal 14 Februari 2024 sebagai hari Pemilu. Artinya, Pemilu 2024 bertepatan dengan Valentine day atau Hari Kasih Sayang.


Pemilu merupakan pesta demokrasi, bertujuan untuk memilih para wakil rakyat.  Valentine Day adalah Hari Kasih Sayang merupakan kesempatan untuk semakin menguatkan rajutan kasih sayang antar manusia.


Penetapan tanggal 14 Februari terbersit maksud bahwa Pemilu 2024 menjadi Pemilu yang berbeda dari 12 kali Pemilu sebelumnya mulai dari Orde Lama menuju Orde Baru hingga Orde Reformasi.


*Kembali ke Fitrah Pemilu*


Semua peserta Pemilu baik itu calon Presiden dan Wakil Presiden maupun calon anggota legislatif  dan partai politik hendaknya menyadari dan memaknai Pemilu 2024 sebagai Pemilu yang lain dan berbeda dari Pemilu-pemilu sebelumnya.


Pemilu 2024 mengajarkan untuk kembali ke 'Fitrah Pemilu' sebagai pesta demokrasi, pestanya rakyat yang mesti diisi dengan berbagai kebaikan sebagaimana diamanatkan oleh Hari Kasih Sayang itu sendiri.


Kita semua berharap Pemilu 2024 menghasilkan pemimpin-pemimpin yang lebih mengedepankan hati (kasih) dari pada kekerasan.  Wallahu a'lam bish-shawab. Semoga bermanfaat.


*Penulis adalah Pengamat Politik dan Wartawan Senior*


*Catatan:*


[1]. https://www.kompasiana.com/yosef90274/61f8066906310e43242361c6/pemilu-2024-ajang-politik-kasih-sayang?page=1&page_images=1


[2]. https://nasional.tempo.co/read/1560908/anggaran-fantastis-pemilu-2024-ketua-kpu-bilang-buat-bangun-infrastruktur


[3]. https://poskota.co.id/2021/11/22/politik-uang-hasil-ngutang


[4]. https://nasional.tempo.co/read/1502561/fahri-hamzah-biaya-politik-yang-mahal-lahirkan-praktik-korupsi


[5]. https://news.detik.com/berita/d-5923650/kpu-tetapkan-hari-pemungutan-suara-pemilu-14-februari-2024

Pemberlakuan Permenaker No. 2 Tahun 2022 Sikap Yang Tidak Manusiawi, Mbalelo dan Bar-barian

Februari 12, 2022

 




Oleh : Jacob Ereste 

JAKARTA, BeritaKilat - Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (Permenaker) Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cara dan Persyaratan Pembayaran Jaminan Hari Tua (JHT) terkesan seperti kepanikan pemerintah tak punya uang. Sekonyong-konyong Permenaker ini ditetapkan pada 2 Februari 2022, dan diundangkan pada tanggal 4 Februari 2022. Aturan ini sekaligus mencabut Permenaker Nomor 19 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Manfaat Jaminan Hari Tua. Permenaker yang dikeluarkan oleh Menaker Ida Fauziyah ini mematok kaum buruh yang belum berusia 56 tahun tidak bisa cair, karena harus menungggu sampai usia pension. 


Jadi untuk buruh yang berusia dibawah 56 tahun harus siap berlapar-lapar jika terkena PHK (Pemusan Hubungan Kerja) atau mengundurkan diri dari pekerjaannya sebelum berusia 56 tahun. Peraturan yang mencekik kaum buruh ini hingga Sabtu (12/2/2022) sudah ditandatangani oleh 150.562 orang petisi yang menyatakan penolakannya. (Kompas.com - 12/02/2022). Jika suara melalui petisi ini masih dianggap belum cukup untuk mengingatkan pemerintah, kata Burhanuddin dari Komunitas Buruh Indonesia, artinya pemerintah memang ingin diperlakukan dengan kekerasan.


Permenaker No 02 Tahun 2022 yang ditetapkan pada 2 Februari 2022, dan diundangkan pada tanggal 4 Februari 2022, juga mencabut Permenaker Nomor 19 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Manfaat Jaminan Hari Tua. Karena dalam perubahan mengenai syarat pengambilan jaminan hari tua dalam Permenaker No 02 Tahun 2022 termuat dalam pasal 3 yang menyatakan: "Manfaat JHT bagi Peserta yang mencapai usia pensiun sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 huruf a diberikan kepada Peserta pada saat mencapai usia 56 (lima puluh enam) tahun." Jadi jelas untuk kaum buruh yang di PJK atau mengundurkan diri dari tempat kerjanya sebelum berusia 56 tahun tidak berhak mengambil JHT miliknya itu.


Karena seperti penjelasan dalam Pasal 4 bahwa manfaat JHT tetap baru bisa diambil pada usia 56 tahun meskipun peserta program ini sudah berhenti bekerja. Adapun kategori berhenti bekerja yang dimaksudkan adalah mengundurkan diri, terkena PHK, dan meninggalkan Indonesia untuk selama-lamanya. Jadi hanya peserta BPJS Ketenagakerjaan yang mengalami cacat total tetap, meninggal dunia, dan pekerja Warga Negara Asing (WNA) yang pergi dari Indonesia selama-lamanya saja yang bisa mencairkan JHT tanpa menunggu usia 56 tahun atau masa pensiun.


Dalam peraturan yang lama(Permenaker Nomor 19 tahun 2015 tentang Tata Cara dan Persyaratan Manfaat Jaminan Hari Tua), JHT bisa diklaim hanya dalam waktu satu bulan setelah pekerja mengundurkan diri dari tempatnya terakhir bekerja. Pdermenaker No. 19 Tahun 2015 menyebutkan, "Pemberian manfaat JHT bagi peserta yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 3 huruf a dapat dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan diterbitkan."


Permenaker No. 2 Tahun 2022 yang baru disahkan Ida Fausiyah ini mengubah paraturan tersebut sehingga kaum  buruh baru bisa mengambil JHT pada usia 56 tahun sekalipun ia terkena PHK. Peraturan itu membuat buruh harus menunggu sampai usia pension jika hendak mengklaim JHT miliknya itu. Padahal saat kehilangan pekerjaan, kaum buruh sangat membutuhkan dana JHT itu untuk bertahan hidup maupun untuk menjadi modal usaha.


Kecuali itu, Permenaker No. 2 Tahun 2022 ini merupakan aturan turunan dari Undang-Undang (UU) Cipta Kerja yang sudah dinyatakan inkonstitusional bersyarat oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Jika benar Permenaker No 2 Tahun 2022 tidak sejalan dengan arahan Presiden Joko Widodo yang konon telah memerintahkan kepada Menaker untuk membuat aturan agar JHT agar kaum buruh yang terkena PHK dapat mengambil dananya itu ke BPJS Ketenagakerjaan, jelas Kemenaker telah salah kaprah atau membalelo teerhadap kepada Presiden.


Padahal melalui peraturan lama ini, JHT bisa diklaim dalam waktu satu bulan setelah pekerja mengundurkan diri dari tempatnya terakhir bekerja. Penjelasan tersebut ada pada Pasal 5 Permenaker No 19 Tahun 2015. Bunyinya adalah sebagai berikut: "Pemberian manfaat JHT bagi peserta yang mengundurkan diri sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 ayat 3 huruf a dapat dibayarkan secara tunai dan sekaligus setelah melewati masa tunggu satu bulan terhitung sejak tanggal surat keterangan pengunduran diri dari perusahaan diterbitkan."



Deputi Direktur Bidang Hubungan Masyarakat dan Antar Lembaga BPJamsostek Dian Agung Senoaji membenarkan aturan yang menegaskan jaminan hari tua baru bisa diambil saat pekerja memasuki masa pensiun. Ia menegaskan, program JHT bertujuan untuk menjamin peserta menerima uang tunai pada saat memasuki masa pensiun, mengalami cacat total tetap, atau meninggal dunia. Dengan begitu, pekerja maupun ahli waris memiliki tabungan ketika memasuki masa pensiun. Namun cara berpikir yang tidak logis ini, justru akan menyusahkan kaum buruh maupun ahli warisnya, manakala harus menunggu hingga buruh yang bersangkutan sampai pada usia 56 tahun.


Sikap atau keputusan yang mematok kaum buruh dengan memberlakukan Permenaker yang justru tidak memberi kenyamanan bagi kaum buruh ini – atau bahkan hendak memanfaatkan uang buruh dengan cara semena-mena itu – sungguh tidak manusiawi. Karenanya, ketika petisi dari kaum buruh yang memprotes itu pun sudah disampaikan secara baik-baik, namun pihak Kemenakertrans masih juga berkeras kepala dan jumawa, tampaknya kaum buruh patut lebih bijak memahaminya bila sesungguhnya Kemenakertrans sangat mungkin sedang menguji keberanian kaum buruh untuk bersikap bar-barian juga.

Jakarta, 12 Februari 2022

Gelar Sharing Session, NPC Angkat Topik Budaya Riset Kunci Peradaban

Februari 07, 2022

Jakarta, BeritaKilat.Com — Nusantara Palestina Center (NPC) menggelar Sharing Session dengan tema “Membangun Budaya Riset di Kalangan NGO Indonesia Palestina dalam Membangun Peradaban,” pada hari Minggu (6/2/2022) pagi.


Kegiatan yang digelar ruang rapat lantai 4 Kantor NPC di Jakarta ini menghadirkan Dr. Tiar Anwar Bachtiar, M.Hum., Sejarawan INSISTS dan Penulis buku "Hamas Kenapa Dibenci Amerika?" sebagai pembicara utama, semantara Pusdok Islam Tamaddun Hadi Nur Ramadhan berlaku sebagai moderator acara.


Sebelum acara sharing ini dimulai, Direktur Pelaksanan NPC Ihsan Zainuddin menyampaikan mukadimahnya tentang komitmen NPC untuk terus mengedukasi masyarakat soal isu kemanusiaan dan Palestina. Selain itu, dirinya menuturkan sudah tinggi waktunya para aktivis lembaga sosial dan kemanusiaan di Indonesia memiliki kemampuan literasi yang memadai. Salah satunya, kata Ihsan, dengan membangun budaya riset. 


Dalam perspektifnya, peradaban lahir dari rahim kebudayaan, jadi peradaban tidak akan mungkin ada tanpa adanya spirit kebudayaan. Maka hal pertama-tama yang menjadi titik fokusnya adalah bagaimana budaya literasi dan riset di kalangan para aktivis sosial dan kemanusiaan.


Memasuki agenda inti dari kegiatan Sharing Session ini, Dr. Tiar Anwar menjelaskan perjuangan bangsa Indonesia di zaman sebelum kemerdekaan hingga tahun 80-an terhadap kebebasan dan kemerdekaan Palestina. Menurut Pakar Sejarah Islam itu, NGO Indonesia dan Palestina adalah motor penggerak untuk menanamkan kesadaran yang tinggi dari masarakat tentang isu perdamaian dunia dan Palestina.


"Peran sentral NGO Indonesia Palestina memegang kunci atas kesadaran rakyat Indonesia, bahwa isu Palestina adalah isu kita bersama," ucapnya mengawali sharing ini.


Selain itu, dirinya juga menggarisbawahi perlunya cita-cita kemanusiaan bersama dari lembaga sosial dan kemanusiaan beserta para aktivis untuk memberikan dukungan sepenuhnya bagi rakyat Palestina yang tertindas dan perjuangan mereka untuk membebaskan tanah air mereka dan tempat-tempat suci Islam, serta menyerukan kepada masyarakat internasional untuk mendukung rakyat Palestina dalam menghadapi penjajahan ini.


"Tujuan yang harus menjadi drive dalam Gerakan (kemanusiaan) ini adalah cita-cita humanis; perubahan atas kemanusiaan; cita-cita besar bersama untuk kemerdekaan Palestina," tegas Sejarawan INSISTS itu.


Di akhir pembicaraannya, Dr. Tiar Anwar memberikan penggalian epistemologis yang mendalam, bahwa dengan ilmu perangkat ilmu pengetahuan dan penelitian sistematis yang ketat, akan membuat amal saleh menjadi lebih berkembang dan kokoh, serta mewujudkan peradaban yang tinggi. Oleh sebab itu, dirinya berharap NPC dapat mengakomodir atau memfasilitasi biaya penelitian para master dan doktoral dalam studi Palestina dan kemanusiaan.


"Ilmu memungkinkan membuat amal berkembang, kokoh, berbasis peradaban. NPC diharapkan mampu mengakomodir atau memfasilitasi biaya penelitian para master dan doktoral dalam studi Palestina," pungkasnya.


Kegiatan ini diwarnai dengan sesi tanya jawab. Beberapa pertanyaan terkait topik yang diangkat juga dilontarkan kepada pembicara.


Selain dihadiri oleh Direktur Pelaksana NPC Ihsan Zainuddin, Kepala Litbang NPC Abdullah Bawazir, dan segenap staf kantor NPC, acar ini juga dihadiri oleh Pusdok Islam Tamaddun Hadi Nur Ramadhan, Ketua Palestine Media Forum Indonesia Pizzaro Ghozali,  Ketua CDC El-Sharq Muhammad Anas dan  Fadhilah Sulaiman PP Pemuda Persis.


Sebagai lembaga filantropi, NPC selalu mempromosikan budaya cinta dan kasih sayang untuk kemanusiaan secara umum.


Penulis: Thoriq

Investigasi Tipikor dan Perlindungan Jurnalis dalam Peliputan

Februari 05, 2022


_Oleh: Wilson Lalengke_

Jakarta, BeritaKilat.Com - Investigasi merupakan salah satu strategi atau cara seseorang ataupun sekelompok wartawan dalam mendapatkan informasi dan data yang diperlukan untuk mengetahui secara persis, detail, dan mendalam tentang suatu gejala, fenomena, fakta, kejadian, dan/atau perkara. Dalam implementasi di lapangan, investigasi dapat berbentuk peliputan terbuka, dapat juga dilakukan secara tertutup atau rahasia. Untuk yang terakhir ini, umumnya dilakukan oleh para jurnalis senior dan terlatih, karena resiko yang dihadapi umumnya cukup tinggi.


Tindak pidana korupsi (Tipikor) adalah salah satu obyek liputan yang cukup beresiko. Hal ini umumnya disebabkan oleh kesulitan mendapatkan narasumber yang dengan terbuka dan sukarela memberikan informasi dan data yang dibutuhkan dalam pengungkapan kasus tipikor. Perlawanan dari para terduga pelaku tipikor yang diinvestigasi tidak jarang dilakukan dengan tindak pidana kekerasan, pengancaman, dan bahkan pembunuhan terhadap wartawan yang melakukan investigasi.


Unsur-unsur tindak (delik) pidana korupsi tidak akan terlepas dari unsur-unsur yang terdapat dalam pasal 2 dan pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Jo Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi [1]. Kedua pasal itu selengkapnya berbunyi sebagaimana berikut ini.


_“Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun paling lama 20 (dua puluh) tahun, dan denda paling sedikit dua ratus juta rupiah dan paling banyak satu milyar rupiah.”_ (Pasal 2 UU No. 31 tahun 1999)


_“Setiap orang yang dengan tujuan menguntungkan diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi, menyalahgunakan kewenangan, kesempatan atau sarana yang ada padanya karena jabatan atau kedudukan yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara, dipidana dengan pidana seumur hidup, atau pidana penjara paling singkat 1 (satu) tahun dan paling lama 20 (dua puluh) tahun dan atau denda paling sedikit lima puluh juta rupiah dan paling banyak satu milyar rupiah.”_ (Pasal 3 UU No. 31 tahun 1999)


Merujuk kepada Firman Wijaya, unsur-unsur delik pidana korupsi yang terdapat dalam pasal 2 UU PTPK tersebut sebagai berikut:

1. Setiap orang;

2. Secara melawan hukum;

3. Perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi;

4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.


Sementara itu, unsur delik pidana yang termasuk kategori korupsi sebagaimana pada pasal 3 UU PTPK, adalah:

1. Setiap orang;

2. Menyalahgunakan wewengan dan jabatan;

3. Perbuatan memperkaya diri sendiri dan orang lain atau suatu korporasi;

4. Dapat merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.


Bagi seorang jurnalis, penting sekali artinya memahami pengertian unsur-unsur delik atau tindak pidana korupsi, antara lain untuk:

1. Untuk menyusun analisis awal dugaan adanya tipikor;

2. Dapat menguraikan perbuatan orang (orang-orang) yang diduga telah melakukan tipikor;

3. Merancang dan menyusun pertanyaan-pertanyaan kepada narasumber, pakar, para pihak terkait, dan orang/pihak yang diduga melakukan tipikor;

4. Menuntun seorang jurnalis/investigator dalam melakukan tugas investigasi;

5. Menyusun laporan hasil investigasi, baik dalam bentuk jurnal, essay, features, maupun hard-news, baik berbentuk karya tulis, karya foto, karya video, maupun pesan audio;

6. Membangun argumentasi ketika menghadapi pernyataan dan pertanyaan kritis, maupun komplain dari pihak-pihak tertentu.


Sebagaimana telah disinggung di atas tadi bahwa kegiatan investigasi terhadap dugaan tindak pidana korupsi memiliki konsekwensi dan resiko yang cukup tinggi dibandingkan dengan kegiatan peliputan lainnya. Untuk itu, seyogyanya para wartawan mendapatkan perlindungan dari negara dalam menjalankan setiap aktivitas kewartawanan, teristimewa pada obyek liputan yang memiliki resiko besar.


Peraturan perundangan yang memberikan perlindungan hukum terhadap jurnalis Indonesia dalam melakukan tugas-tugasnya sudah cukup memadai. Pasal 8 Undang-Undang Nomor 4- tahun 1999 tentang Pers sangat tegas menyatakan bahwa: “Dalam melaksanakan profesinya wartawan mendapat perlindungan hukum” [2].


Pelarangan wartawan atau jurnalis untuk melakukan peliputan terkait kejadian, peristiwa, fakta, dan fenomena di masyarakat dan dimanapun di negeri ini merupakan pelanggaran terhadap pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers. Dalam pasal ini disebutkan bahwa setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi pelaksanaan ketentuan Pasal 4 ayat (2) dan ayat (3) dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun atau denda paling banyak Rp. 500.000.000,00 (Lima ratus juta rupiah).


Pasal 4 ayat (2) menegaskan bahwa terhadap pers nasional tidak dikenakan penyensoran, pembredelan atau pelarangan penyiaran. Yang dimaksud penyensoran adalah penghapusan secara paksa sebagian atau seluruh materi informasi yang akan diterbitkan atau disiarkan, atau tindakan teguran atau peringatan yang bersifat mengancam dari pihak manapun, dan atau kewajiban melapor, serta memperoleh izin dari pihak berwajib, dalam pelaksanaan kegiatan jurnalistik. Lagi, dalam pasal 4 ayat (3), jelas ditegaskan bahwa pers nasional mempunyai hak mencari, memperoleh, dan menyebarluaskan gagasan dan informasi.


Jika terjadi pelarangan, penghambatan, bahkan hanya berbentuk teguran untuk tidak melakukan peliputan, maka pihak-pihak yang menghambat wartawan melakukan tugasnya itu dapat diproses secara hukum. Mereka ibarat virus Corona yang sangat berbahaya, yang dengan ganasnya menggerogoti kehidupan demokrasi di negeri ini.


Sebagai saran yang cukup baik bagi para wartawan, khususnya jurnalis investigasi, sebaiknya Anda cetak (print-out) UU Nomor 40 tahun 1999 tentang Pers, dan bawa serta kemanapun di saat liputan. Jika ada oknum petugas, warga masyarakat, atau aparat yang melakukan pelarangan atau penghambatan dalam peliputan, maka bacakan saja Pasal 18 ayat (1) UU Nomor 40 itu, dan jelaskan isi Pasal 4 ayat (2) dan (3), serta Pasal 1 ayat (8) yang terkait dengan kata 'penyensoran'. Kita juga perlu melakukan edukasi terhadap aparat, petugas, warga, dan siapapun dimanapun tentang Pasal 18 UU Pers ini.


Selain itu, perlu juga dibudayakan sebuah pola kerja yang mendahulukan keselamatan dan kesehatan kerja dalam peliputan, terutama terhadap hal-hal yang beresiko tinggi seperti investigasi tipikor. Kerjasama dengan rekan sekerja, rekan sejawat, kerja dalam team, serta pelibatan pihak berwenang di wilayah peliputan sangat dianjurkan. Dengan demikian, kerja-kerja jurnalisme yang dilakukan dapat berjalan dengan baik, lancar, dan terjaga keselamatan diri para peliput-investigasi tipikornya. (*)


Catatan:


[1] Pusat Edukasi Anti Korupsi; https://aclc.kpk.go.id/


[2] Undang-undang (UU) tentang Pers; https://peraturan.bpk.go.id/Home/Details/45370/uu-no-40-tahun-1999

Jembatan Cidikit Mangkrak, Masyarakat Baksel Buka Suara pertanyakan Eksistensi Dewan

Oktober 12, 2021

 

LEBAK, BeritaKilat.Com – Ramainya Pemberitaan di beberapa media atas mangkraknya Pembangunan Jembatan Cidikit, yang berlokasi d Lebak bagian selatan,ternyata mendapat dukungan semàngat dari berbagai elemen masyarakat. Dàn,ikut memancing Masyarakat untuk buka suara.

Secara blak-blakan mereka mempertanyakan kinerja serta Eksistensi anggota Dewan selama ini,baik yang duduk di tingkat Kabupaten,Provinsi,maupun Pusat.

Karena menurut mereka (Masyarakat_red),ramainya pemberitaan atas mangkraknya Pembangunan Jembatan yang kebetulan berada di wilayah selatan,harusnya Dewan ikut lantang bicara sebagai Fungsi kontrol dan penyambung lidah rakyat,jangan hanya diam. 

Baik bàgi mereka yang berasal dari Dàpil zona selatan,maupun zona Lebak.

Seperti dikatakan Asep Dedi Mulyadi, Ketua Ormas Badak Banten DPC Kecamatan Bayah,melalui pesan whatsapp kepada awak media, minggu,(10/10/2021).

"Inilah moment tepat bagi para Wàkil Rakyat yang berasal dari selatan untuk menunjukan eksistensinya dalam membela kepentingan,dan penyambung lidah rakyat serta menjalankan fungsi kontrolnya terhadap Pembangunan." 

Asep juga menegaskan kepada mereka,para anggauta Dewan,untuk tidak tinggal diam ketika ràkyat mempertanyakan persoalan krusial dalam Pembangunan.

Ditempat terpisah,ketua Forum Komunikaai Masyarakat Cibeber (FKMC),Tb.Endin,mengatakan, "Dewan harusnya peka terhadap segala bentuk persoalan yang sedang terjadi,terutama di zona asal mereka. Apa susahnya sih,, Bukankan dulu banyak yang dijanjikan pada rakyat (Konstituennya).., bahkan,mengemis-ngemis meminta suara." Ujar Endin,minggu,(10/10/2021)

Endin menambahkan,bahwa Dewan punya Hak menjalankan  fungsi kontrol dalam mengawal dan mengawasi Pembangunan. 

Apalagi ketika Rakyatnya sedang menyoroti hasil dari Pembangunan yang Amburadul,yang 'Diduga' sarat dengan Kepentingan dan hanya jadi ajang manfaat saja. seperti yàng saat ini terjadi,yang sedang ramai dan gencar dalam pemberitaan di berbagai Media.

(Nank Ulle_2021/Red)

Nasabah Minnapadi Berang , Virus Investasi Bodong Kembali Menyerang!!!!

Oktober 06, 2021

JAKARTA, BeritaKilat.ComTidak ada habisnya lembaga keuangan non bank menguliti uang masyarakat Indonesia. Setelah terkuaknya kasus raksasa Jiwasraya dan Koperasi Indosurya, muncul Koperasi Sejahtera Bersama, dan Minna Padi Aset Manajemen. Masyarakat yang mulai kehilangan kesabarannya kembali menghubungi LQ Indonesia Lawfirm di Hotline 081804890999 masyarakat meyakini LQ Indonesia Lawfirm mampu menyelesaikan permasalahan investasi bodong berdasarkan track recordnya yang cemerlang.

Advokat Saddan Sitorus, SH berkata bahwa “Terkuaknya permasalahan dalam tubuh PT Minna Padi Asset Manajemen sebetulnya sudah sejak Oktober 2019, dimana OJK mengeluarkan surat yang mengungkapkan adanya indikasi pelanggaran dalam pemasaran produk reksa dana. Sekian lama tidak adanya kejelasan dalam kelanjutan kasus ini,  LQ pada akhirnya dipercaya untuk menangani kasus Minna Padi”

Advokat Saddan Sitorus, SH kemudian meyakinkan masyarakat untuk segera melaporkan kasus yang terkait investasi bodong. “Kuncinya ada 3, strategi, kecepatan dan ketepatan, semua berjalan beriringan, inilah yang menjadi keunggulan LQ dalam menangani perkara investasi bodong, sehingga berkali kali mendapat kepercayaan dari masyarakat. LQ juga sangat mengedepankan hasil, result oriented adalah nomor 1 dalam 8 pakta integritas yang LQ miliki”

Banyaknya korban dalam kasus investasi bodong yang meresahkan rakyat, membuat LQ memiliki rencana untuk menggugat OJK yang dinilai lalai dalam menjalankan tugasnya dan seringkali membuat masyarakat dirugikan. “Sekian kali masyarakat mempercayakan LQ dalam kasus investasi bodong, kali ini Minna Padi, kami mulai heran, apa dan bagaimana kinerja dari OJK” tutur Advokat Saddan Sitorus, SH.

LQ Indonesia lawfirm menghimbau kepada masyarakat luas untuk jangan ragu melaporkan kasus investasi bodong dan koperasi gagal bayar, ataupun kasus kasus lainnya kepada LQ Indonesia Lawfirm. Jangan terlalu lama berpikir dan segeralah berkonsultasi terlebih dahulu. (*/Red)

 

BOYKE NOVRIZON : Apa yang salah dari seorang YUSRIL IHZA MAHENDRA

September 25, 2021

 


Jakarta, Beritakilat.Com - Apa yang salah dari seorang Yusril Ihza MAHENDRA...?

beliau adalah seorang yang berprofesi sebagai ahli hukum juga advokad yang saat ini mengambil langkah pribadi memihak atau membela KLB PD Sibolangit...

Kita sama sama tau seorang advokat memiliki hak penuh atas kebebasan dirinya untuk menentukan pilihannya dalam membela para klien/pihak yang akan dibelanya, dan negara mensahkan juga melegalkan itu.


Seorang *Yusril* yang kita/publik ketahui adalah pakar hukum yang memiliki rekam jejak yang jelas juga terang benderang baik didunia hukum, akademis, politik maupun aparatur negara. 


Sebagai seorang yang memiliki ketokohan, Integritas yang kuat, juga nama besar dan juga memiliki pengetahuan serta keilmuan yang sangat lengkap baik politik maupun hukum, tentunya beliau *Prof Yusril Ihza Mahendra* sudah mempelajari secara seksama dan teliti hingga akhirnya beliau mau bersedia membantu perjuangan kawan kawan yang melaksanakan KLB Partai Demokrat di Sibolangit.

Beliau *Yusril Ihza Mahendra* memiliki karakter yang kuat dan tegas sehingga tidak mudah bagi seseorang atau para pihak (pribadi, kelompok, organisasi maupun swasta) untuk meminta bantuan juga pembelaannya dalam sebuah kasus/persoalan hukum yang terjadi,

*Yusril Ihza Mahendra* bukanlah seorang Lawyer (kuasa hukum) yang bisa dibeli seenak jidatnya dengan janji/iming materi, atau kuasa hukum yang gelap mata membela perkara atas syahwat kekuasaan, karena dibalik tangan dinginnya sebagai *Profesor Hukum* beliau *Yusril Ihza Mahendra* sangat mengedepankan *azas kebenaran dan moralitas* ketika ingin/telah menentukan pilihannya dalam membela perkara hukum atas pihak/klien yang akan dibelanya, sebab saya pribadi sangat mengenal dan memahami betul karakter seorang *Yusril Ihza Mahendra*.


Oleh karena itu saya mengajak kepada publik dan masyarakat Indonesia untuk benar benar mengikuti proses persidangan ini dengan seksama, Jika AD/ART Partai Demokrat Kongres V yang sudah didaftarkan ke *MENKUMHAM* oleh pihak PD AHY dianggap memang benar sesuai kebenaran yang berlaku dan juga dalam AD/ART 2020/2025 yang telah didaftarkan itu *tidak ada kebohongan ataupun tidak ada pasal pasal siluman yang dibuat diluar arena Kongres V* maka AHY dan kelompoknya  tidak usah takut, cemas atau was was, biarlah hukum negara yang mengatakan/memutuskan kebenaran itu.


Namun jika pihak *KLB Partai Demokrat* yang salah satu tuntutannya telah dikuasakan kepada *Prof Yusril Ihza Mahendra* ternyata dapat membuktikan didepan majelis hakim yang terhornat dan dalam persidangan, bahwa  AD/ART 2020/2025 yang telah didaftarkan ke *MENKUMHAM* itu ternyata memiliki kebohongan yang sistematis karena adanya pasal yang telah dirubah diluar arena Kongres maka *AD/ART Kongres V bukan saja batal demi hukum, namun sangat jelas ada kebohongan juga Pidana disana,* karena kita sama sama mengetahui dalam *UU Parpol Negara Kesatuan Republik Indonesia No. 2 tahun 2011*, mengatakan :

*"Anggaran Dasar dan Anggaran Rumah Tangga Partai Politik tidak bisa dirubah sepihak, karena hanya bisa diganti atau dirubah dalam rapat tertinggi Internal Partai Politik"*

dalam hal ini rapat tertinggi Partai Demokrat adalah *KONGRES/KONGRES LUAR BIASA.*


Kami sebagai pihak *KLB Partai Demokrat* dibawah kepemimpinan *Pak Moeldoko* tentunya sangat menghargai Profesionalisme *mantan Ketua Mahkamah Konstitusi Saudara Dr. Hamdan Zoelva, S.H., M.H. dan mantan Ketua KPK Saudara  Dr. H. Bambang Widjojanto, S.H., M.Sc.beserta kuasa hukum pihak AHY yang lainnya* dalam menentukan sikap juga pilihannya mensupport, membela ataupun menjadi Kuasa hukum dari pihak PD AHY, karena sesungguhnya karakter juga jiwa kami sebagai Kader Partai Demokrat yang berada dalam *KLB PD Sibolangit* tidak akan pernah mau menghina juga menghakimi ataupun memberikan kesimpulan yang tendensius kepada para kuasa hukum PD AHY, karena kami sadar mereka para Lawyer/Kuasa Hukum wajib dihargai dan dijaga marwahnya, mereka memiliki Hak Penuh untuk menentukan sikap juga pilihan mereka dalam membela siapapun pihak yang akan/telah dibelanya, karena itu *Saya berpesan MORAL kepada sahabat saya RACHLAN NASIDIK* untuk bisa berfikir jernih, berkata lembut, jujur dan berorientasi atas dasar hukum kebenaran dalam membela Bos"nya (AHY), janganlah memakai pandangan hukum sesat dengan menyerang juga menghakimi kuasa hukum kami saudara *Yusril Ihza Mahendra* secara membabi buta dengan mengatakan *Yusril adalah kuku kuku tajam dari praktek politik yang menindas* karena keberpihakannya mendukung KLB PD dan Pak Moeldoko yang kata RACHLAN telah melakukan Praktek Politik hina, tanpa terlebih dulu RACHLAN mengedepankan azas praduga tidak bersalah, kami berharap kepada kelompok AHY cukuplah sudah menyebar berita berita yang sangat provocatife dan  menghina baik kepada Bapak Moeldoko, kuasa hukum kami Bapak Yusril Ihza Mahendra juga kepada para kader PD yang mengambil pilihan politik yang berbeda mendukung KLB  SIBOLANGIT, karena perbedaan pandangan dan jalan politik adalah sebuah pilihan, tunjukanlah bahwa kita ini memang kader Partai Demokrat yang menjadikan Demokrasi sebagai landasan dalam berfikir juga berjuang, janganlah *Demokrasi* hanya dijadikan kata kata penyejuk sesaat dan slogan untuk menarik simpatik rakyat semata, janganlah Demokrasi hanya diposisikan sebagai alat pemukul untuk mempertahankan kekuasaan yang dibingkai dari pentas panggung sandiwara. 


Oleh karenanya sengketa Partai Demokrat saat ini sudah masuk keranah hukum negara, maka mari bersama sama kita jaga proses pelaksanaan pengadilan ini dengan baik dan seksama, proses pengadilan yang mengedepankan  keabsahan serta  independen juga kebenaran atas keputusan yang akan diputuskan oleh hakim pengadilan negara, baik itu di PTUN, MA maupun pengadilan lainnya, karena kita sama sama paham bahwa negara ini adalah negara hukum, bukan negara para penebar atau penyebar fitnah yang berkarakter provocatife.



Salam Hormat Saya, 


*(BOYKE NOVRIZON)*

Ketua Umum Angkatan Muda Demokrat -  Pimpinan Sidang KLB PD SIBOLANGIT.

LQ INDONESIA LAWFIRM USUL KE PRESIDEN JOKOWI AGAR KINERJA POLRI MAKSIMAL TERUTAMA DALAM PEMBERANTASAN OKNUM MAFIA

September 22, 2021

JAKARTA, BeritaKilat.Com - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan bahwa pemerintah berkomitmen penuh dalam memberantas mafia-mafia tanah. 

Jokowi mendesak dan mengingatkan jajaran Polri untuk tak ragu mengusut mafia-mafia tanah yang ada di Indonesia. 

"Kepada jajaran Polri saya minta jangan ragu-ragu mengusut mafia-mafia tanah yang ada, jangan sampai juga ada aparat penegak hukum yang membekingi mafia tanah tersebut," ujar Jokowi, Rabu (22/9/2021) 

LQ Indonesia Lawfirm sangat pesimis akan komitmen POLRI dalam memberantas mafia tanah seperti yang diarahkan Presiden kepada Kapolri. Seingat saya Presiden sudah berkali-kali memgingatkan POLRI, namun apakah ditindaklanjuti? "Tentu tidak, kalo ditindaklanjuti tidak mungkin Presiden Jokowi sampai ngomong berkali-kali." Ujar Sugi Kabid Humas LQ Indonesia Lawfirm. 

PRAKTEK KOTOR OKNUM POLRI DALAM "DUE PROCESS OF LAW"

Lebih lanjut LQ Indonesia Lawfirm mengungkapkan kekawatirannya terhadap dugaan Polda Metro Jaya sebagai Sarang Mafia Hukum. 

"Bagaimana Presiden mengharapkan POLRI untuk menindak mafia tanah jika banyak aparat Polri adalah oknum Mafia hukum? Selama ini oknum Polri berlindung di balik kewenangan yang diberikan oleh Undang-undang dalam penyidikan, namun fakta lapangan, banyak oknum POLRI menyalahgunakan wewenang mereka dan menindas masyarakat tidak bersalah." Ujar Advokat Alvin Lim, SH,MSc, CFP, CLA 

Berikut adalah praktik kotor oknum POLRI:

1. Memeras pihak berperkara: dimana oknum polisi akan meminta uang untuk memproses perkara. Contohnya klien LQ di Unit 5 Fismondev diperas 500 juta untuk biaya SP3. 

Berikut link Video dugaan pemerasan: 

https://youtu.be/vd8yb33Suco 

2. Wewenang menentukan apakah perkara perdata atau pidana: prinsip oknum Polri kasih data saja jadi perdata, kasihlah dana maka jadi pidana kasus yang anda laporkan. Contoh, kasus Investasi Bodong OSO Sekuritas, Kresna Sekuritas dan Narada yang sudah dilaporkan 2 tahun oleh LQ Indonesia Lawfirm, tidak diproses selama belum ada koordinasi ke pimpinan baru di unit 4 Fismondev. 


3. Tebang Pilih dalam penanganan kasus: Oknum Polda Metro Jaya sangat tajam menindak Habib Rizieq Shihab padahal satu sen pun tidak ada kerugian materiil dan hanya pelanggaran prokes, HRS sampai ditahan dan dikenakan pasal berlapis. Sedangkan kasus PT Mahkota dan OSO Sekuritas yang sudah dilaporkan pasal berlapis dan merugikan nasabah Teiliunan rupiah, hampir 2 tahun masih dalam proses lidik dengan alasan sudah panggil saksi Raja Sapta Oktohari, dkk 6x namun tidak datang. Dalam kasus HRS, polisi bisa langsung naekkan sidik, intai, bahkan bunuh pengawal HRS, berbanding terbalik dalam kasus Mahkota, oknum polisi alasan tidak bisa jemput paksa karena masih dalam lidik dan tindakan terlihat Tumpul ke atas. 


4. Tangkap dulu buktikan belakangan: seperti kasus yang menimpa 4 klien LQ Indonesia Lawfirm yang dikriminalisasi oknum Subdit Resmob, dimana polisi tidak ada barang bukti, BAP di rekayasa dan Tersangka dianiaya selama dalam tahanan. Walau akhirnya di vonis bebas oleh PN Jakarta Utara karena perbuatan bukan merupakan pidana. Namun 4 orang tersebut sudah rugi materi, dianiaya dan hancur nama baiknya. 


5. Memakai Pasal TPPU: salah satu trik kotor oknum Polri adalah mengunakan pasal berlapis biasanya ditambahkan TPPU (Pencucian Uang): fungsinya agar lamanya penahanan bisa di perpanjang dari 60 hari menjadi 120 hari di kepolisian, jadi walau bebas di pengadilan, tersangka sudah mendekam selama 8 bulan kurang lebih. Padahal dari awal oknum penyidik tahu tidak ada aset disita, dan tidak ada unsur pencucian uang, tapi sekali bicara kewenangan disitulah oknum Polri beralasan. 

Bagi masyarakat yang terjerat oknum Penyidik POLRI, hubungi LQ Indonesia Lawfirm di 0818-0489-0999 untuk mendapatkan keadilan. 


BAHAYA LATEN KEKUATAN ABSOLUT KEPOLISIAN TANPA PENGAWASAN

Kepolisian RI saat ini secara nyata adalah Institusi penegakan hukum terkuat di Indonesia. POLRI menentukan apakah perbuatan pidana atau bukan, semau mereka. Tahan dulu urusan benar atau salah belakangan. Tidak adanya Badan pengawas External, bahkan KPK saat ini dikepalai oleh Jenderal POLRI. Kejaksaan sudah seharusnya diberi kewenangan Penyidikan, di luar negeri Kejaksaan juga punya wewenang melakukan penyidikan untuk menghindari adanya permainan di kepolisian oleh oknum. Namun di Indonesia kekuatan institusi kejaksaan di berangus, dibatasi, KPK pun sudah berhasil di lumpuhkan dan menjadi macan ompong. 


HIMBAUAN DAN SOLUSI LQ INDONESIA LAWFIRM UNTUK MENGATASI OKNUM POLRI

Ketua Pengurus LQ Indonesia Lawfirm, Advokat Alvin Lim, SH, MSc, CFP, CLA sangat prihatin atas hal diatas. "Sedikit demi sedikit dibangun kekuatan Absolut dan Super power kepolisian. Kekuatan besar tanpa kontrol dan pengawasan eksrernal sangat berbahaya ketika ada oknum menyalahgunaan wewenang dan menjadikan masyarakat sebagai target oknum mafia hukum." 


LQ Indonesia Lawfirm memperingatkan pemerintah, terutama Presiden, "Demi Masyarakat, Sudah waktunya ada badan pengawas independen diluar Polri yang bisa mengawasi dan menindak Oknum Polri yang nakal dan melawan hukum dengan pimpinan diluar unsur POLRI, apabila tidak maka Indonesia bukan lagi sebagai negara hukum sebagaimana pasal 1 ayat 3 UUD 1945, tetapi sebagai negara Mafia yang dikuasai dan dikontrol oleh mafia-mafia yang pegang uang dan kekuasaan. Juga dibutuhkan sebuah badan eksternal yang bisa menilai dan mereview atas penghentian penyelidikan yang melawan hukum atau adanya dugaan penyalahgunaan wewenang dalam due process of law di kepolisian. Karena banyak kasus yang dihentikan dalam lidik dan juga korban tidak bersalah dikriminalisasi dan ditahan karena adanya intervensi oknum POLRI hasil jual beli perkara," tutup Alvin.

Sumber : LQ Indonesia Lawfirm

LQ Indonesia Lawfirm: Polda Sarang Oknum Mafia Hukum, Investasi Bodong Mandek, Korban Investasi Bodong Tutup LP Diperas 500 Juta

Agustus 30, 2021

 

Jakarta, BeritaKilat.Com – Investasi bodong merajalela di Indonesia, sebut saja kasus koperasi Indosurya 15 Triliun, PT MPIP, MPIS, Oso Sekuritas, Kresna Sekuritas, Narada, Koperasi Sejahtera Bersama, dan masih banyak perusahaan keuangan lainnya yang memakan korban jutaan orang dan ratusan Triliun uang masyarakat. Kasus-kasus tersebut sudah di laporkan ke kepolisian baik mabes maupun Polda Metro Jaya namun tidak ada 1 pun Tersangka yang ditahan pihak kepolisian. Suburnya Investasi bodong dan kasus Gagal bayar menjadi alasan utama takutnya Investor Asing menanamkan modal ke Indonesia, karena tidak adanya kepastian hukum.

Waketum Kadin Berkomentar

Pelaku usaha menilai faktor utama yang membuat investor asing berpikir dua kali untuk investasi di Indonesia adalah kurangnya kepastian hukum dari pemerintah.

"Masalahnya kenapa (investor) enggak mau masuk ke Indonesia? Karena tidak ada kepastian hukum," kata Wakil Ketua Umum Kadin Indonesia Bidang Perindustrian Jhonny Darmawan dalam Diskusi FGD Non Tariff Measures Sebagai Instrumen Perlindungan Industri Dalam Negeri di kawasan Jakarta Selatan.

LQ Indonesia Lawfirm menilai Kepolisian Sebagai Aparat Penegak Hukum Mandul, Kantor Polisi Banyak Oknum Yang Bermain Kasus. LQ Indonesia Lawfirm sebagai salah satu Lawfirm yang sedang naek daun dan banyak memegang kasus Pidana di Polda Metro Jaya dan Mabes Polri, menyayangkan suburnya oknum kepolisian di kantor polisi yang bermain kasus "LQ Indonesia Lawfirm ada ratusan nasabah korban Investasi bodong, yang melaporkan Perusahaan Investasi ke kepolisian, Mahkota ada 2 LP di Fismondev Unit 5 Polda, 1 LP di Fismondev unit 4, Kresna Sekuritas di Fismondev Polda unit 4, Narada di Fismondev Polda Unit 4, 3 LP Indosurya Di Mabes Tipideksus dan sebelumnya ada 2 Perusahaan lain yang di LP kan di pegang Fismondev unit 1, 3, 4 dan 5, namun berkat strategi negosiasi dan mediasi langsung dengan Direksi dan owner perusahaan ybs, klien LQ di bayarkan ganti rugi, bukan karena proses penyidikan jalan karena status LP Investasi Bodong di kepolisian dapat saya katakan mandek, alias tidak diproses penyidik, ada LP 2 tahun, tidak ada perkembangan dan berbulan-bulan di minta ke Penyidik alasan pergantian perwira," ucap Sugi Selaku Kepala Humas dan Media LQ Indonesia Lawfirm.

Untuk 2 perusahaan yang sudah berhasil di tangani LQ Indonesia Lawfirm, sampai sekarang 5 LP di unit 1, 3, 4 dan 5 tersebut tidak mau dihentikan oleh Fismondev Polda Metro Jaya dan pihak berperkara di minta 500 juta rupiah untuk biaya SP3, 1 perusahaan.

Tangis Para Korban Gagal Bayar

Ibu S selaku salah satu korban perusahaan gagal bayar, sambil menangis mohon atensi pemerintah "Bapak Presiden Jokowi, ini kami ketika buat LP No TBL 5422/IX/ YAN 2.5/ SPKT PMJ Tanggal 10 September 2020, sdh 1 tahun mandek tidak pernah naik penyidikan, berkat LQ Indonesia Lawfirm negosiasi dan dapat restorative Justice, sekarang untuk cabut LP di mintakan 500 juta, kata pengacara kami. Sudah jatuh ditimpa tangga. Katanya pelayanan kepolisian gratis nyatanya ada oknum meminta 500 juta, kata oknum "untuk SP3 Dirkrimsus minta uang tersebut, agar dicabut perlu tandatangan Direktur makanya mahal." Kami bisa kasih 70 juta didepan dan 2 Milyar dari penjualan aset properti di belakang dengan ikhlas, namun ditolak katanya tidak bisa harus ada 500 juta di depan untuk biaya cabut. Lalu 500 juta didepan dari mana karena nasabah sudah hancur-hancuran uangnya dituker aset tidak liquid,"

Korban MPIP ibu M "Sudah hampir 2 tahun kasus Mahkota mandek dan tidak naek sidik bahkan terlapor Raja Sapta Oktohari, sampai hari ini tidak pernah diperiksa Fismondev. Penyidik sama sekali tidak ada perkembangan selama 1 tahun terakhir. Saya sangat kecewa. Pengacara saya minta SP2HP saja sampai hari ini tidak diberikan," 

Motto Presisi Berkeadilan Kapolri Tidak Dilaksanakan Polda Metro Jaya

Sugi dari LQ Indonesia Lawfirm meminta agar Kapolri Jenderal Listyo Sigit, Kabareskrim Komjen Agus Yulianto dan Kapolda Metro Jaya, Irjen Fadil tegas agar tidak ada oknum POLRI dijadikan alat untuk memeras masyarakat, apalagi kepada pihak yang sudah beritikat baik dan melakukan ganti rugi penuh dan sudah berdamai sebagaimana diatur oleh Perkap No 6 tahun 2019.

Sugi melanjutkan bahwa ada indikasi oknum Polda Metro Jaya di Fismondev yang ingin memancing di air keruh dan memeras pihak berperkara. "Kami ada saksi, indikasi oknum Fismondev mempersulit penanganan perkara dan memeras pihak berperkara dalam kasus Investasi bodong. Laporan polisi Kasus Gagal bayar yang sudah ada perdamaian dimana LQ Indonesia Lawfirm berhasil melakukan mediasi langsung tanpa pihak kepolisian, mendapat ganti rugi dan meminta pencabutan LP, walau sudah di BA pencabutan, namun LP tidak pernah dicabut dan pihak berperkara di mintai duit di muka oleh oknum Polda Metro Jaya untuk mencabut. Sedangkan perkara yang belum ada mediasi seperti Mahkota, Narada dan Kresna Sekuritas sudah 2 tahun lebih, naek sidik saja tidak dan Penyidikan mandek. Tidak ada uang, perkara tidak jalan."

Kapolda Dan Kabareskrim, Tolong Benahi Dan Bersihkan Oknum Aparat Polda Metro Jaya

Kelakuan oknum Polda Metro Jaya subdit Fismondev menciderai keadilan di masyarakat terutama para korban investasi bodong yang sudah tertimpa musibah. Korban yang adalah masyarakat Indonesia datang ke Kepolisian, Polda Metro Jaya untuk memperoleh keadilan dan bantuan penegakkan hukum justru diperas dan dimakan oleh oknum penyidik Polda Metro Jaya.

"Kapolri Jenderal Listyo Sigit, kami dari LQ Indonesia Lawfirm sedih dan prihatin, institusi Polri yang kami cintai di kotori para oknum. Dimana janji bapak Presisi Berkeadilan? Kasus-kasus investasi bodong mandek, penjahat kerah putih berkeliaran, malah yang ditahan, pelanggar prokes seperti Habib Rizieq, bagaimana masyarakat tidak kecewa?"

"Bapak Kabareskrim, tolong benahi penyidik yang menangani perkara, seluruh kasus Investasi bodong (Mahkota (MPIP), Narada, Kresna Sekuritas) tidak dijalankan oleh penyidik dan atasan penyidik walau sudah berkali-kali kami surati. Ada oknum-oknum yang meminta uang kepada Lawyer dan pihak berperkara di tekan dan diperas. Restorative Justice yang tertera di Perkap hanya teori yang tidak dilaksanakan. Polda menjadi sarang oknum dan dagang kasus dan bukan rumah bagi pencari keadilan. Kami sedih dan prihatin, bapak kapolri dan kabareskrim jika mau lihat bukti suratnya dan dengar rekaman, harap hubungi Hotline 0817-489-0999. Nanti jika kami posting bukti rekaman di media, kami dikriminalisasi dengan UU ITE." tutup Sugi dari LQ Indonesia Lawfirm.

Sumber : LQ Indonesia Lawfirm

Translate